Harga Komoditas Pangan Turun, September Deflasi 0,05 Persen

 

Pedagang daging sapi di pasar tradisional (distanak.bantenprov.go.id)
Pedagang daging sapi di pasar tradisional. Harga beberapa komoditas pangan turun, September Deflasi 0,05 persen (distanak.bantenprov.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, pada September 2015 ini terjadi deflasi sebesar 0,05%. Angka ini merupakan kebalikan dari data bulan Agustus lalu dimana terjadi inflasi sebesar 0,05%. Kepala BPS Suryamin mengatakan, deflasi September terjadi karena ada penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran.

“Diantaranya ada kelompok bahan makanan 1,07%, dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa  keuangan 0,40%,” kata Suryamin, dalam jumpa pers, di kantor BPS, Jakarta, Kamis (1/10) seperti dikutip setkab.go.id.

Sedangkan kelompok yang mengalami kenaikan indeks, yaitu kelompok makanan jadi, minuman,rokok, dan tembakau  0,39%. Selain itu ada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang naik 0,20%. Juga kelompok sandang sebesar 0,83%, kelompok kesehatan 0,44%, dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,89%.

Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga pada September 2015 antara lain, daging ayam ras, cabai merah, bawang merah, cabai rawit, minyak goreng, bensin, telur, ayam ras, jengkol, dan kangkung. Sedangkan komoditas yang mengalami kenaikan harga, diantaranya beras, wortel, dan bawang putih.

Terjadinya deflasi di bulan September itu, menurut Suryamin, menunjukkan setelah melewati musim Ramadhan dan Lebaran, kontrol pemerintah dalam mengendalikan harga sudah cukup bagus.

Dengan terjadinya deflasi 0,05% pada September 2015 itu, maka tingkat inflasi tahun kalender (Januari–September) 2015 sebesar 2,24% dan tingkat inflasi tahun ke tahun (September 2015 terhadap September 2014) sebesar 6,83%.

Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, deflasi sebesar 0,05 persen pada September 2015 jangan buru-buru diartikan sebagai terjadinya perbaikan ekonomi.

“Sebetulnya harus dilihat deflasinya karena apa, di satu pihak kedengaran bagus tapi sebetulnya di pihak lain pertanda bahwa permintaan juga sedang melambat di dalam ekonomi,” kata Darmin Nasution di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (1/10).

Itu, lanjut Darmin, berita tidak bagusnya mungkin adalah karena permintaan melambat. Tapi berita bagusnya adalah itu berarti karena inflasi kita pada umumnya disebabkan oleh harga pangan.

“Pangan yang membuat inflasi kita naik-turun. Dari sana itu berarti pangannya ada mungkin kenaikan disana, ini tapi secara umum tidak terjadi kenaikan yang kemudian membuat inflasi terjadi,” kata Darmin.

Karena itu Menko Perekonomian Darmin Nasution mengingatkan perlunya kita mempelajari, mencermati ini karena permintaan yang melambung. “Jadi kita tidak bisa membanggakan betul itu sebagai keberhasilan tapi di pihak lain itu berita yang jelek juga nggak, jadi ada positifnya ada negatifnya,” pungkasnya. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.