Hari Air Sedunia: Ketika Perkebunan Sawit Merampas Hak Masyarakat Atas Air

Ilustrasi dampak kekeringan (dok.dpuair.jatimprov.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Peringatan Hari Air Sedunia tahun ini juga ditandai dengan berbagai bencana yang terkait dengan air. Air sendiri juga menjadi malapetaka bagi manusia yang tidak menjaga lingkungannya atau hutan.

Kasus Banjir Bandang pada Maret 2019 di Kabupaten Jayapura yang menelan ratusan korban jiwa menjadi buktinya. Banjir juga terjadi pada masyarakat Yerisiam, Kabupaten Nabire, Papua pada tahun 2016. “Hal ini disebabkan pembabatan hutan yang meluas untuk perusahaan sawit,” kata Yuliana Langowuyo dari SKPKC Fransiscan Papua, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Selasa (23/3).

Berbagai fakta di atas memperlihatkan adanya praktik pengabaian hak-hak buruh, salah satunya minimnya ketersediaan air bersih yang layak bagi buruh. Air bersih menjadi kebutuhan dasar yang penting bagi pekerja/buruh.

Ketiadaan air bersih pada barak-barak buruh/pekerja memaksa mereka untuk berpikir mendapatkan air bersih untuk keperluan masak atau mandi. Tak jarang, mereka menampung air hujan atau pergi ke sungai.

Belum lagi kondisi pandemi Covid-19 kian menambah kerentanan dan memberikan ancaman yang spesifik dan serius terhadap pemenuhan hak-hak buruh atas air bersih dan sanitasi. Di sisi lain, kode praktik keamanan dan kesehatan pada perkebunan yang berkaitan dengan proses dekontaminasi bahan beracun dan ketersediaan air bersih yang aman, sebagaimana disyaratkan oleh ILO, pada praktiknya tidak terlaksana dengan baik.

KRuHA mencatat pelanggaran Hak Atas Air akibat ekspansi secara luar biasa yang terus menerus dilakukan oleh industri ekstraktif seperti sawit setidaknya berada pada lima level perampasan air dan ekosistem air. “Pertama, perusakan massal sumber air di hulu akibat pembukaan hutan untuk perkebunan, akibatnya ribuan DAS mati karenanya,” kata Sigit K. Budiono dari KRuHA.

Kedua, pencemaran sumber air warga, baik oleh pupuk, buruknya pengolahan limbah, maupun oleh bahan yang terkandung dalam sumber daya alam yang dibongkar selama proses ekstraksi. Ketiga, pengeringan sumber air rakyat di sekitar wilayah industri akibat tingginya konsumsi air dalam setiap proses produksinya – dari perkebunan hingga pengolahan di pabriknya.

Keempat, pembukaan lahan untuk industri ekstraktif seperti perkebunan sawit yang telah mengurangi kapasitas tanah dalam menyerap air hujan dan sering kali mengakibatkan banjir di wilayah sekitar.

Kelima, perampasan air yang bahkan letaknya jauh di luar kawasan industri sawit misalnya peningkatan permintaan dan suplai air minum dalam kemasan di kawasan produksi sawit karena kurangnya air layak konsumsi di wilayah tersebut.

Sigit memaparkan, lebih lanjut, berdasarkan General Comment No. 15: The Right to Water, Kebersihan lingkungan sebagai aspek hak atas kesehatan menurut Pasal 12, paragraf 2 (b). “Kovenan mencakup pengambilan langkah-langkah non-diskriminatif untuk mencegah ancaman terhadap kesehatan dari kondisi air yang tidak aman dan beracun,” jelasnya.

Oleh karenanya, negara Pihak harus memastikan bahwa sumber daya air alami dilindungi dari kontaminasi zat berbahaya dan mikroba patogen. “Demikian pula, Negara Pihak harus memantau dan memerangi situasi ekosistem air berfungsi sebagai habitat vektor penyakit di mana pun mereka menimbulkan risiko bagi lingkungan hidup manusia,” papar Sigit.

Berangkat situasi tersebut, bersamaan dengan momentum Hari Air Sedunia 2021, koalisi masyarakat sipil mendorong Pemerintah Indonesia untuk lebih serius dalam memastikan pemenuhan hak atas air dan sanitasi yang bersih bagi warga negaranya dengan melalui reformasi hukum.

“Eksistensi Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (UNGPs) perlu diaktualisasikan dengan baik,” kata M. Busyrol Fuad dari ELSAM.

Sebab, prinsip ini telah menekankan adanya tanggung jawab perusahaan dalam menghormati HAM termasuk hak atas air dan sanitasi. “Untuk itu, perusahaan sudah sepatutnya dapat memastikan kebijakan hak atas air dan sanitasi, mengidentifikasi, mencegah dan berupaya memulihkan apabila telah terdapat dampak hak asasi manusia yang terjadi,” pungkasnya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.