Hari Nelayan: Lindungi Nelayan, Lawan Penggusuran
|
Jakarta, Villagerspost.com – Hari Nelayan Nasional yang diperingati setiap tanggal 6 April sejatinya adalah sebuah penghormatan kepada nelayan atas pekerjaannya menyediakan konsumsi ikan yang kaya akan protein di negeri ini. Namun kenyataannya, nelayan dan masyarakat pesisir selama ini malah terus mengalami, pengusuran dan peminggiran.
Kasus teranyar adalah peminggiran dan penghilangan penghidupan para nelayan dan masyarakat pesisir Jawa Tengah akibat berbagai proyek pemerintah yang tak memperhatikan ruang hidup para nelayan dan masyarakat pesisir.
“Kenyataan yang ada masyarakat pesisir Jawa Tengah semakin lama semakin tersingkir dan terusir dari ruang-ruang hidup dan penghidupan mereka, berbagai permasalah nelayan di Jawa Tengah menjadi cerminan bahwa pemerintah baik di pusat maupun di daerah tidak serius dalam mengelola wilayah pesisir Indonesia dan tidak mementingkan nelayan dan masyarakat pesisir khususnya di Jawa Tengah,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Susan Herawati, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Minggu (8/4).
Berbagai persoalan yang dihadapi nelayan dan masyarakat pesisir Jawa Tengah diantaranya adalah adanya pembangunan PLTU Batubara di kabupaten Cilacap, Rembang, Jepara, dan Batang. “Proyek-proyek tesebut membuat hak akses masyarakat nelayan menjadi terkurangi dan dibatasi ditambah dengan adanya asap PLTU Batubara yang mengancam kesehatan mereka,” terang Susan.
Kemudian juga adanya rencana pembangunan Kampung Bahari, Tanggul Laut dan Tol Laut yang terdapat dalam draf Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K) Jawa Tengah akan mengancam keberlangsungan hidup, keberlangsungan tempat tinggal dan mata pencaharian nelayan dan masyarakat pesisir di Jawa Tengah. Berikutnya ada proyek normalisasi sungai banjir kanal timur (BKT) yang akan menggusur nelayan dan masyarakat pesisir di kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang tanpa adanya keadilan bagi warga yang terdampak normalisasi tersebut.
Lalu adanya tarik-ulur peraturan pelarangan alat tangkap tidak ramah lingkungan dan perebutan jalur tangkap menjadikan ketidakpastian yang berakibat munculnya konflik horizontal antara nelayan di Jawa Tengah. Masih ditambah lagi dengan sulitnya proses membuat kartu nelayan, kartu asuransi nelayan dan klaim apabila terjadinya kecelakaan terhadap nelayan.
“Persoalan-persoalan ini membuat nelayan semakin jauh dari keadilan dan kesejahteraan,” tambah Susan.
Terakhir, adalah masalah belum diakuinya nelayan perempuan yang benar-benar mencari ikan dilaut dengan segala risiko yang ada sebagai seorang nelayan membuat nelayan perempuan tidak dapat mengakses kartu nelayan dan asuransi nelayan.
Karena itu, kata Susan, berangkat dari beberapa permasalahan nelayan dan masyarakat pesisir Jawa Tengah di atas, dalam peringatan hari Nelayan Nasional, Jaringan Masyarakat Jawa Tengah pada 6-8 April 2018 memperingati Hari Nelayan Nasional di kampung Tambakrejo, Rt 05/Rw 16 Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Kampung tersebut adalah sebuah kampung di pesisir semarang yang terancam digusur karena adanya normalisasi sungai banjir kanal timur (BKT).
Peringatan Hari Nelayan oleh para nelayan, masyarakat pesisir dan para aktivis masyarakat sipil itu akan diisi dengan Upacara Hari Nelayan Nasional, lomba mewarnai layang-layang, bermain, salawatan, nonton film, Diskusi Refleksi Hari Nelayan, selamatan, pelatihan membuat kerajinan, dan pentas seni budaya.
Selain itu, dalam refleksi Hari Nelayan Nasional Jaringan Masyarakat Jawa Tengah menuntut pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk melakukan beberapa langkah. Pertama, pemerintah Provinsi Jawa Tengah segera membuat peraturan penataan ruang yang partisipatif dan berkeadilan yang menjamin hak-hak Nelayan dan Masyarakat Pesisir dengan berpedoman pada UU 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Kedua, pemerintah provinsi Jawa Tengah dituntut segera membuat peraturan daerah turunan UU No 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam dan mengakui nelayan perempuan sebagai seorang nelayan dan memiliki hak yang sama untuk mengakses kartu nelayan dan asuransi nelayan. Ketiga, menghentikan pembangunan maupun kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan dan merampas hak-hak nelayan dan masyarakat pesisir;
Keempat, melibatkan masyarakat secara nyata dalam setiap kebijakan pemerintah baik dalam tingkat perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan yang bertujuan untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat;
Kelima, Pemerintah Kota Semarang, dituntut tidak menjauhkan nelayan dan masyarakat pesisir Tambakrejo Rt 05/Rw 16 Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang dari wilayah laut. Pemerintah kota didesak untuk memberikan hak-hak masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 28 UUD 1945, UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, undang-undang No 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan prinsip pembangunan yang harus memperhatikan hak-hak masyarakat terdampak, baik ganti rugi, keadilan sosial, dan kesejahteraan sosial.
Editor: M. Agung Riyadi