Hari Tani Nasional: Pasar Bebas Jadi Ancaman Kedaulatan Petani
|
Jakarta, Villagerspost.com – Pasar bebas yang kini sudah berjalan, menjadi ancaman serius bagi pertanian Indonesia, khususnya bagi kedaulatan petani. Hal ini terjadi karena perjanjian perdagangan bebas disepakati tanpa tidak dibarengi dengan peningkatan daya saing. Sementara, dampak perjanjian perdagangan bebas dan investasi asing akan semakin meliberalisasi sektor pertanian, sehingga, sulit bagi petani untuk berdaulat atas benih, lahan dan produk-produk hasil pertanian.
Rahmat Maulana Sidik dari Indonesia for Global Justice (IGJ) mengatakan, semenjak bergabungnya Indonesia menjadi anggota WTO (World Trade Organization) justru membuat pertanian Indonesia menjadi tidak berdaulat. “Pasalnya, Indonesia menjadi tidak bisa menentukan arah dan kebijakan nya sendiri,” kata Rahmat, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Senin (24/9).
“Perjanjian perdagangan bebas telah membuat arah dan kebijakan sektor pertanian harus sejalan dengan keinginan negara-negara anggota WTO lainnya. Konsekuensinya bila melanggar maka akan digugat oleh negara anggota WTO,” tambahnya.
Dia mencontohkan, kasus gugatan Amerika Serikat dan Selandia Baru terhadap pembatasan Indonesia atas impor produk holtikultura, hewan dan produk hewan. Indonesia kalah atas gugatan AS dan SB tersebut, dan dalam putusan badan panel WTO memerintahkan Indonesia untuk menyesuaikan aturan nya dengan ketentuan GATT 1994.
Akibatnya, kata Rahmat, harus ada harmonisasi aturan impor produk holtikutura, hewan dan produk hewan dengan ketentuan GATT tersebut. “Dan kini, Indonesia sudah merevisi aturan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian yang mengatur ketentuan impor produk holtikultura, hewan dan produk hewan,” jelasnya.
Padahal, pembatasan impor tersebut merupakan hal yang lazim ketika kebutuhan domestik terpenuhi dan juga sesuai dengan amanat UU Pangan. Namun, hal itu dianggap bertentangan dan membatasi AS dan Selandia Baru untuk meng-ekspor produk pertanian nya ke Indonesia.
“Ternyata, pasar bebas hanya sebuah slogan bagi negara-negara maju untuk menjalankan mobilitas produknya agar bisa masuk sebebas-bebasnya ke negara berkembang. Namun, sebaliknya tidak bebas bagi negara berkembang, karena, harus membuka akses pasarnya bagi produk-produk negara-negara maju. Bila tidak, maka dipaksa untuk membuka selebar-lebarnya,” tegas Rahmat.
Untuk itu, kata dia, Hari Tani Nasional dapat dijadikan momentum peningkatan kesadaran akan bahaya dan ancaman pasar bebas yang semakin nyata. Dan IGJ sebagai organisasi yang fokus dengan isu-isu pasar bebas, juga meminta pemerintah untuk memperhatikan sektor pertanian.
IGJ mendesak agar pemerintah meningkatkan subsidi di sektor pertanian dan memastikan subsidi pertanian sampai kepada para petani. IGJ, kata Rahmat, juga mendesak pemerintah menghentikan perundingan perjanjian perdagangan bebas dan investasi yang merugikan pertanian Indonesia. “Pemerintah harus melakukan review perjanjian FTA (Free Trade Agreement) yang merugikan sektor pertanian,” seru Rahmat.
IGJ juga meminta agar pemerintah memerhatikan kesejahteraan para petani hingga asuransi kesehatannya. Pemerintah juga harusmengutamakan hasil produksi pertanian dalam negeri daripada impor.
Selain itu, pemerintah juga diminta agar mengutamakan peningkatan daya saing petani dan pertanian dalam negeri, menghentikan aktivitas investasi yang merampas lahan pertanian, serta berikan kedaulatan pada petani dalam menentukan arah pertanian. “Terakhir pemerintah harus mewujudkan reforma agraria sejati,” tegas Rahmat.
Dia mengatakan, kedaulatan di sektor pertanian akan terwujud bila dibarengi dengan kesadaran dan konsistensi untuk membangun pertanian Indonesia. “Karena ancaman terhadap kedaulatan pertanian di era pasar bebas bukan lagi wacana melainkan fakta. Oleh sebab itu, harus saling bahu membahu dalam memperjuangkannya,” pungkasnya.
Editor: M. Agung Riyadi