Hutan Aceh Kritis Dikepung Ribuan Kasus Kejahatan Kehutanan
|
Jakarta, Villagerspost.com – Hutan di Provinsi Aceh, khususnya di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), kini berada dalam kondisi kritis. Areal hutan tersebut dikepung lebih dari dua ribuan kasus kejahatan kehutanan yang mengakibatkan luasan hutan terus menyusut sepanjang tahun.
Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mencatat, areal hutan seluas 4.097 hektare di Kawasan Ekosistem Leuser hilang akibat berubah fungsi sejak 2015. Pada Januari 2016, luas hutan KEL mencapai 1.820.726 hektare. Namun, luas tersebut berkurang menjadi 1.816.629 hektare pada Juni 2016.
Kawasan Ekosistem Leuser yang mencakup 13 dari 23 kabupaten/kota di Aceh, kehilangan kawasan hutan terbanyak terjadi di Aceh Timur mencapai 1.870 hektare dari 236.874 hektare menjadi 235.004 hektare. Kemudian, di Gayo Lues dari 402.684 hektare menjadi 402.279 hektare atau 405 hektare. Aceh Selatan kehilangan 378 hektare. Serta lainnya berkisar antara 12 hingga 286 hektare.
Selain kehilangan kawasan hutan, periode Januari hingga Juni 2016 terpantau 187 titik api. Yang terbanyak di Aceh Timur mencapai 56 titik. Kemudian, Gayo Leus 31 titik api. Aceh Selatan 30 titik api. Serta titik api di tujuh kabupaten/kota lainnya berkisar antara satu hingga 21 titik.
Sedangkan di Aceh Utara, Aceh Barat, dan Aceh Singkil tidak terpantau titik api. “Titik api ini berbanding lurus dengan kehilangan tutupan hutan di Aceh. Misalnya, tingginya titik api di Aceh Timur menjadi kontributor utama deforestasi di Aceh Timur,” kata Agung Dwinurcahya dari HAkA dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Kamis (29/9).
Sedangkan hutan produksi dengan kehilangan kawasan hutan atau forest loss terbanyak terjadi di Aceh Timur mencapai 927 hektare. Sedangkan hutan lindung dengan forest loss terbesar di Gayo Lues sebanyak 184 hektare. Kemudian, hutan produksi terbatas dengan forest loss terbesar terjadi di Aceh Barat Daya mencapai 46 hektare.
“Suaka Margasatwa dengan forest loss terbesar di Aceh Selatan mencapai 70 hektare. Serta taman nasional dengan forest loss terbesar terjadi di Aceh Tenggara mencapai 123 hektare,” tegas Agung.
Sementara itu, Rudi Putra dari Forum Konservasi Leuser (FKL) mencatat, Kawasan Ekosistem Leuser kini dikepung oleh 2.398 aktivitas ilegal. Aktivitas ilegal tersebut dicatat berdasarkan monitoring yang berlangsung Januari hingga Juni 2016. Monitoring berlangsung di Kawasan Ekosistem Leuser yang tersebar di 12 kabupaten/kota di Provinsi Aceh.
Adapun Kawasan Ekosistem Leuser di 12 kabupaten/kota tersebut yakni Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Utara, Bener Meriah, Gayo Leus, Nagan Raya, dan Kota Subulussalam.
Aktivitas ilegal terbanyak ditemukan di Aceh Tamiang dengan 557 temuan. Sedangkan aktivitas ilegal paling sedikit di Aceh Singkil dengan 10 temuan. Sedangkan di kabupaten/kota lainnya berkisar 40 hingga 325 kegiatan ilegal.
Sedangkan kegiatan ilegal yang dipantau yakni ilegal logging, perambahan, akses jalan, dan perburuan. Ilegal logging tercatat 984 kasus dengan volume 3.641,21 meter kubik.
Ilegal logging terbanyak ditemukan di Aceh Tamiang dengan 279 kasus dan volume 1.782,8 meter kubik. Sedangkan di 11 kabupaten/kota lainnya berkisar antara lima hingga 122 kasus. Untuk perambahan, keseluruhannya mencapai 1.006 kasus dengan luas rambahan mencapai 6.205,9 hektare. Perambahan ilegal terbanyak ditemukan di Aceh Tamiang dengan 217 kasus serta volumenya 1.556,8 hektare.
Sedangkan akses jalan ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser terbanyak di Aceh Tenggara dengan 27 ruas jalan. Kemudian, di Nagan Raya 23 ruas jalan, dan Aceh Timur sebanyak tiga ruas jalan.
Serta perburuan ilegal ditemukan 279 kasus dengan 250 perangkap serta 46 pelaku. Perburuan ilegal terbanyak ditemukan di Aceh Selatan mencapai 122 kasus dengan 121 perangkan dan 42 pelaku.
“Menemukan lebih dari 2.000 kejahatan hutan didalam Kawasan Ekosistem Leuser hanya dalam 6 bulan sangat mengejutkan banyak pihak. Kami telah melaporkan setiap kasus kepada pihak berwenang di wilayahnya masing-masing,” kata Rudi.
Untuk melawan kriminalitas ini, FKL telah mengerahkan 15 Tim Perlindungan Satwa Liar (TPSL) dan 2 tim patrol masyarakat. FKL juga telah merestorasi 1.500 hektare daerah hutan yang telah hancur yang disebabkan oleh aktivitas illegal.
“Tetapi, kami juga memerlukan semua pihak agar memainkan perannya masing-masing dalam menegakkan hukum dan melindungan Kawasan Ekosistem Leuser,” pungkas Rudi.
Ikuti informasi terkait hutan Aceh >> di sini <<