I Gede Artha Sudiasana: Menyulap Limbah Kayu Jadi Bisnis Jamur

I Gede Artha Sudiasana bersama produk jamur tiram milinya (dok. i gede artha)
I Gede Artha Sudiasana bersama produk jamur tiram milinya (dok. i gede artha)

Jakarta, Villagerspost.com – Bali selama ini memang terkenal menjadi salah satu pusat kesenian di Indonesia. Salah satunya adalah seni patung yang menggunakan medium kayu. Sayangnya, banyaknya kayu yang digunakan untuk membuat berbagai macam barang kerajinan, ternyata menghasilkan juga banyak limbah kayu berupa serbuk kayu.

Desa Pidpid, Karangasem, adalah salah satu sentra kerajinan kayu di Bali. Di sana setiap harinya para perajin bisa menghasilkan 15 ton limbah kayu. Limbah tersebut masih belum dimanfaatkan dan cenderung dibiarkan berserakan di pinggir jalan raya sehingga memberikan kesan kumuh di desa.

Tumpukan limbah kayu ini, kemudian menumbuhkan sebuah ide di benak I Gede Artha Sudiasana. Pemuda kelahiran 5 Februari 1996 itu tak mau desa kelahirannya menjadi kumuh hanya karena limbah kayu yang tak termanfaatkan. “Padahal, limbah serbuk kayu tersebut merupakan potensi besar yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku utama media tanam jamur (baglog),” kata Gede.

Gede terpikir untuk memanfaatkan limbah kayu tersebut sebagai media tanam untuk jamur tiram. Sebagai langkah pertama, dia menggalang masyarakat sekitar untuk membentuk kelompok tani yang diberi nama Kelompok Tani Pertiwi Mesari. Pertiwi berarti “tanah” dan Mesari berarti “menghasilkan”. Jadi Pertiwi Mesari diartikan tanah yang menghasilkan hal-hal yang baik.

“Tujuan dari terbentuknya kelompok ini untuk mengajak anggota mengembangkan budidaya jamur tiram dengan harapan kesejahteraan anggotanya meningkat dan pasokan jamur bisa kontinu dengan mengembangkan pola kemitraan,” kata Gede.

Untuk permodalan, Gede mengajak teman-temannya untuk menanamkan modalnya serta meminjam modal dari Bali Bhakti yang berfokus pada pengembangan usaha generasi muda Bali. Gede punya keyakinan usahanya ini akan berhasil meski pada era globalisasi saat ini, pekerjaan petani dipandang sebelah mata karena masih identik dengan penghasilan yang rendah. “Terutama dikalangan generasi muda, khususnya di Desa Pidpid, Karangasem,” akunya.

Toh, Gede melihat peluang bisnis yang besar dalam usaha budidaya jamur ini. Apalagi, di sekitarnya banyak faktor pendukung yaitu selain limbah kayu yang bisa didapatkan dengan gratis untuk baglog, juga adanya pasar yang luas khususnya bagi produksi jamur tiram.

Jamur tiram untuk konsumsi lokal laku dijual sebagai bahan pembuatan olahan jamur tiram seperti kripik jamur, abon jamur, nugget jamur, kerupuk jamur. Selain itu, jamur tiram juga laku untuk pasar pariwisata untuk dijual ke hotel dan restoran seperti di daerah Amed, Tulamben dan Candidasa.

Dari kelompok tani Pertiwi Mesari ini, kemudian Gede mengambangkan usaha “Gede Jamur”, yaitu usaha yang bergerak di bidang pertanian utamanya pengembangan jamur tiram. Prosesnya mulai dari proses pembuatan media tanam (baglog) dan dilanjutkan dengan proses budidaya.

“Dalam budidaya ini penanganannya sepenuhnya organik tanpa menggunakan input kimia seperti pestisida maupun pupuk kimia. Sehingga produk jamur yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus dan menghasilkan asupan gizi yang cukup bagi konsumen,” ujarnya.

Gede menyadari, produk yang berkualitas dan pelayanan yang baik terhadap pelanggan merupakan faktor utama yang mempengaruhi usaha mereka ke depan. Hal ini juga didukung oleh semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat yang semakin meningkat dengan beralih untuk mengkonsumsi bahan makanan vegetarian. Karena itu, usaha ini mengambil tagline: “Good Food, Good Health, Good Life”.

Lewat usaha “Gede Jamur” ini, Gede memiliki visi untuk menjadi produsen jamur segar dan pengolahan jamur terbesar di Bali. Lewat visi itu dia ingin mewujudkan mimpi untuk menjadi penghasil produk jamur yang berkualitas dengan penanganan yang organik.

Gede juga ingin menjalin kemitraan kerja sama yang optimal dan berkesinambungan dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan. Berikutnya, memberikan perhatian yang tulus kepada masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan masyarakat agar tingkat kesejahteraanya meningkat.

Semua usaha yang dilakukan Gede tentu bukan tanpa kendala. “Kendala yang dihadapi selama menjalankan usaha ini adalah produksi yang belum bisa kontinu dan akses modal yang masih kurang. Untuk menghadapai kendala produksi jamur yang belum bisa kontinu karena saya masih budidaya sendiri di desa,” ujarnya.

Terkait motivasinya ikut ajang pemilihan Duta Petani Muda 2016, menurut Gede, dia ingin menunjukkan, pertanian itu tidak selamanya pekerjaan kurang bergaya atau pekerjaan kotor, tetapi bisa juga bertani yang keren. “Harapan saya bisa lebih banyak lagi mengajak generasi muda desa Pidpid untuk kembali ke desa dan bekerja di sektor pertanian,” katanya.

Gede Artha sangat menyayangkan generasi muda Desa Pidpid lebih memilih merantau ke kota seperti Denpasar dan Gianyar untuk memperoleh pekerjaaan. Sedangkan yang bekerja di sektor pertanian adalah para orang tua yang secara pengetahuan dan penguasaan teknologi yang masih kurang.

“Dengan kembalinya generasi muda berusaha tani akan membuat pertanian sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Karena usaha pertanian akan selalu ada sepanjang manusia membutuhkan makanan,” pungkas Gede.

Ikuti informasi terkait pemilihan Duta Petani Muda >> di sini <<

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.