Impor Gula Ciptakan Masalah Baru Bagi Petani

Pengawasan distribusi gula oleh kementerian perdagangan (dok. kemendag)

Jakarta, Villagerspost.com – Langkah pemerintah melalui Kementerian Perdagangan yang membuka keran impor gula sebanyak 1,1 juta ton disayangkan oleh Komisi IV DPR. Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin mengatakan, langkah impor ini hanya akan menciptakan masalah baru bagi rakyat banyak, khususnya petani ketimbang menyelesaikan masalah yang ada.

“Polemik impor beras belum berakhir, tetapi pemerintah melakukan impor gula,” kata Akmal dalam siaran persnya, Senin (17/9). Meskipun pemerintah memberi izin impor gula kepada perusahaan pemerintah seperti PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X, XI, dan XII, serta PT Gendhis Multi Manis (GMM), namun tindakan ini semakin sulit dipahami secara nalar yang baik.

Karena itu, kata politikus PKS itu, sangat wajar jika DPR dan masyarakat mempertanyakan. “Kenapa pemerintah selalu berpolemik dengan impor produk pangan ini terutama menjelang Pemilu. Sulit rasanya masyarakat ini bersimpati atas kebijakan pemerintah berkaitan dengan impor pangan yang senyatanya telah membelenggu daya beli masyarakat banyak,” ujar Akmal

Akmal mengatakan, pemerintah saat ini selalu membuat alasan klasik berkaitan dengan impor gula. “Dari tahun ke tahun, tidak pernah berhenti beralasan bahwa impor gula ini dilakukan atas dasar kualitas gula nasional belum bisa memenuhi kebutuhan gula industri. Alasan lainnya, karena stok dalam negeri tidak memenuhi kebutuhan nasional sehingga perlu dilakukan impor gula,” papar anggota legislatif dari daerah pemilihan Sulsel itu.

Dia lantas membandingkan kasus impor gula dengan dengan kasus beras. Dalam kasus beras, Menteri Pertanian berulang-ulang menyatakan bahwa stok beras nasional cukup. Namun Kementerian Perdagangan yang berkoordinasi dengan berbagai kementerian kepemimpinan Jokowi memutuskan impor beras.

“Saya jadi mencurigai, sesungguhnya gula kita ini tidak sebesar itu (1,1 juta ton-red) untuk impor. Karena saat ini Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) mengklaim institusinya hingga September 2018 ini mampu menyerap gula milik petani lebih dari 100 ribu ton,” tutur Akmal.

Akmal menjelaskan, saat ini Bulog memiliki tugas untuk menyerap dan membeli gula milik petani dengan harga Rp9.700 per kilogram (kg) sebanyak 600 ribu ton hingga April 2019 mendatang. Dengan klaim Bulog bahwa gudangnya memiliki 140 ribu ton gula, maka ketersediaan gula yang ada di gudang Bulog saat ini mencapai lebih dari 270 ribu ton.

“Saya berharap pemerintah tidak usah lagi menambah kesengsaraan rakyat terutama petani kita dengan dihadapkan produk impor pangan. Sudah cukup derita ini perlu diakhiri. Semoga pemerintah mendengar dan mampu memperbaiki kinerjanya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengungkapkan, ada 700 ribu ton gula petani yang menumpuk di gudang. Hal ini merupakan dampak dari terlalu banyaknya gula impor yang beredar di pasaran.

Sekretaris Jenderal DPN APTRI M Nur Khabsyin mengatakan, persediaan gula konsumsi tahun 2018 sangat berlebih. Selain ada sisa stok tahun lalu yang mencapai 1 juta ton, terdapat pula impor gula konsumsi tahun 2018 sebesar 1,2 juta ton ditambah hasil produksi tahun 2018 sebesar 2,1 juta ton.

Jumlah tersebut, kata Khabsyin, masih ditambah dengan adanya rembesan gula rafinasi ke pasaran yang diperkirakan mencapai 800 ribu ton. “Jika dijumlahkan seluruhnya, persediaan gula konsumsi tahun ini berkisar 5,1 juta ton,” ujarnya.

Sementara, kebutuhan gula konsumsi tahun ini diperkirakan antara 2,7-2,8 juta ton sehingga ada kelebihan 2,4 juta ton gula. Karena itu, Khabsyin mengaku pesimistis Perum Bulog serius membeli gula petani karena tahun lalu pembelian gula juga belum terealisasi, meskipun Bulog mendapatkan penugasan untuk membeli gula tani. “Jika gula tani hanya dihargai Rp 9.700 per kilogram, tentunya mengancam keberlangsungan petani gula di Tanah Air,” ujarnya.

Usulan petani, kata dia, gula tani dihargai Rp 11 ribu per kg agar ada keuntungan, meskipun HPP-nya mencapai Rp 12 ribu per kg. Ia menuntut pemerintah bertanggung jawab atas kondisi gula tani saat ini yang belum terserap ke pasar. “Perlu dicatat bahwa musim giling tahun 2016 gula tani laku dengan harga rata-rata Rp 11.500 per kg pada situasi pasar gula dalam kondisi normal dan impor secukupnya sesuai kebutuhan,” ujarnya.

Sementara harga jual gula petani saat ini, katanya, berkisar Rp 9.100 hingga Rp 9.300 per kg dan masih di bawah biaya pokok produksi (BPP) sebesar Rp 10.600 per kg. Rendahnya harga gula tersebut disebabkan kebijakan pemerintah terkait impor yang diduga tidak terkendali.

Kemudian juga sebagai dampak terbitnya surat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian nomor S-20 dan Surat Kementerian Perdagangan nomor 885, surat Dirjen PDN Kemendag nomor 456 yang intinya Bulog yang membeli gula tani dengan harga Rp 9.700 per kg dan hanya Bulog yang boleh menjual gula curah atau karungan ke pasar.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.