Indonesia Berantas Illegal Fishing, Thailand Merana

Kapal ikan asing pelaku illegal fishing ditangkap aparat KKP. (dok. kkp.go.id)
Kapal ikan asing pelaku illegal fishing ditangkap aparat KKP. (dok. kkp.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sangat membanggakan keberhasilannya terkait program pemberantasan illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF). Susi mengatakan program tersebut telah membawa dampak positif bagi pertumbuhan sektor perikanan di Indonesia. Sektor perekonomian subsektor perikanan berhasil tumbuh sebesar 8,37 persen.

Pertumbuhan ini salah satunya didongkrak oleh peningkatan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan tangkap hingga triwulan III 2015 mencapai 4,72 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar 5,03 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. “Sementara untuk sektor perikanan budidaya produksi mencapai 10,07 juta ton, mengalami peningkatan sebesar 3,98 persen,” kata Susi seperti dikutip kkp.go.id, Selasa (15/12).

Angka pertumbuhan sektor perikanan ini berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 4,73 persen dan lebih tinggi dibanding triwulan II yang hanya 7,17 persen. Selain itu, sumbangsih pertumbuhan sektor perikanan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) juga naik ke angka 2,46 persen. Kontribusi ini lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yakni triwulan II 2015 yang hanya 2,42 persen.

Sebaliknya, kebijakan pemberantasan illegal fishing yang dilakukan Indonesia ini justru membuat Thailand merana. Data dari National Economic and Social Dev Board (NESDB) Thailand mengungkapkan kontribusi sektor perikanan terhadap Gross domestic product (GDP) Thailand mengalami penurunan drastis. Kontribusinya rata-rata sektor perikanan terhadap GDP Thailand sekitar 1,6 %, sedangkan di kuartal III-2015 kontribusinya justru minus 3,1%.

Pada tahun 2013 sampai dengan kuartal kedua-2014, industri perikanan Thailand menurun, baru mulai membaik dari pertengahan kuartal ketiga, pertengahan kuartal keempat. Namun semenjak pertengahan kuartal keempat-2014 industri perikanan Thailand terus menurun hingga saat ini.

Di masa itulah, Susi Pudjiastuti mulai memberlakukan pemberantasan kapal illegal fishing dan moratorium bekas kapal asing. “Hal ini menunjukkan ketergantungan perikanan Thailand dengan pasokan ikan dari Indonesia,” kata Susi.

Tidak dapat dipungkiri, selama setahun terakhir pemberantasan illegal fishing, sejumlah kapal berbendera Thailand berhasil ditangkap saat mengambil ikan di perairan Indonesia. Sebaliknya, pasca penerapan kebijakan pemberantasan illegal fishing, perekonomian Indonesia pada subsektor perikanan membaik.

Dilansir dari portal ABC News, di Indonesia saat ini telah tercipta puluhan ribu pekerjaan baru di skala kecil penangkapan ikan tuna sirip kuning yang terlihat di dekat pantai untuk pertama kalinya dalam 15 tahun. Saat di Bali, Susi mengatakan kepada para delegasi dari 40 negara yang terlibat dalam penangkapan ikan di Pasifik yang dalam 3 dekade terakhir dirinya telah menyaksikan perubahan besar.

Hal ini sejalan dengan visi Presiden RI untuk membawa kembali kemakmuran Indonesia sebagai negara maritim. Pada awalnya orang ragu karena tindakan keras yang diberlakukannya justru akan menutup seluruh industri. Tetapi pada akhirnya, hasilnya berbeda, tangkapan tuna lebih banyak, nelayan tradisional kecil juga mulai banyak menangkap ikan.

“Kami ingin membangun kembali kekuatan kita sebagai pusat gravitasi aktivitas kelautan di seluruh wilayah,” tegas Susi.

Sementara itu, Asia Nikkei mengulas bahwa selain sebagai kejahatan perikanan, Susi ingin mendorong Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing sebagai permasalahan global dan bersifat kejahatan transnasional. Alasannya, pencurian ikan kerap memfasilitasi pelanggaran lainnya, seperti perdagangan satwa liar, perdagangan senjata, penyelundupan narkoba dan perbudakan.

“Mereka tidak bisa melakukan itu lagi. Saya mendorong penangkapan ikan ilegal menjadi kejahatan transnasional, karena ada terlalu banyak kejahatan lainnya yang berhubungan dengan itu, seperti penyelundupan narkoba,” katanya.

WWF dan The Pew Charitable Trusts memperkirakan sebanyak 20% dari keseluruhan ikan yang ditangkap secara global merupakan hasil tangkapan ilegal. Setidaknya kegiatan ini bernilai sekitar US$23 miliar per tahun dan biaya pemerintah Indonesia sekitar US$4 miliar.

“Kami telah mengalami kerugian yang luar biasa dari dampak kapal asing. Dalam 10 tahun terakhir, kami kehilangan 800.000 rumah tangga nelayan. 115 eksportir ikan bangkrut selama periode yang sama. Banyak nelayan beralih profesi,” pungkas Susi. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.