Indonesia Protes Proposal Uni Eropa Kenakan Bea Masuk Imbalan Produk Biodiesel
|
Jakarta, Villagerspost.com – Uni Eropa (UE) mengeluarkan proposal besaran bea masuk imbalan sementara produk biodiesel asal Indonesia pada Juli 2019. Besaran bea masuk imbalan sementara yang diajukan yaitu dengan margin 8-18 persen. Indonesia pun menyampaikan protes keras kepada UE atas proposal tersebut.
“Dengan dikeluarkannya proposal pengenaan bea masuk imbalan sementara ini, Indonesia akan menyampaikan respons resmi yang menyatakan keberatan,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Sabtu (27/7).
Oke menjelaskan, keberatan Indonesia akan difokuskan pada metode penghitungan besaran bea masuk yang diduga tidak memerhatikan fakta yang diperoleh selama penyelidikan. “Pemerintah UE diduga hanya menggunakan best information available (BIA), yaitu data yang dimiliki petisioner (pemohon/industri UE) yang jelas merugikan Indonesia,” tegas Oke.
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menyatakan, Indonesia harus tegas terhadap sikap UE yang telah memberikan hambatan perdagangan yang signifikan pada ekspor biodiesel Indonesia. “Bila proposal ini menjadi penentuan awal (preliminary determination), maka bisa dipastikan ekspor biodiesel ke UE mengalami hambatan. Sikap EU ini tidak dapat dibiarkan. Apalagi, proposal yang diajukan UE mengindikasikan adanya penerapan BIA yang menjadi sangat tidak masuk akal. Kami akan menyampaikan respons tegas secara resmi untuk hal ini,” ujar Pradnyawati.
Ekspor biodiesel Indonesia ke UE meningkat tajam dari sebelumnya US$116,7 juta di tahun 2017 menjadi US$532,5 juta pada 2018. Namun, pada 2019 ini, tren ekspor biodiesel Indonesia ke UE cenderung turun bila dibanding tahun 2018. Pradnyawati melanjutkan, proposal tersebut sebenarnya merupakan ancaman kesekian kalinya yang dilakukan Pemerintah UE untuk menghambat akses pasar produk Indonesia di UE.
Pada Desember 2018, European Commission (EC) menginisiasi penyelidikan antisubsidi terhadap biodiesel asal Indonesia. Indonesia diklaim memberikan suatu bentuk fasilitas subsidi yang melanggar ketentuan organisasi perdagangan dunia (WTO) kepada produsen/eksportir biodiesel sehingga memengaruhi harga ekspor biodiesel ke UE. Padahal, beberapa bulan sebelumnya pasar ekspor biodiesel Indonesia ke UE juga baru terbebas dari hambatan pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD).
Pada 16 Februari 2018, Court of Justice EU (CJEU) mengeluarkan keputusan yang menguatkan putusan Hakim General Court sehingga UE memutuskan membatalkan pengenaan BMAD yang mulai efektif berlaku per 16 Maret 2018. Indonesia juga telah berhasil terbebas dari pengenaan BMAD atas impor biodiesel melalui keputusan panel Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO pada 26 Oktober 2017.
Panel DSB memenangkan klaim Indonesia atas UE pada sengketa DS 480 – EUIndonesia Biodiesel. “Perusahaan biodiesel Indonesia yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya sangatlah mandiri dan Pemerintah Indonesia tidak menyubsidi industri biodiesel nasional seperti yang dituduhkan UE. Dengan menginisiasi penyelidikan antisubsidi pada Desember 2018 dan kini mengajukan proposal pengenaan bea masuk, dapat disimpulkan bahwa UE sangat berniat menghambat ekspor biodiesel asal Indonesia,” tegas Pradnyawati.
Indonesia telah beberapa kali menyampaikan protes keras kepada UE. Bahkan, sejak isu akan adanya penyelidikan, Indonesia telah mengambil langkah pendekatan melalui konsultasi prapenyelidikan dengan EU Case Team. Menurut Pradnyawati, Pemerintah Indonesia bersama produsen biodiesel telah berkomitmen terus melawan Pemerintah UE dengan berpegang pada data yang sejak awal penyelidikan telah diberikan kepada penyelidik.
Bila akhirnya UE tetap mengenakan bea masuk imbalan, maka upaya yang dapat dilakukan Indonesia adalah mengajukan banding ke EU General Court dan ke forum DSB WTO, seperti upaya Indonesia saat sengketa pengenaan BMAD di tahun 2017. “Indonesia sangat bersikap kooperatif dan telah mengakomodasi semua pertanyaan UE selama penyelidikan. Pemerintah juga terus berupaya memberikan pembelaan dan melakukan langkah pendekatan melalui jalur diplomasi,” pungkasnya.
Editor: M. Agung Riyadi