Ini Lima Isu Strategis Komoditas Lada
|
Jakarta, Villagerspost.com – Enam negara anggota penghasil lada yang tergabung dalam International Pepper Community (IPC), menghelat Pertemuan IPC ke-44 di Jakarta yang berlangsung pada 8-11 Agustus 2016. Dalam pertemuan itu, para anggota IPC menegaskan komitmen untuk terus memperkuat kerja sama antar negara-negara produsen dan konsumen guna menghadapi tantangan industri lada ke depan.
“Rangkaian sidang tahunan IPC harus dapat memperkuat kerjasama antarnegara produsen lada dunia, serta menghasilkan kebijakan yang mampu menjaga stabilitas harga lada dan situasi perdagangan lada yang bersifat berkelanjutan,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat membuka The 44th Session and Meetings of IPC di Jakarta, hari ini, Senin (8/8).
Di hadapan para delegasi, Enggar menyampaikan lima isu strategis yang perlu mendapat perhatian semua pihak pemangku kepentingan komoditas lada. Pertama, negara-negara produsen lada harus terus didorong memaksimalkan kontribusi sektor lada dalam pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan produktivitas, diversifikasi dan nilai tambah, serta aspek pemasaran dalam rangka ekspansi pasar.
(Baca juga: Hari Lada, Pemerintah Genjot Pengembangan Sektor Lada)
Kedua, keberlangsungan jangka panjang dan ketahanan sektor lada bergantung pada adanya riset-riset baru dan inovasi yang dapat menguatkan industri hulu dan hilir. Untuk itu, komite research and development IPC perlu meningkatkan kerjasama mulai dari pembibitan, pemeliharaan tanaman, sampai produksi, serta diversifikasi pemanfaatan lada secara global.
Isu penting ketiga, yaitu kerja sama dan koordinasi seluruh stakeholder dalam menstabilkan harga. Hal ini antara lain diupayakan melalui transparansi data statistik dan informasi lada. Keempat, yang harus menjadi fokus IPC yaitu mengenai kualitas dan standar keamanan pangan.
Hal ini sangat penting menjadi perhatian karena pasar sangat fokus pada keamanan dan standar sebagai acuan bagi industri pangan secara global, termasuk lada. Sedangkan isu kelima terkait perluasan keanggotaan IPC yang saat ini beranggotakan Brasil, India, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, dan Vietnam sebagai anggota tetap. Kemudian Papua Nugini sebagai associate member
.
“Jika IPC dapat merangkul lebih banyak negara anggota, maka akan memberikan sumber daya dan kapasitas yang lebih baik untuk mencapai tujuan IPC,” ujar Enggar.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo menambahkan, sidang juga menyoroti keakuratan data. Hal tersebut sangat penting agar harga lada tetap berada pada tingkat yang menguntungkan bagi petani.
“Kita membutuhkan data yang dapat dipercaya, baik terkait produksi, konsumsi, maupun ekspor impor lada. Hal ini dibutuhkan untuk memahami situasi pasar dan pergerakan harga yang wajar di tingkat global,” jelas Iman.
Iman selaku Chairman IPC ke-44 menjelaskan, negara-negara anggota IPC perlu melakukan pendekatan secara government to government dengan Kamboja, China, Madagaskar, dan Filipina yang juga merupakan negara produsen lada dunia agar harga dapat tetap stabil.
Jalannya Pertemuan Pertemuan IPC ke-44 ini terdiri dari lima rangkaian pertemuan, yaitu Executive Meeting of Head of Delegations, Pepper Exporters and Importer, Business Session, dan Plenary Session yang dipimpin Iman Pambagyo. Sedangkan Peppertech Meeting dipimpin Peneliti Senior dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Dr. Dono Wahyuno.
Dalam kesempatan itu, Mendag juga melakukan audiensi dengan kalangan swasta, wakil dewan rempah Indonesia, dan wakil petani. Enggar menegaskan keinginannya untuk membangun kembali asosiasi lada yang menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan. Asosiasi lada juga bisa berperan mengupayakan petani lada agar bisa meningkatkan kesejahteraannya, serta mendorong kontribusi swasta untuk meningkatkan produksi dan produktivitas.
Pada sesi Executive Meeting of Head of Delegations, salah satu yang menjadi agenda utama ialah pengesahan laporan sidang Komite Kualitas IPC di Malaysia, April 2016 lalu. Melalui Komite Kualitas, IPC sepakat melanjutkan Inter-Laboratory Proficiency Testing Programme.
Iman menjelaskan, program ini bertujuan menyamakan quality testing method di negara anggota. “Program ini diharapkan dapat menurunkan hambatan perdagangan di negara tujuan ekspor lada,” ujarnya.
Guna menindaklanjuti program ini, IPC akan mengadakan Technical Training on Quality Test Method bagi tenaga ahli yang bekerja di laboratorium pengujian mutu dan standar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode 2011-2015 tren nilai ekspor lada (HS 0904) tumbuh 16,86%. Sedangkan impornya tumbuh 21,92%. Pada 2015 ekspor lada Indonesia mencapai US$559,2 juta, meningkat 69,45% dibandingkan ekspor pada 2014 yang sebesar US$330 juta.
Sementara, impor lada pada 2015 sebesar US$45,9 juta, menurun 39,67% dibandingkan impor pada 2014 yang sebesar US$76,2 juta. Adapun lima besar negara tujuan ekspor lada Indonesia pada 2015 yaitu Vietnam (US$179,9 juta), Amerika Serikat (US$104,7 juta), Singapura (US$78,2 juta), India (US$34,5 juta) dan Jerman (US$32,5 juta).
Sedangkan lima besar negara asal impor lada pada 2015 bagi Indonesia yaitu India (US$26 juta), Vietnam (US$7,4 juta), China (US$4,7 juta), Brasil (US$3,3 juta), dan Malaysia (US$3 juta). (*)