JK: Indonesia Harus Jadi Produsen Kakao Nomor Satu Dunia
|
Jakarta, Villagerspost.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla mencanangkan tekad untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen kakao nomor satu dunia. Hal itu disampaikan JK saat membuka rapat koordinasi pengembangan kakao bersama empat gubernur penghasil kakao se-Sulawesi di Kendari, Minggu (20/12).
“Dalam waktu lima tahun kedepan kita harus menjadi produsen kakao nomor satu di dunia. Selama ini kita masih menduduki peringkat ketiga dunia,” kata Jusuf Kalla.
Rakor itu sendiri dihadiri empat gubernur provinsi penghasil kakao di Sulawesi yakni Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola dan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Turut hadir pula dua menteri terkait yakni Menteri Pertanian RI Amran Sulaiman dan Menteri Perindustrian RI Saleh Husin
Terkait target menjadi produsen kakao nomor satu dunia, JK mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan beberapa strategi. Pertama adalah soal luasan lahan yang saat ini masih yang terbesar. “Potensi luasan kawasan tanaman kakao di Indonesia sangat besar dibandingkan dengan negara lain,” kata JK.
Namun luasan lahan yang besar ini harus didukung strategi kedua yaitu soal peningkatan produksi. “Potensi luasan tanaman kakao kita memang luas dari negara lain, namun hasil produksi kakao masih sedikit. Produktivitas Kakao Indonesia rata-rata hanya sekitar 400-500 kilogram per hektare, sementara negara lainnya seperti Pantai gading dan Ghana produktivitasnya di atas 500 kilogram per hektare,” katanya.
JK menegaskan, untuk menjadi produsen kakao nomor satu dunia, Indonesia harus bisa mencapai produktivitas kakao satu ton per hektare. Karena itu, pemerintah saat ini berupaya mengoptimalkan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi Nasional dan Mutu Kakao (Gernas Kakao).
“Yang terpenting lagi adalah bagaimana cara kita memberikan memudahkan kepada petani kakao untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga ringan dari perbankan yang diberi kepercayaan untuk menyalurkan dana itu,” katanya.
JK juga meminta komitmen dan tekat dari pemerintah daerah untuk mendukung upaya pemerintah menjadi produsen kakao nomor satu di dunia. “Untuk menjadi produsen kakao nomor satu di dunia maka kita harus memiliki target produksi. Kemudian upaya yang dilakukan untuk mencapai produksi terbesar,” katanya.
Terkait hal itu, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam mengatakan, Sultra merupakan daerah sentra produksi kakao terbesar di Indonesia setelah Sulsel. Karena itu, kata dia, Sultra sehingga perlu peningkatan produksi, produktivitas, mutu kakao dan pemasaran kakao.
Selain itu kata dia, yang terpenting lagi adalah penguatan kelembagaan petani dan sinergitas program antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten. Nur Alam meminta dinas terkait di kabupaten kota agar tetap mempertahankan keberadaan lahan produktif kakao dan jangan diganti dengan komodoti lain.
“Kemudian senantiasa melakukan upaya meningkatkan daya saing petani kakao melalui penguatan kelembagaan,” katanya.
Disebutkan, kelembagaan petani kakao yang ada di Sultra saat ini disebut lembaga ekonomi masyarakat sejahtera yang sudah terbentuk di kabupaten kota
Sebelumnya, saat melakukan peresmian Rumah Cokelat dan Rumah Kemasan di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (17/11) silam, Menteri Perindustrian Saleh Husin sempat mengusulkan agar kota Palu di Sulawesi Tengah (Sulteng) dijadikan sebagai Kota Cokelat.
Alasannya, karena Palu juga merupakan salah satu kota penghasil kakao utama di Indonesia. Hanya saja, kata Saleh, Palu justru lebih terkenal karena bawang gorengnya. “Kena tidak kita mulai perkenalkan Palu sabagai Kota Cokelat. Kalau kita baru mendarat di bandara kita cari untuk relaksasi kita minum cokelat hangat. Jadi harus kita mulai jadikan cokelat sebagai ikon Palu. Ini bisa juga sebagai oleh-oleh, atau untuk diberikan untuk pacar,” kata Saleh Husin.
Untuk mewujudkan hal itu, Saleh Husin berjanji akan membantu para petani yang tak punya alat produksi. Selain itu dia juga berharap agar Rumah Cokelat di Sulawesi Tengah dapat menjadi motivasi bagi Provinsi-Provinsi penghasil kakao di Indonesia untuk mengembangkan industri hilir kakao di daerah masing-masing.
“Berkembangnya industri hilir pengolahan kakao tidak terlepas dari ketergantungan akan bahan baku biji kakao,” ujarnya. (*)