Jokowi Setujui Program Sampah Jadi Energi

Incinerator, pengubah sampah menjadi listrik di China (dok. quietkinetic.wordpress.com)
Incinerator, pengubah sampah menjadi listrik di China (dok. quietkinetic.wordpress.com)

Jakarta, Villagerspost.com – Presiden Joko Widodo menyetujui program mengolah sampah menjadi energi yang diputuskan dalam rapat terbatas bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Menko Kemaritian dan Energi di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/2) sore. Dalam rapat itu, Jokowi berharap program sampah menjadi energi ini bisa segera dilaksanakan tanpa harus ada pembahasan lagi.

“Sekadar mengingatkan, mengenai pengelolaan sampah menjadi energi listrik. Ini sudah kita bahas ndak tahu berapa kali. Dan saya harapkan ini adalah rapat yang terakhir,  dan sudah putus, dan langsung bisa dikerjakan, dilaksanakan,” kata Presiden Jokowi dalam pengantarnya seperti dikutip setkab.go.id. (Baca Juga: Sampah Jadi Energi, Kebijakan Terburu-Buru)

Jokowi mengingatkan, dirinya juga sudah beberapa kali meminta adanya penggunaan teknologi agar pengelolaan sampah bisa efektif dan cepat bisa hilang dari kota-kota besar di Indonesia. Pemerintah bersama masyarakat juga sudah menerapkan program bank sampah di beberapa kota termasuk budaya reduce, reuse dan recycle. “Pada sore hari ini saya kira kita akan kembali, sampah sebagai sumber energi listrik. Dan kita harapkan ini menambah pasokan listrik kita,” tegas Jokowi.

Hal terpenting dari program ini, kata dia, selain menghilangkan sampah dari kota-kota besar juga membuat sampah menghasilkan energi. “Mungkin ini nanti hal yang berkaitan dengan masalah harga berapa dan di kota yang mana,” ujarnya.

Untuk pilot project program ini, pemerintah sudah menunjuk tujuh kota yang akan mengawali percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah. Ketujuh kota yang akan dijadikan pilot project itu adalah: Jakarta, Bandung, Tangerang, Semarang, Surabaya, Solo dan Makassar.

Ketujuh kota itu dipilih karena memiliki voume sampah harian yang besar hingga di atas 1000 ton per hari, kecuali Solo. Namun Solo dimasukkan agar dapat menjadi pilot project untuk kota-kota menengah yang produksi sampahnya antara 200-250 ton per hari.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan, penunjukan ketujuh kota yang akan menjadi pilot project pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah itu akan dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang akan diajukan oleh Menko Perekonomian berkoordinasi dengan Menko Kemaritiman. “Pemerintah berharap dengan ditunjuknya tujuh kota ini persoalan sampah yang selama ini menjadi persoalan yang sangat serius bagi kota-kota besar di seluruh Indonesia akan tertangani,” ujar Pramono.

Mengenai mekanisme pembelian hasil ataupun listrik yang dihasilkan dari sampah tersebut, menurut Seskab, nantinya akan diatur dalam Perpres yang sedang dipersiapkan oleh Menko Perekonomian itu. Menko Perekonomian Darmin Nasution mengemukakan, pemerintah akan melakukan penyederhanaan perizinan dan non perizinan.

Dengan kemudahan perizinan ini, diharapkan masalah pengelolaan sampah bisa terselesaikan, dan ke depannya tidak lagi menjadi persoalan yang laten. Sesuai draft Peraturan Presiden (Perpres) yang sudah diparaf oleh menteri terkait, menurut Darmin, hasil listrik dari pembangkit berbasis sampah wajib dibeli oleh PT PLN (Persero).  “Soal harga mereka akan berunding, kalau ada yang tidak selesai pemerintah pusat akan turun tangan ya,” kata Darmin.

Darmin menjelaskan,  pembangunan pembangkit listrik pengolahan sampah ini sebetulnya bukan barang baru. Banyak daerah yang sudah melakukannya tetapi masih sangat berbeda-beda satu sama lain. Dia meyakini ke depan, akan ditemukan mekanisme dan pola-pola yang makin efisien, sehingga tidak akan memberatkan bagi anggaran negara.

“Bagaimana pun juga ini adalah energi baru dan terbarukan. Pemerintah telah berjanji pada tahun 2030, kita 29 persen energi kita itu adalah energi baru dan terbarukan. Itu adalah janji di dunia internasional ya. Janji di di Paris kemaren dan sebagainya,” papar Darmin.

Terkasi persoalan lingkungan, kata Darmin, pembangkit listrik yang dibangun dari sampah itu tidak pernah besar. Karena itu, jangan pernah membayangkan berpuluh-puluh apalagi beratus-ratus megawatt bisa dihasilkan.

“Jadi jangan dilihat ini sebagai upaya yang bisnis atau ekonomi menyelesaikan persoalan listrik, bukan. Ini gabungan dari menyelesaikan persoalan sampah, persoalan lingkungan, persoalan listrik sekaligus, dan persoalan sosial ya,” tegas Darmin.

Menurut Darmin, nanti kemungkinannya bisa bermacam-macam, di Surabaya misalnya ada pemakaian kembali dari pemerintah kota dari listrik yang dihasilkan itu. Tapi ada juga yang arahnya ini ke PLN. “Kalau dijual ke PLN, ya kita susah mengukur-ukurnya kemana saja dia dipakai, dia akan bercampur dengan listriknya PLN,” ujarnya. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.