Jumlah BUMDes Jauh Lampaui Target RPJMN
|
Jakarta, Villagerspost.com – Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi mengatakan, jumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang terbentuk hingga saat ini jumlahnya jauh melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Jumlah BUMDes, menurutnya, sangta spektakuler karena bisa melampaui target RPJMN hingga enam kalinya.
Selama lima tahun dalam RPJMN (2014-2019), awalnya ditargetkan berdiri 5.000 BUMDes. “Tapi nyatanya sekarang sudah terbentuk enam kali lipat. Hampir 35.000 BUMDes yang lahir,” kata , Anwar, saat menjadi pembicara pada Forum Tematik Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas) Kemendes PDTT di Bali, Selasa (24/7).
Meski demikian, ia mengakui masih banyak desa yang belum mengerti arah dan tujuan BUMDes yang telah terbentuk tersebut. Dia tak ingin pembentukan BUMDes hanya semata-mata menjadi wadah agar dana desa disalurkan sesuai program prioritas.
“Tapi banyak juga BUMDes yang sudah mencapai miliaran rupiah keuntungannya. BUMDes telah menjadi ikon di desa. Kami ingin BUMDes ini menjadi semacam penanda bahwa kebangkitan desa, kemandirian desa ditopang oleh BUMDes yang ada di desa itu,” lanjut Anwar.
Menghadapi minimnya pemahaman desa tentang BUMDes, Kemendes PDTT mendirikan wadah pembelajaran online yang dapat diakses gratis oleh seluruh elemen masyarakat melalui program Akademi Desa. Program tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang pengembangan kewirausahaan khususnya BUMDes.
“Jangan sampai BUMDes terjebak dengan istilah ‘BUMDes tangan di bawah’. Artinya selalu bergantung pada dana desa. Kita ingin BUMDes mandiri, salah satunya dengan menyiapkan edukasi melalui akademi desa,” tegasnya.
Anwar mengatakan, lahirnya program BUMDes senafas dengan spirit Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang Desa. Pembentukan BUMDes diawali dengan hasil musyawarah desa yang kemudian dituangkan dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes).
Meski demikian, ia menegaskan bahwa BUMDes yang terbentuk melalui Perdes telah memiliki kekuatan secara hukum. “Kita telah datang ke MA (Mahkamah Agung) dan mereka bilang ini (BUMDes) berbadan hukum,” terangnya.
Bukan Saingan Unit Usaha Lain
Pada forum yang sama, Staf Khusus Presiden RI Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika menegaskan, meski mampu berkembang pesat, ia mengingatkan bahwa hadirnya BUMDes tak boleh menjadi kompetitor bagi unit usaha lain.
“BUMDes meski berkembang di desa, tapi jangan sampai keberadaannya nantinya justru menjadi sumber persoalan ekonomi desa. Misalnya BUMDes jadi kompetitor bagi usaha yang sudah berjalan. Jangan,” ujarnya.
Erani mengatakan, untuk melahirkan dan memfasilitasi BUMDes bukanlah menjadi pekerjaan sulit. Namun memastikan BUMDes agar mampu menjadi sumber daya ekonomi desa adalah pekerjaan rumah yang memiliki tantangan besar. Menurutnya, BUMDes harus fokus pada isu yang mendorong kepentingan penguatan ekonomi desa.
“Kalau BUMDes fokus pada isu yang mendorong kepentingan penguatan ekonomi desa maka bisa menjadi berkah bagi desa,” ujarnya.
Erani mengakui, secara kuantitas jumlah BUMDes yang berdiri cukup signifikan, bahkan mampu melampaui target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional). Namun menurutnya, persoalan BUMDes tidak hanya mengenai berapa jumlah BUMDes yang berdiri, melainkan kepada efektifitas BUMDes dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi desa.
“BUMDes dari sisi jumlah sudah berlipat melampaui target. Namun yang penting adalah bagaimana caranya agar BUMDes bisa dikerjakan, ada isinya dan tidak kosong,” ujarnya.
Menurutnya, persoalan ekonomi saat ini tengah menjadi perhatian utama masyarakat. Hal tersebut dibarengi dengan besarnya arus informasi yang sulit dikendalikan. Ia berharap, Bakohumas kementerian/lembaga berperan aktif menyampaikan dan meluruskan informasi tidak benar di kalangan masyarakat.
“Tugas Humas kementerian/lembaga penting. Bukan hanya hadir di arena informasi, namun menyampaikan informasi yang tepat dan benar kepada masyarakat. Itu yang tidak gampang,” ujarnya.
Selain itu lanjutnya, isu ketimpangan juga tengah menjadi sorotan hangat. Menurutnya, penurunan ketimpangan yang kini berada pada angka 0,38 tidak lepas dari keseriusan pemerintah dalam penguatan ekonomi pinggiran.
“Misalnya dana desa, ada jaminan sosial secara masif dalam bentuk kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, membuka KUR (Kredit Usaha Rakyat) seluas-seluasnya,” ujarnya.
Editor: M. Agung Riyadi