Kakek Sapur Yang Dituduh Jadi Penyebab Karhuta, Akhirnya Benar-Benar Bebas

Petisi Kakek Sapur yang digalang di change.org (dok. change.org)

Jakarta, Villagerspost.com – Setelah berjuang mendapatkan keadilan, akhirnya Kakek Sapur dari desa Juking Panjang Kalimantan Tengah ini bisa menghela nafas lega. Kakek Sapur bisa kembali menjalani hidup secara normal, setelah pada Jumat (15/5) lalu, dibebaskan dari kewajiban melapor ke Pengadilan Negeri Muara Taweh.

Sebelumnya Kakek Sapur dinyatakan bebas bersyarat oleh Pengadilan Negeri Muara Taweh. Kakek Sapur juga menyampaikan rasa terimakasihnya kepada 20 ribu pendukung petisi, karena telah memberikan dukungan kepadanya.

“Tidak ada lagi kewajiban untuk wajib lapor ke Pengadilan Negeri Muara Taweh. Kakek Sapur sekarang sudah bisa berkumpul dengan keluarga. Dan menjalani kehidupan normal seperti dulu lagi,” katanya, seperti dikutip dari update petisinya, Selasa (19/5).

Kakek Sapur menyampaikan rasa terimakasihnya terhadap dukungan publik terhadap kasus yang dialaminya. Kakek Sapur awalnya dituntut Jaksa PN Muara Taweh dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp3 miliar. Karena dituduh jadi penyebab kebakaran hutan. Padahal ia hanya membersihkan ladangnya, itu pun sudah ia beri sekat agar api tak menjalar. Tetap saja Kakek Sapur ditangkap.

Berikut kutipan petisinya di www.change.org/bebaskansipeladang: “Sehari sebelum ditangkap, Kakek Sapur ke ladang kecilnya untuk kumpulkan daun dan dahan kering yang telah dibabat. Lalu ia mengumpulkan serabut kelapa dan mancis untuk dibakar. Tak lupa ia memberi sekat agar api tidak merembet ke mana-mana”.

Kata pendamping hukumnya, Kakek Sapur tidak melakukan pembakaran hutan. Kakek Sapur pun selalu melapor ke Kades terkait rencananya untuk mengelola lahannya.

Kakek Sapur hanya peladang kecil, yang sehari-harinya mencari nafkah secukupnya. Bahkan kondisi kesehatannya pun memprihatinkan. Kakek Sapur sudah nggak bisa melihat jelas. Jarak pandangnya hanya 10 sentimeter aja. Tidak lebih! Ditambah lagi pendengarannya yang juga kurang jelas.

Bukan cuma satu atau dua kali peladang dikriminalisasi. Peladang lain, Pak Bongku dari suku Sakai, Bengkalis, Riau juga mengalami hal serupa. Pak Bogku dituntut 1 tahun penjara dan denda 500 juta rupiah karena menggarap lahan di tanah ulayat masyarakat hukum adat Sakai, tanah leluhurnya.

Petisinya di laman Change.org dibuat oleh Dede Kurnia dari Koalisi Pembela Hak Masyarakat Adat dengan judul #Bebaskanbongku Stop Kriminalisasi Masyarakat Adat! Masih banyak lagi kasus yang menimpa petani dan peladang kecil. Mereka terus berjuang untuk mendapatkan keadilan.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.