Kampanye Anti Sawit Merusak, Aktivis Greenpeace Duduki Kilang Sawit Wilmar
|
Jakarta, Villagerspost.com – Dua puluh tiga aktivis Greenpeace bersama empat personel grup band musik Boomerang hari ini, Selasa (25/9) melakukan aksi damai dengan menduduki kapal penyuplai minyak sawit dan kilang sawit timbun milik Wilmar. Greenpeace menilai, Wilmar merupakan perusahaan pedagang minyak sawit terbesar dunia yang masih terkait praktik perusakan hutan di Indonesia dan memasok sawit bagi merek-merek ternama yaitu Nestlé, Unilever, Colgate dan Mondelez.
PT Multi Nabati Sulawesi (PT MNS) salah satu fasilitas kilang minyak sawit milik Wilmar di Bitung Sulawesi Utara menjadi target karena mengolah minyak sawit dari produsen utama yang menghancurkan hutan di Kalimantan dan Papua. “Minyak Sawit yang diproduksi Wilmar ini telah terkontaminasi minyak sawit hasil dari praktek-praktek deforestasi di berbagai wilayah Indonesia termasuk di Papua. Kami mendesak Wilmar segera menepati janjinya dalam membersihkan rantai pasoknya dari para perusak hutan,” kata Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Global untuk Indonesia.

Tim Greenpeace yang beraksi kali ini berasal dari Indonesia, Malaysia, Thailand, FilipinaPhilipina, Perancis, Inggris dan Australia. Setelah mereka berhasil menduduki tangki timbun penyimpan minyak sawit setinggi 5 meter, para aktivis membentangkan spanduk bertuliskan ‘Drop Dirty Palm Oil’ setinggi 5 meter, kemudian musisi Boomerang memainkan lagu di atas tangki. Sementara, aktivis lainnya mengecat lambung kapal tangker bertuliskan ‘Stop Deforestation Now’ dan menempelkan pesan ‘Sawitmu Merusak Hutan.’
“Kondisi hutan Indonesia sangat menyedihkan, inilah yang membuat saya bersemangat terlibat dalam aksi damai ini. Semoga ini bisa menjadi peringatan terhadap perusahaan-perusahaan untuk lebih berhati-hati atas dampak lingkungan dari apa yang telah mereka perbuat,” kata vokalis band Boomerang Andi Babas.
Sektor perkebunan – kelapa sawit dan bubur kertas – adalah penyebab penggundulan hutan terbesar di Indonesia. Sekitar 24 juta hektare hutan hujan dihancurkan di Indonesia antara tahun 1990 dan 2015, menurut angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
Pekan lalu, investigasi Greenpeace International mengungkapkan bahwa 25 produsen minyak sawit telah menggunduli 130.000 hektare hutan hujan sejak 2015. Wilmar juga membeli dari 18 kelompok minyak sawit; yang 3 di antaranya merupakan pemasok untuk kilang PT MNS tempat aksi berlangsung.

Greenpeace International menggunakan citra satelit untuk mengidentifikasi 130.000 hektare deforestasi oleh 25 kelompok produsen sejak 2015. Sejumlah 51.600 hektare (40%) berada di Papua Indonesia dengan 26.100 hektare lebih lanjut (20%) yang bersebelahan di Papua Nugini–wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati di bumi dan sampai saat ini belum tersentuh oleh industri kelapa sawit.
Ketika Greenpeace International mempertanyakan kepada Wilmar tentang kelompok produsen ini, telah terkonfirmasi bahwa itu berasal dari 18 kelompok produsen. Kemudian ini menghentikan suplai yang bersumber dari beberapa kelompok.
Menurut data rantai pasokan yang diterbitkan oleh Wilmar, sejumlah 3 dari kelompok produsen yang disebutkan dalam investigasi Greenpeace Internasional – Central Cipta Murdaya, Gama dan keluarga Fangiono – memasok kelapa sawit ke PT Multi Nabati Sulawesi pada tahun 2017, periode terbaru datanya tersedia.
Sepeti diketahui, pengembangan perkebunan adalah akar penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia. Pada bulan Juli 2015, bencana kebakaran hutan dan lahan melanda Sumatera, Kalimantan dan Papua. Kebakaran ini menghasilkan kabut yang mengganggu jutaan orang di wilayah Asia Tenggara.
Para peneliti di Universitas Harvard dan Columbia memperkirakan bahwa asap kebakaran tahun 2015 diduga telah menyebabkan 100.000 kematian prematur. Bank Dunia menghitung biaya kerugian bencana sebesar 16 miliar dolar Amerika Serikat.

Deforestasi dan perusakan lahan gambut adalah sumber utama emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Ini telah mendorong Indonesia ke tingkat teratas penghasil emisi global, di samping Amerika Serikat dan China.
“Greenpeace menyerukan kepada Wilmar untuk menghentikan suplai kelapa sawit yang bersumber dari para perusak hutan, dengan mewajibkan semua kelompok produsen dalam rantai pasokannya untuk mempublikasikan data lokasi pabrik dan peta konsesi untuk seluruh operasi mereka, serta memutuskan hubungan dengan semua kelompok produsen yang nakal,” tegas Kiki.
Editor: M. Agung Riyadi