Kasus Kayu Ilegal, Dua Pengusaha Dihukum 5 Tahun Penjara Secara In Absentia
|
Jakarta, Villagerspost.com – Dua orang pengusaha, yaitu Salahuddin Toto Hartono, S.Hut alias Toto (47 th) dan Sutarmi (46 th), dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp2,5 miliar oleh PN Makasar, terkait kasus kayu ilegal. Putusan itu dijatuhkan secara in absentia (tanpa kehadiran terdakwa) lantaran kedua orang tersebut, masih berstatus buronan.
Terdakwa Sutarmi adalah Direktur CV Rizki Mandiri Timber, pemilik 29 kontainer berisi kayu illegal jenis merbau dengan volume 579,00 meter kubik. Sedangkan terpidana Salahuddin Toto Hartono, S.Hut alias Toto merupakan Kuasa Direktur CV Mevan Jaya selaku pemilik 3 kontainer kayu illegal jenis merbau sebanyak 59,96 meter kubik.
Menanggapi putusan in absentia terhadap kedua direktur ini, Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, persidangan dan putusan secara in absentia terhadap Sutarmi dan Salahuddin Toto Hartono pertama kali dilakukan. “Putusan ini merupakan sejarah dalam penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan,” ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Sabtu (25/2).
Rasio Sani mengatakan, putusan pidana penjara dan denda secara in abstentia ini harus menjadi pembelajaran bagi pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. “KLHK terus konsisten dan tidak akan berhenti menindak dan menegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan yang telah merusak lingkungan hidup dan kawasan hutan serta merugikan negara. Kami akan menggunakan semua instrumen yang ada-agar ada efek jera,” tegas Rasio Sani.
Rasio Sani menambahkan, penegakan hukum secara in absentia ini merupakan bukti komitmen pemerintah dan negara dalam melindungi sumber daya alam dan kekayaan negara dari ancaman kejahatan. Sumber daya alam Indonesia, harus sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Kami mengapresiasi Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Kejaksaan Negeri Makasar yang telah membawa kedua terdakwa ke pengadilan dan Majelis Hakim PN Makasar yang telah menyidangkan dan memutuskan hukuman pidana penjara dan denda kepada kedua terpidana secara in absentia,” papar Rasio Sani.
Proses penegakan hukum secara in absentia terhadap kedua terdakwa, diambil setelah keduanya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Penyidik Gakkum KLHK telah memanggil secara patut, menerbitkan DPO, mencari kedua terdakwa sesuai alamat bersangkutan, serta mengumumkan di surat kabar nasional dan media sosial, tetapi Sutarmi dan Toto Salehudin tidak kooperatif hadir dan penyidik belum menemukan keberadaannya.
Oleh karena kedua tersangka tidak kooperatif dan DPO, Penyidik Gakkum LHK berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi mendorong untuk dilakukan penegakan hukum in absentia sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan bahwa dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah tidak hadir disidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa.
Selama persidangan berlangsung sejak bulan September 2022 sampai dengan Desember 2022, terdakwa telah dipanggil secara patut, namun tidak hadir mengikuti jalannya persidangan (in absentia).
Kedua terdakwa diputuskan secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana turut serta tidak memiliki izin mengangkut keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Ayat 1 Huruf b Jo. Pasal 12 Huruf e, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK mengatakan, kasus ini berawal dari operasi penegakan hukum yang dilakukan oleh Satgas penyelamatan Sumber Daya Alam Papua, Gakkum LHK, bersama dengan Lantamal 6 TNI AL di areal dermaga Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar. Pada tanggal 5 Januari 2019 sekitar pukul 11.00 WITA Tim operasi menemukan kapal barang MV Strait Mas Jakarta, sedang bongkar-muat kontainer yang di dalam lambung kapal tersebut.
Pada saat itu ditemukan sebanyak 57 kontainer yang berisi kayu jenis merbau yang diduga ilegal, tidak memiliki Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan berupa dokumen SIPUHH ON LINE yaitu SKSHHKO (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu olahan). Selanjutnya 57 kontainer diamankan oleh Tim Operasi dan Gakkum KLHK kemudian Penyidik Balai Gakkum KLHK Sulawesi melakukan proses penyidikan.
“Kami juga mengapresiasi Korwas PPNS Polda Sulsel dan Lantamal VI Makasar yang telah mendukung proses penegakan hukum ini,” kata Yazid.
Editor: M. Agung Riyadi