Kasus PT MMP: Negara Jangan Kalah dari Korporasi
|
Jakarta, Villagerspost.com – Koalisi Selamatkan Pulau Bangka meminta agar negara jangan kalah dengan korporasi dalam kasus pertambangan di Pulau Bangka. Jull Takaliuang dari Yayasan Suara Nurani Minesa mengatakan, pasca pencabutan IUP (izin usaha pertambangan) Operasi Produksi oleh Menteri ESDM, status hukum atas keberadaan PT Mikgro Metal Perdana (MMP) di Pulau Bangka sudah illegal.
“Dan sudah semestinya pemerintnah, baik pusat maupun daerah bersikap dan bertindak tegas, tidak takluk dihadapan PT MMP,” kata Jull Takaliuang, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Kamis (2/11).
Karena status hukum keberadaan PT MMP di Pulau Bangka illegal, pemerintah, kata Jull, harus segera melakukan rehabilitasi dan pemulihan. Tidak boleh terpengaruh apalagi takut dengan ancaman PT MMP,” tegasnya.
Seperti diketahui, pasca pencabutan IUP Operasi Produksi PT Mikgro Metal Perdana (MMP) oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, pada 23 Maret 2017 lalu, pihak perusahaan tambang tetap membangkang, tidak mematuhi Keputusan Menteri ESDM Nomor 1361K/30/MEM/2017 yang mencabut IUP OP PT MMP.
“Pencabutan IUP Operasi Produksi PT MMP ini, kami nilai sebagai posisi tegas negara yang, patut diapresiasi sebagai tindakan mematuhi hukum atas perkara yang dimenangkan warga Pulau Bangka dan telah berkuatan hukum tetap,” kata Melky Nahar dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
Sayangnya, fakta yang terjadi di Pulau Bangka pasca pencabutan izin tambang oleh Jonan berjalan lain. PT MMP tetap ngotot ingin menambang, hingga pada Kamis, 26 Oktober 2017, terdapat 10 orang yang diketahui merupakan securty PT MMP yang secara sengaja menghadang dan melarang tim dari Kantor Staf Kepresidenan, Perwakilan Kemenko Maritim, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang hendak meninjau lokasi tambang PT MMP di Pulau Bangka, untuk kemudian dilakukan rehabilitasi dan pemulihan.
Akibat penghadangan dan larangan dari security PT MMP tersebut, tim dari Kantor Staf Kepresidenan, Kemenko Maritim, dan KKP batal meninjau lokasi tambang, lalu diarahkan ke desa Ehe, desa yang mayoritas masyarakatnya mendukung kehadiran perusahaan tambang. Karena itulah pihak koalisi menegaskan agar pemerintah tidak boleh kalah dari korporasi, khususnya dalam kasus PT MMP ini.
Marthin Hadiwinata dari KNTI menegaskan, Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Povinsi Sulawesi Utara telah disahkan dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah No 1 Tahun 2017 tentang RZWP3K. Dalam perda tersebut diatur, Pulau Bangka tidak diperuntukkan untuk pertambangan.
“Membiarkan PT MMP tetap beroperasi adalah upaya menabrak putusan hukum yang sudah inkracht dari Mahkamah Agung dan akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Lebih jauh, ketika pembiaran ini dilakukan, kami menduga pemerintah sedang bekerja untuk kepentingan PT MMP, bukan untuk rakyat,” tegas Marthin.
Sementara itu, Ony Mahardika dari Walhi menegaskan, polisi harus menindak tegas oknum security PT MMP yang menghadang tim utusan Presiden.
“Tim Rehabilitasi yang terdiri dari KKP, Kemenko Kemaritiman, KSP, dan stakeholder terkait harus berkoordinasi dengan masyarakat dan Koalisi Selamatkan Pulau Bangka sebelum turun ke lokasi,” tegasnya. (*)