Kekeringan, Sawah Puso di Indramayu Meluas
|
Jakarta, Villagerspost.com – Musim kering yang melanda banyak wilayah sentra produksi padi mulai membawa dampak yang kurang menggembirakan. Di Indramayu, ribuan hektare areal persawahan mengalami gagal panen alias puso.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu Takmid menjelaskan, hingga tanggal 24 Juli 2019, tercatat luas areal sawah yang mengalami puso akibat kekeringan mencapai 5.666 hektare. Namun berdasarkan data tanggal 5 Agustus 2019, luas areal persawahan yang mengalami puso semakin meluas yaitu mencapai 7.500 hektare.
Sementara itu, sekitar 7.500 hektare lahan lainnya juga mengalami kekeringan, baik kekeringan berat, sedang maupun ringan. “Sawah yang puso memang bertambah luas,” kata Takmid, Rabu (7/8).
Takmid memaparkan, kondisi puso saat ini telah membuat produksi padi di Kabupaten Indramayu pada musim gadu 2019 menjadi berkurang. Menurutnya, tingkat produksi padi di Indramayu rata-rata mencapai enam ton per hektare.
Untuk itu, dengan luas lahan puso yang kini mencapai 7.500 hektare, maka produksi padi yang hilang sedikitnya sudah mencapai 45.000 ton atau 45.000.000 kilogram (kg). Jika dikalikan dengan HPP GKP (gabah kering panen) senilai Rp4.070 per kg, maka kerugian yang dialami petani akibat puso saat ini sudah sekitar Rp183 miliar.
Adapun target produksi padi di Kabupaten Indramayu sekitar 1,7 juta ton per tahun. Takmid mengakui, meski puso kerap menjadi ancaman, kepesertaan asuransi pertanian di kalangan petani di Indramayu masih minim. Padahal, sosialisasi sudah dilakukan. “Sejak awal petani diajak ikut asuransi pertanian, mereka banyak alasan (menolak). Tapi ketika puso, mereka minta bantuan,” tutur Takmid.
Takmid berharap, petani bersedia mengikuti asuransi pertanian. Dengan premi yang dibayarkan petani hanya sebesar Rp 36 ribu per hektare per musim, klaim yang akan diterima petani yang mengalami puso mencapai Rp 6 juta per hektare per musim.
Dalam kesempatan itu Takmid memaparkan, areal tanaman padi yang sudah mengalami puso itu di antaranya tersebar di Kecamatan Kandanghaur, Losarang, Gabuswetan, Kroya dan Gantar. Sementara, beberapa wilayah tetap berhasil panen meski jumlahnya minim, yaitu di kisaran 20 persen dari total luas tanam yang mencapai sekitar 110 ribu hektare.
Takmid mengatakan, wilayah yang sudah panen itu tersebar di sejumlah wilayah hulu. Karenanya, mereka tidak lagi membutuhkan air sehingga pasokan air semestinya cukup untuk mengairi areal sawah di wilayah hilir. “Tapi, lahan-lahan di wilayah hilirnya sudah puso. Tidak bisa terselamatkan,” ujar Takmid.
Editor: M. Agung Riyadi