Kelembagaan Pangan Nasional Mendesak Dibentuk untuk Mempercepat Kedaulatan Petani dan Pangan
|Bogor, Villagerspost.com – Pembentukan kelembagaan pangan nasional dinilai sangat mendesak untuk dilaksanakan sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Telah sembilan tahun berlalu sejak terbitnya UU Pangan, amanat tersebut belum juga dilaksanakan.
Padahal undang-undang mengatakan selambatnya tiga tahun setelah diundangkan harus sudah ada. Hal inilah yang menjadi alasan digelarnya acara “Obrolin Pangan: Kelembagaan Pangan Sampai Dimana?” yang digelar Tani Center, IPB University dan Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Kamis (8/4).
Kepala Tani Center IPB University Hermanu Triwidodo mengatakan, persoalan pangan dari tahun ke tahun terus terjadi, baik terkait polemik produksi, impor pangan, dan ketidakharmonisan antar lembaga yang memiliki kewenangan atas pangan. Karena berulang terus persoalan-persoalan itu kemudian dianggap biasa.
“Oleh karenanya kita perlu membuat terobosan untuk mengatur tata kelola hubungan antara lembaga terkait dengan pangan ini,” ujar Hermanu.
Undang-Undang Pangan menyatakan perlu adanya kelembagaan pangan baru. Kehadiran kelembagaan baru ini tentu saja perlu dilakukan karena dimandatkan. “Namun demikian, perlu diingat juga bahwa kehadiran kelembagaan baru ini jangan sampai menghadirkan persoalan baru atau bahkan menjadi persoalan itu sendiri,” ungkap Hermanu.
Hermanu mengingatkan tentang pentingnya menempatkan kelembagaan pangan baru ini sebagai jalan untuk memperkuat ketersediaan pangan pada satu sisi dan meningkatkan derajat kehidupan produsennya pada sisi lain. Kelembagaan pangan harusnya menjadi alat untuk menyejahterakan dan memuliakan petani bukan sebaliknya.
“Karenanya penting untuk dipastikan kelembagaan pangan ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu oleh kelompok tertentu,” tambah Hermanu.
Sementara itu, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengungkapkan, selama ini kewenangan mengurus pangan tersebar di berbagai kementerian dan lembaga yang kerap kali menimbulkan persoalan. Salah satunya perbedaan data dan ego lembaga.
Data produksi pangan pokok yang terus berbeda antara satu lembaga dengan lembaga lainnya. Hal yang sama juga terjadi dalam kasus impor beras baru-baru ini. Antar lembaga saling menyampaikan alasan antara setuju dan menolak.
“Persoalan pangan yang terus terjadi menunjukkan bahwa tata kelola dan kelembagaan pangan kita masih lemah. Kebijakan yang dibuat juga sering kali kurang akuntabel dan transparan serta jauh dari partisipatif. Harapannya, hal ini bisa diselesaikan dengan adanya kelembagaan pangan baru,” kata Said.
Said mengingatkan tentang kelembagaan badan pangan nasional ini harus menjawab persoalan mendasar yang ada di kelembagaan pangan yang sudah ada. Persoalan itu antara lain terkait kewenangan koordinatif, kewenangan regulatif, budget (anggaran), sinkronisasi data, kontrol serta pengawasan publik yang masih lemah.
“Untuk bisa memperbaiki situasi sekarang, maka kelembagaan pangan yang akan dibentuk harus memiliki sekurangnya empat hal tersebut,” tegas Said.
Kelembagaan pangan harus mampu dan memiliki kewenangan koordinatif sehingga semua lembaga terkait pangan dapat seiring sejalan. Pada sisi lain juga harus punya kewenangan membuat regulasi supaya implementasi program menjadi kuat.
“Hal penting lainnya tentu saja soal budget yang cukup dan ketersediaan data tunggal serta adanya partisipasi publik dalam melakukan kontrol,” pungkas Said.
Editor: M. Agung Riyadi