Ketersediaan Cabai Aman, Kementan Minta Masyarakat Tenang Hadapi Gejolak Harga

Ilustrasi perkebunan cabai (dok. kementerian pertanian)

Jakarta, Villagerspost.com – Kementerian Pertanian mengembangkan Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini, untuk yang dapat memberikan acuan untuk pola tanam agar tidak terjadi over produksi. EWS ini dikembangkan, salah satunya untuk meredam gejolak harga beberapa komoditas pertanian seperti cabai dan bawang merah yang sangat fluktuatif. Data EWS tersinkronisasi ke seluruh provinsi di Indonesia yang datanya langsung dari tingkat kecamatan.

Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan, gejolak harga cabai dan bawang misalnya, bukan dikarenakan kekurangan pasokan tetapi lebih karena karakteristik dari komoditas tersebut. “Cabai misalnya, merupakan komoditas yang mudah rusak (perishable). Produksi cabai ataupun bawang merah sangat bertumpu pada musim,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Minggu (31/1).

Daya tahan cabai segar hanya berkisar antara satu sampai tiga hari. Semakin rendah kesegarannya, maka akan semakin jatuh harganya. Di sisi lain, harga bawang merah relatif stabil dari cabai karena karakteristiknya yang lebih tahan lama dan mengalami penyusutan yang lebih sedikit.

Karenanya dengan adanya EWS ini, maka gejolak harga kedua komoditas tersebut dapat dipantau dan dikendalikan. Karena itu, Prihasto yakin, gejolak harga cabai belakangan ini, hanya bersifat sementara.

“Jika dilihat dari prognosa ketersediaan produksi dalam Early Warning System (EWS), untuk komoditas cabai dan bawang tidak menunjukkan neraca yang negatif. Masih surplus hingga empat bulan ke depan,” jelasnya.

Secara kumulatif nasional, surplus produksi bawang merah bulan Januari-April sebanyak 57 ribu ton rogol (bawang tanpa daun). Surplus cabai besar bulan Januari-April sebanyak 107 ribu ton ton, dan cabai rawit sebanyak 111 ribu ton.

Selain menjaga ketersediaan, Prihasto menerangkan, di sisi hilirnya, Kementan menyediakan distribusi transportasi agar cabai atau bawang merah dapat dibawa dari daerah yang harganya rendah ke daerah yang harganya tinggi. Dengan demikian, produsen maupun konsumen sama-sama bisa dibantu.

Berdasarkan data yang diambil dari Sistem Informasi Pemasaran Hortikultura, harga beberapa komoditas strategis seperti cabai merah keriting relatif masih terkendali. Harga ini memang sempat tinggi pada pertengahan Desember 2020 hingga pertengahan Januari 2021 tetapi kembali turun pada akhir Januari 2021.

Karenanya terhadap gejolak harga cabai, Prihasto, meminta masyarakat agar dapat berlaku tenang. “Angka kebutuhan cabai rawit pada Februari 70.005 ton sementara prognosis diperkirakan 89.717 ton. Ini artinya terjadi surplus yang kemungkinan besar harga akan kembali normal,” jelasnya.

Meskipun agak tinggi, beberapa pengamat ekonomi menyarankan pemerintah tidak ikut intervensi akan kenaikan harga sejumlah komoditas terkecuali bawang putih. Hal ini untuk memperbaiki Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus merosot selama pandemi Covid-19.

Untuk mengatasi gejolak harga cabai terkait karakteristiknya yang mudah rusak, Kementan melalui Ditjen Hortikultura juga mengembangkan fasilitas rantai pendingin meliputi bangsal pasca panen, revitalisasi sub terminal agribisnis, bantuan cold storage dan truk berpendingin

Selain itu, Ditjen Hortikultura juga turut memfasilitasi rumah produksi, alat-alat pengering (dome drying), alat pengolahan pasta bawang atau pasta cabai. Ditjen Hortikultura juga turut menyediakan aplikasi penjualan daring (online) produk segar dan olahan secara gratis untuk pelaku agribisnis lewat platform hortitraderoom.com yang dapat diakses bebas bayar.

“Pemerintah juga mengajak pihak swasta dan BUMN untuk dapat menyerap produk dari petani,” pungkas Prihasto.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.