Ketika Dunia Bergabung, Serukan Penyelamatan Kawasan Ekosistem Leuser
|
Jakarta, Villagerspost.com – Kerusakan dan berbagai ancaman yang terjadi di Kawasan Ekosistem Leuser, telah menarik perhatian dunia. Berbagai aktivis lingkungan baik dari organisasi lokal dan internasional, termasuk seniman grafis ternama Asher Jay, dan fotografer peraih penghargaan dunia Paul Hilton, serta aktor Leonardo DiCaprio saat ini telah bergabung dalam gerakan bersama untuk menyelamatkan Kawasan Ekosistem Leuser.
Para aktivis dan pesohor dunia ini menggemakan satu pesan: Sudah waktunya untuk Ekosistem Leuser mendapatkan pengakuan layak yang penting sebagai prioritas konservasi global. Mereka kemudian menggunakan media seni grafis, fotografi, video dan realitas maya yang disebarkan melalui media sosial dan tradisional untuk mengangkat profil dari lanskap Ekosistem Leuser yang unik pada ketenaran, agar para pelaku industri berusaha untuk menghindari resiko reputasi sebagai penyebab kerusakan yang terjadi di Ekosistem Leuser demi mendapatkan keuntungan jangka pendek.
Ketua Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) Farwiza Farhan mengatakan, Ekosistem Leuser merupakan sumber daya vital yang memberikan kehidupan bagi jutaan orang, banyak diantaranya bergantung pada hutan yang sehat dan air bersih sebagai mata pencaharian utama mereka dari generasi ke generasi. “Melindungi hutan tak tergantikan dari Ekosistem Leuser merupakan prioritas lingkungan yang penting, namun disisi lain banyak masalah hak asasi manusia yang juga perlu mendapat perhatian,” kata Farwiza dalam pernyataan tertulis yang diterima Villagerspost.com, Kamis (30/3).
Kawasan Ekosistem Leuser dengan luas mencapai 2,6 juta hektare hutan hujan, menjadi salah satu yang terluas dan tersisa di Asia Tenggara. KEL juga menjadi tempat terakhir di dunia dimana orangutan, gajah, harimau, dan badak hidup bersama di alam bebas. Para ilmuwan satwa liar telah memperingatkan bahwa empat jenis satwa yang kini terancam punah akan punah selamanya jika hutan yang tersisa di Ekosistem Leuser ini hancur.
“Ekosistem Leuser merupakan harapan masa depan bagi kehidupan manusia dan satwa liar di bumi. Punah berarti hilang selamanya, namun terancam punah berarti kita masih punya waktu untuk menyelamatkan hewan-hewan yang luar biasa ini apabila kita bertindak sekarang untuk menyelamatkan Ekosistem Leuser,” kata Panut Hadisiswoyo dari Orangutan Information Center (OIC).
Ian Singleton dari Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) menegaskan, orang-orang harus memahami bahwa hutan Leuser ini jauh lebih bernilai ekonomi dan berharga apabila dibiarkan apa adanya, untuk kemakmuran jangka panjang populasi manusia yang berada sekitarnya, dibandingkan jika harus dieksploitasi demi keuntungan jangka pendek. “Kerusakan lingkungan yang kita lihat setiap tahun di hutan Indonesia tidak hanya membawa kerugian keanekaragaman hayati, namun juga sangat merugikan secara ekonomi,” tegasnya.
“Banjir bandang menghancurkan seluruh desa dan membunuh banyak orang. Kabut asap dari kebakaran membunuh dan menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang bagi manusia. Kondisi ini juga mengganggu aktivitas pertanian dan bisnis melalui pembatalan penerbangan dan gangguan berbagai aktivitas lainnya,” imbuh Ian.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wildlife Asia Clare Campbell menyatakan: “Kita secara tragis tengah berada di titik kehilangan badak Sumatra. Ekosistem Leuser adalah benteng harapan terakhir bagi kehidupan satwa ini dan satwa lainnya yang terancam punah. Kita memiliki satu kesempatan terakhir untuk melindungi orangutan, badak, harimau, dan gajah Sumatra dengan mendorong dunia untuk mengenal dan mencintai Leuser,” tegasnya.
Ekosistem Leuser merupakan ekosistem bersejarah yang dikenal oleh ilmu pengetahuan telah mengalami ribuan tahun evolusi tak terputus hingga menghasilkan salah satu konsentrasi keanekaragaman hayati tertinggi. Ekosistem ini kaya flora dan fauna, termasuk setidaknya 105 jenis mamalia, 386 jenis burung, 95 jenis reptil dan amfibi dan 8.500 spesies tanaman. Banyak diantaranya seperti Thomas Leaf Monkey, atau dikenal sebagai “Monyet Kedih” yaitu merupakan spesies endemik yang tidak dapat ditemukan di tempat lain.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh Muhammad Nur menegaskan, Kawasan Ekosistem Leuser memiliki kekayaan flora fauna yang tidak dimiliki tempat lainnya di dunia ini. KEL juga berfungsi sebagai kawasan yang melindungi sumber air bagi masyarakat yang tinggal di Aceh dan Sumatra Utara.
Sayangnya, kata dia, ancaman aktivitas pembukaan lahan untuk energi, perkebunan sawit, pembangunan jalan, pertambangan, penebangan liar yang tidak memperhatikan aspek hukum lingkungan, terus merusak keseimbangan KEL. “Oleh karena itu kebijakan tata ruang ruang aceh perlu memberikan perlindungan khusus terhadap KEL, dan perlu adanya pemahaman bersama mengenai kebijakan pengelolaan, pengendalian maupun pemanfaatan KEL antara internasional, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah,” ujarnya.
Ekosistem Leuser membentang diantara dua provinsi di Sumatra yaitu Aceh dan Sumatera Utara. Baru-baru ini Aceh telah mengangkat kembali mantan gubernur Irwandi Yusuf, yang terkenal dengan julukannya sebagai “Gubernur Hijau”. Beberapa pihak sangat berharap agar pada era kepemimpinan politik baru ini Irwandi akan memprioritaskan usaha konservasi Leuser pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan beberapa tahun-tahun terakhir.
Meskipun sekitar sepertiga dari wilayah Ekosistem Leuser ditunjuk sebagai Taman Nasional Gunung Leuser telah menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO, namun sebetulnya masih banyak wilayah Ekosistem Leuser dengan tingkat keanekaragaman hayati hutan hujan dataran rendah dan lahan gambut yang paling kaya berada di luar batas-batas taman nasional.
Direktur Eksekutif Rainforest Action Network (RAN) Lindsey Allen menyatakan, Kawasan Ekosistem Leuser adalah harta dunia dan menjadi salah satu hutan hujan utuh yang paling penting yang tersisa di dunia. Sayangnya, hanya sedikit orang yang telah mendengar dan tahu tentang Ekosistem Leuser. “Untuk bertahan hidup, Leuser perlu mendapatkan sorotan internasional melalui gerakan global yang didorong oleh orang-orang yang menyadari peran mereka dalam melindungi tempat luar biasa ini, dari kerusakan yang disebabkan oleh komoditas internasional seperti minyak kelapa sawit,” ujarnya.
Jutaan orang yang tinggal diwilayah tersebut tergantung pada sungai-sungai bersih yang berasal dari Ekosistem Leuser untuk air minum, melindungi dari banjir, dan irigasi bagi mata pencaharian masyarakat yang sebagian besar hidup dari pertanian. Sebuah gerakan konservasi lokal juga tengah berkembang dengan memasukkan upaya politik, ilmiah dan hukum yang kuat bagi warga yang tinggal di wilayah ini. Usaha tersebut dilakukan dengan memberikan advokasi untuk perlindungan dan strategi pertumbuhan hijau untuk pembangunan.
Rudi Putra dari Forum Konservasi Leuser (FKL) menyatakan, bagi orang-orang yang lahir dan dibesarkan di Aceh, nilai terdalam Ekosistem Leuser terdapat pada air yang disediakan. “Jutaan orang bergantung pada sumber air ini, ketika hutan rusak masyarakat kita akan mulai rusak juga. Ekosistem Leuser adalah tempat yang indah dan menarik. Ia memiliki kekuatan untuk membuat Anda menangis,” ungkapnya.
Sayangnya, kata Rudi, keserakahan demi kekayaan dan status telah mendorong banyak pihak mengambil keuntungan yang hanya bersifat sementara. “Sekarang kita menghadapi kenyataan menyedihkan bahwa apabila kerusakan hutan tidak berhenti, maka anak cucu kita suatu hari nanti akan hidup tanpa air. Tapi kita tidak lagi berdiri untuk mewarisi bencana bagi generasi yang akan datang. Kita akan terus berjuang kembali. Saya yakin jika kita bekerja sama, kita bisa memiliki kekuatan untuk mencegah kehancuran dan melindungi Ekosistem Leuser untuk masa depan kita bersama,” tegasnya.
Ekosistem Leuser muncul dalam film dokumenter Leonardo DiCaprio yang berjudul “Before the Flood” sebagai daerah yang berfungsi penting untuk melindungi keseimbangan iklim dunia, film ini kemudian menjadi film dokumenter yang paling banyak ditonton dalam sejarah. Selain dijuluki sebagai ‘ibukota orangutan dunia’, Ekosistem Leuser juga merupakan rumah bagi tiga rawa gambut utama yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan karbon paling kaya di bumi. Hutan-hutan rawa gambut yang basah menangkap sejumlah besar karbon dari atmosfer kita dan menyimpannya dengan aman di bawah tanah.
Sayangnya, meskipun ilegal, banyak lahan gambut ini dikeringkan dan dibakar untuk dijadikan industri perkebunan kelapa sawit. Ketika ini terjadi, polusi karbon dalam jumlah besar dilepaskan ke udara, peristiwa kebakaran terakhir diperkirakan telah menyebabkan 100.000 kematian di seluruh Asia Tenggara. Kebakaran hutan yang terjadi di puncak tahun 2015 telah membuat Indonesia melepaskan polusi karbon yang sama dengan jumlah polusi dari seluruh gabungan kegiatan ekonomi AS setiap harinya.
Direktur Eksekutif Canopy Nicole Rycroft secara ironi menyatakan, Ekosistem Leuser memiliki segalanya kecuali perlindungan. “Mitra pasar Canopy, termasuk diantaranya banyak merek fashion, percetakan, dan penerbit terbesar di dunia, bekerja sama untuk memastikan bahwa hutan hujan Leuser yang luar biasa bisa terus memberikan rahmat pada bumi kita,” ujarnya.
Sementara, Juru Kampanye Senior di SumOfUs Fatah Sadaoui mengatakan, dengan Ekosistem Leuser, perusahaan memiliki kesempatan untuk menunjukkan itikad baik mereka dan menjalankan komitmen mereka. “Setelah satu dekade janji minyak kelapa sawit berkelanjutan, komitmen, dan kebijakan, perusahaan barang-barang konsumsi seperti PepsiCo, Unilever dan Nestle memiliki tanggung jawab untuk melindungi salah satu ekosistem dan keanekaragaman hayati yang paling berharga di planet ini. Jam terus berdetak dan konsumen di seluruh dunia akan terus menyaksikan. Tidak akan ada jalan kembali bagi perusahaan jika tidak segera mengambil tindakan untuk memastikan pelestarian Ekosistem Leuser,” ujarnya.
Penjelajah National Geographic dan Konservasionis Kreatif Asher Jay mengatakan, saat ini hanya sedikit tempat tersisa di planet ini dimana sejarah evolusi dan biologi kita tetap utuh terjaga di alam liar bersama dengan berbagai perubahan peradaban yang terjadi di seluruh dunia. Tempat dimana garis keturunan sejati kita tersimpan dan terhubung dengan generasi mendatang.
“Lanskap yang mendahului keberadaan kita di planet ini, dimana tanah kaya dengan cerita, dan pohon-pohon tua berfungsi sebagai penjaga gerbang waktu. Ekosistem Leuser merupakan salah satu surga hijau itu, yang jika tidak kita dilindungi, kita akan kehilangan bukan hanya habitat untuk harimau, gajah, orangutan dan badak Sumatra yang tak tergantikan, tapi kita juga akan kehilangan sebagian besar sejarah cerita asal kita,” ungkap Asher Jay.
“Secara sederhana, melindungi Leuser berarti bahwa orangutan dan begitu banyak spesies lainnya dapat bertahan dan berkembang di alam liar. Dengan dukungan Anda, kami mendukung masyarakat lokal di Sumatra untuk berjuang melawan kehancuran Leuser,sebuah perjuangan yang harus bisa dimenangkan,” tegas Direktur Sumatran Orangutan Society Helen Buckland. (*)