KIARA dan PPNI Tolak Pembahasan Pedoman Perikanan Skala Kecil Bersama KKP, Ini Alasannya

Nelayan tradisional bakal terdepak dari wilayah penangkapan ikan akibat reklamasi (dok. knti)

Jakarta, Villagerspost.com – Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan, pihaknya, bersama Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia telah menolak undangan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), untuk membahas isu Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-scale Fisheries in the Context of Food Security and Poverty Eradication (SSF Guidelines). Penolakan ini dilancarkan, karena KIARA dan PPNI melihat, kebijakan KKP justru tak sejalan dengan kewajiban perlindungan dan penjaminan atas keberlanjutan usaha perikanan skala kecil.

“Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan keberlanjutan perikanan skala kecil. Pasalnya, perikanan skala kecil memegang peranan penting dalam rantai produksi perikanan dunia,” kata Susan, kepada Villagerspost.com, Jumat (15/4).

Hal itu ditegaskan oleh sidang Dewan FAO ke-149 pada tahun 2014 silam yang mengesahkan petunjuk sukarela tentang perlindungan perikanan skala kecil atau “Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-scale Fisheries in the Context of Food Security and Poverty Eradication (SSF Guidelines/pedoman perikanan skala kecil). Pedoman tersebut bertujuan untuk menjamin keberlanjutan, ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan perikanan skala kecil.

“Dengan lahirnya pedoman tersebut, secara jelas terlihat bahwa peranan perikanan skala kecil memegang peran penting dalam rantai produksi perikanan dunia,” kata Susan.

Terkait pengesahan SSF Guidelines tersebut, di level nasional, pada tahun 2016 Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 dengan semangat yang sejalan dengan pedoman perikanan skala kecil untuk melindungi dan memberdayakan perikanan skala kecil. Ironinya, pasca 9 tahun sejak disahkan, pedoman perikanan skala kecil belum berdampak signifikan terhadap perlindungan akan keberlanjutan dan kesejahteraan perikanan skala kecil sesuai dengan harapan pengesahan pedoman tersebut.

“Hal yang sama juga terlihat stagnasi progres perlindungan dan pemberdayaan perikanan skala kecil di Indonesia,” tegas Susan.

Karenanya, menjelang 9 Tahun SSF Guidelines KIARA bersama PPNI mendesak pemerintah untuk memprioritaskan perlindungan dan menjamin keberlangsungan perikanan skala kecil di Indonesia. “Menjelang 9 tahun pengesahan pedoman perikanan skala kecil, KIARA dan PPNI melihat bahwa terjadinya stagnasi perlindungan akan keberlanjutan dan kesejahteraan nelayan skala kecil, bahkan mengalami penurunan kuantitas nelayan,” papar Susan.

Data yang diperoleh KIARA dan PPNI menunjukkan, dari tahun 2009 hingga 2019, total penurunan sebanyak 151.108 jiwa nelayan. “Ini menunjukkan bahwa di negara kepulauan, Pemerintah masih gagap dan tidak serius dalam melindungi keberlanjutan dan kesejahteraan nelayan,” kata Sekretaris Jenderal PPNI Masnuah.

“Padahal seharusnya perikanan skala kecil memiliki peran yang sangat penting dalam rantai produksi perikanan tangkap di Indonesia, terutama dalam menyumbang kebutuhan protein bangsa dari sektor pangan laut,” tambah Masnuah.

KIARA dan PPNI mencatat bahwa hingga tahun 2023, terdapat tiga klasifikasi utama permasalahan serius yang dihadapi oleh perikanan skala kecil. Pertama, permasalahan sosial ekonomi politik. Lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja yang kemudian hari ini menjadi Perppu Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 menandai bahwa permasalahan perikanan skala kecil saat ini masih sama bahkan cenderung lebih berat, hal tersebut karena pemerintah menghapus defenisi skala ukuran kapal (tonase kapal) dalam kategori nelayan kecil.

KIARA melihat bahwa secara sistematis dan legal formil, pemerintah mendegradasi defenisi nelayan kecil yang akan berdampak terhadap semakin rentannya posisi nelayan kecil/tradisional dalam rantai produksi perikanan. “Hal inilah yang menjadi salah satu alasan KIARA menolak undangan dari KKP dalam membahas isu SSF Guidelines, karena posisi KKP hari ini yang bertolak belakang dengan pedoman perikanan skala kecil dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya dan Petambak Garam itu sendiri. Bahkan hingga saat ini belum ada pengakuan negara atas peran perempuan nelayan sebagai aktor penting dalam rantai produksi perikanan,” tegas Susan.

Kedua, permasalahan yang bersumber dari alam. Hal ini dapat dilihat dari meningkatkan bencana alam yang meningkatkan tingginya kerentanan perikanan skala kecil, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Krisis iklim yang tengah terjadi saat ini dapat dilihat dari intensitas banjir rob yang terjadi di wilayah pesisir dan pulau kecil.

“Permasalahannya adalah pemerintah saat ini melakukan praktik solusi palsu untuk menjawab isu krisis iklim seperti blue economy, konservasi/MPA yang mengusir masyarakat lokal dari ruangnya, pembangunan infrastruktur keras seperti giant sea wall untuk mengatasi banjir rob, setelah dicermati lebih jauh ternyata hal tersebut adalah kedok untuk melancarkan investasi,” kata Masnuah yang yang erat berhadapan dengan kasus banjir rob

Ketiga, permasalahan kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia (secara langsung maupun tidak langsung). Permasalahan ini disebabkan oleh buruknya tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan yang justru meminggirkan nelayan kecil atau nelayan tradisional sebagai pemegang hak utama dari ruang hidupnya. KIARA dan PPNI memotret praktik kerusakan alam dan perampasan ruang terjadi dari Indonesia barat hingga timur dalam 10 tahun terakhir.

“Alih fungsi hutan mangrove menjadi pertambakan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur; penimbunan pantai di Aceh, di Kepulauan Seribu, di Teluk Jakarta dan Pesisir Minanga; pertambangan di perairan pertambangan di perairan Pulau Rupat, Bangka, Pulau Wawonii, Pulau Sangihe, Pulau Obi; pariwisata di Pulau Sangiang dan Pulau Pari oleh korporasi wisata; hingga perusakan ruang kelola tradisional nelayan oleh nelayan cantrang di Sumatera Utara dan Kepulauan Masalembu,” terang Susan.

KIARA dan PPNI melihat, implementasi Panduan Perikanan Skala Kecil masih belum ada kemajuan yang berarti, hal itu juga telah disampaikan dalam agenda “Launch of the Regional Assessment Report on the SSF Guidelines’ Assessment in Asia and the Pacific” yang telah diselenggarakan pada 6 April 2023 di Sri Lanka. Rekomendasi yang dirumuskan dalam pertemuan tersebut sejalan dengan desakan KIARA dan PPNI kepada pemerintah Indonesia yaitu pertama, negara harus memberikan pengakuan customary right nelayan tradisional dan perempuan nelayan. Kedua, memberikan pengakuan identitas perempuan nelayan dalam rantai produksi perikanan.

Ketiga, negara merupakan aktor utama yang dapat memberikan perlindungan dan pemberdayaan serta menjamin ruang produksi nelayan tradisional dan perempuan nelayan tradisional dipenuhi melalui akses kepada BBM bersubsidi serta asuransi perlindungan nelayan. “Keempat, negara harus memastikan hak konstitusi nelayan tradisional dan perempuan nelayan!” pungkas Susan dan Masnuah.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.