KIARA: Segera Implementasikan UU Perlindungan Nelayan

Nelayan mempersiapkan kapal untuk melaut (dok. kiara)
Nelayan mempersiapkan kapal untuk melaut (dok. kiara)

Jakarta, Villagerspost.com – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengingatkan pemerintah agar memanfaatkan momentum Hari Nelayan yang jatuh pada hari ini, Rabu (6/4) untuk segera mengimplementasikan UU Perlindungan Nelayan. Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim mengatakan, KIARA merayakan Hari Nelayan secara serentak di beberapa daerah seperti Jakarta, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara, Jawa Tengah dan lainnya dengan semangat mempromosikan hak-hak nelayan tradisional Indonesia.

“Kami mendesak pemerintah untuk segera mengimplementasikan UU PPNI-PI-PG. Saatnya masyarakat pesisir mendapatkan posisi dan hak yang sama untuk maju serta ikut berkontribusi membangun bangsa maritim ini,” kata Halim dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com.

Seperti diketahui, DPR RI bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengesahkan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam (UU PPN-PI-PG) dalam sidang paripurna ke-21 masa tahun sidang 2015-2016. UU diharapkan akan memberikan solusi bagi kehidupan masyarakat pesisir dalam menghadapi persoalan sosio-ekonomi dan juga sosio-politik.

UU ini, menurut Halim sangat penting dalam memberdayakan nelayan. Pasalnya sebagai sebuah entitas sosial, masyarakat pesisir (nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir) kerap menghadapi ketidakadilan. “Selama ini, masyarakat pesisir hanya diposisikan sebagai penonton dari berbagai pencapaian kemajuan pembangunan,” ujar Halim.

Pada saat yang sama, masyarakat pesisir juga menghadapi sejumlah persoalan yang sangat serius. Pertama, laut yang masih merupakan wilayah yang asing yang berbahaya bagi manusia. Kedua, kerusakan dan kehancuran lingkungan akibat eksploitasi manusia. Ketiga, tingkat over ekploitasi perikanan yang tinggi. Keempat, polusi sumber daya pesisir dan laut. Kelima, ancaman perubahan iklim.

“Berbagai persoalan tersebut di atas, menjadikan wilayah pesisir sebagai salah satu lumbung kemiskinan di Indonesia,” ungkap Halim.

Data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyebutkan, terdapat 10.639 desa pesisir yang tersebar di 300 kabupaten/kota dari total sekitar 524 kabupaten/kota se-Indonesia. Dari desa pesisir tersebut jumlah penduduk miskin di pesisir mencapai 7,87 juta jiwa atau 25,14% dari total penduduk miskin nasional yang berjumlah 31,02 juta jiwa.

Fakta ini membuka mata kita bahwa masyarakat pesisir sangat membutuhkan skema perlindungan dan pemberdayaan. Dalam konteks ini, dengan disahkannya UU PPN-PI-PG pemerintah berkewajiban untuk mengalokasikan minimal 10% dari APBN untuk melindungi dan memberdayakan kehidupan mereka.

Selain itu, UU PPN-PI-PG mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah untuk melibatkan masyarakat pesisir dalam setiap forum pengambilan kebijakan. Di dalam pasal 5 disebutkan bahwa nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam harus dilibatkan dalam sejumlah perencanaan. Diantaranya adalah rencana tata ruang wilayah, rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, rencana pembangunan nasional, rencana pembangunan daerah, rencana anggaran pendapatan dan belanja negara, dan rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Melalui UU ini juga, pemerintah pusat dan daerah diharuskan untuk menyediakan skema asuransi. Di dalam pasal 28 disebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melakukan penjaminan terhadap risiko Penangkapan Ikan, Pembudidayaan Ikan, dan Produksi Garam dalam bentuk Asuransi Perikanan atau Asuransi Pergaraman.

Yang dimaksud dengan risiko dalam pasal ini, yaitu: bencana alam, hilang atau rusaknya sarana Penangkapan Ikan, wabah penyakit ikan menular, dampak perubahan iklim, pencemaran, dan/atau jenis risiko-risiko lain yang diatur dengan Peraturan Menteri.

Selanjutnya, UU PPN-PI-PG mengamanatkan pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat pesisir. Pada pasal 51 disebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memberikan kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.

Hal itu meliputi: penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi, kerja sama alih teknologi, penyediaan fasilitas bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.

Yang tak kalah pentingnya adalah, UU PPN-PI-PG secara tegas mengatur sanksi bagi pihak-pihak yang merusak wilayah pesisir dengan hukuman yang sangat berat. Di dalam Pasal 72 dinyatakan dengan jelas: “Setiap orang melakukan perbuatan yang melakukan pencemaran lingkungan perairan, perairan pesisir, dan laut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

“Pasal ini berlaku untuk pelanggaran dalam proyek aktivitas reklamasi, pertambangan, dan aktivitas lainnya yang merusak pesisir dan laut,” pungkas Halim.

Ikuti informasi terkait UU Perlindungan Nelayan >> di sini <<

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.