KKP Berlakukan Aturan Baru Pembatasan Penangkapan Lobster
|
Jakarta, Villagerspost.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan surat edaran baru yang menetapkan pembatasan penangkapan pada spesies lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus pelagicus spp.). “Pembatasan ini dilakukan karena dari tahun ke tahun, keberadaan dan ketersediaan ketiga spesies itu di berbagai wilayah terus mengalami penurunan populasi,” demikian bunyi pengumuman yang dilansir KKP, Senin (6/1).
Surat edaran itu sendiri merupakan pembaharuan dari Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN-KP/I/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan yang diterbitkan pada 6 Januari 2015 lalu. Bedanya adalah pada adanya ketentuan ukuran baru terhadap ketiga spesies itu yang boleh ditangkap.
Pada aturan lama, ukuran yang boleh ditangkap adalah sebagai berikut: a. untuk lobster ukuran berat harus mencapai lebih dari 200 gram; b. untuk kepiting harus di atas 200 gram; dan c. untuk rajungan harus di atas 55 gram.
Dalam aturan yang baru, ukuran berat yang boleh ditangkap dan diperjualbelikan dari ketiga spesies itu adalah: a. Lobster (Panulirus spp.) boleh ditangkap dengan ukuran berat di atas 200 gram. b. kepiting (Scylla spp.) dengan ukuran berat di atas 200 gram. c. rajungan (Portunus spp.) dengan ukuran berat di atas 55 gram. d. kepiting soka (Scylla spp.) dengan ukuran berat di atas 150 (seratus lima puluh) gram.
Aturan baru ini diberlakukan untuk periode Januari hingga Desember 2016 dan periode tahun berikutnya. Selain pembatasan penangkapan, KKP juga akan meningkatkan pengawasan perdagangan pada lima jenis sumber daya kelautan di tahun 2016 ini. Ada pun jenis sumber daya kelautan diantaranya spesies Hiu Paus, Parimanta, Bambu Laut, Penyu dan Benih Lobster di 16 lokasi yang telah ditentukan.
Pelaksana Tugas Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) KKP Nasfri Adisyahmeta Yusar mengatakan, kelima jenis sumber daya kelautan tersebut memiliki fungsi penting bagi perairan Indonesia.
“Fokus pengawasan pada jenis Pari Manta. Mereka penting untuk diawasi karena ikan-ikan ini adalah indikator kesehatan perairan di laut. Kalau ikan ini tidak ada, plankton-plankton membludak dan membanjiri perikanan kita. Efeknya? Ikan-ikan di laut akan berebut oksigen dan berdampak pada produksi ikan menurun karena mati,” kata Nasfri, di acara konferensi pers Refleksi 2015 dann Outlook 2016 Ditjen PSDKP di Kantor KKP Jakarta, Rabu (6/1).
Selain jenis Parimanta, Ditjen PSDKP juga akan mengawasi laju perdagangan Hiu Paus, Bambu Laut, Penyu dan Benih Lobster. “Penyu kan makan ubur-ubur. Nah, jika jumlah ubur-ubur meningkat, maka racun di dalam laut pun akan bertambah. Nah itulah fungsi penyu di perairan,” ujarnya.
Adapun lokasi kegiatan pengawasan Hiu Paus ada di Raja Ampat, Lombok Timur dan Situbondo. Sementara pengawasan perdagangan jenis PariManta terletak di Lebak, Indramayu, Surabaya, Jembrana, Lombok Timur dan Lamakera. Untuk jenis Penyu, pengawasan perdagangan dilakukan di Kepulauan Banggai, Kendari dan Makassar. Sementara benih lobster akan dilakukan pengawasan di Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. (*)