KLHK Bentuk Tim Terpadu, Kaji Penutupan TN Komodo

Pemandangan udara Pulau Komodo (dok. kementerian atr/bpn)

Jakarta, Villagerspost.com – Rencana penutupan Taman Nasional (TN) Komodo oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, disikapi serius oleh pemerintah pusat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bakal membentuk tim terpadu untuk melakukan kajian tentang kemungkinan penutupan sementara Pulau Komodo di kawasan Taman Nasional (TN) Komodo.

Tim terpadu ini juga akan membuat prediksi masa depan pengelolaan TN Komodo sebagai kawasan eksklusif. Pembentukan tim terpadu ini disepakati oleh KLHK melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), bersama Pemprov NTT dan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, pada rapat koordinasi, di Jakarta, Rabu (6/2).

Setelah nanti terbentuk, tim terpadu ini akan segera bekerja melaporkan hasil kajiannya kepada Menteri LHK paling lambat pada Juli 2019. Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno menjelaskan, semua pihak bersepakat bahwa TN Komodo merupakan situs warisan dunia yang harus benar-benar dikelola dengan prinsip kehati-hatian.

“Oleh karenanya, perlu dilakukan perbaikan tata kelola khususnya terkait dengan pengamanan dan perlindungan satwa Komodo termasuk ketersediaan mangsanya, terutama Rusa,” ujar Wiratno.

Kesepakatan lain yang diperoleh juga adalah pengaturan pintu masuk jalur kapal dan penjualan tiket masuk menuju TN Komodo akan ditetapkan melalui satu pintu, yaitu Pelabuhan Labuhan Bajo. Pengawasan dan kontrol terhadap aktivitas pariwisata juga akan ditingkatkan, seperti pada aktivitas melihat satwa Komodo, snorkeling, diving, serta kegiatan lainnya.

Penutupan atau pembukaan kembali suatu kawasan konservasi diputuskan atas pertimbangan ilmiah dan kondisi tertentu. Untuk TN Komodo, tim terpadu akan memberikan rekomendasi kepada KLHK melalui Direktorat Jenderal KSDAE pada bulan Agustus 2019.

Wiratno juga menjelaskan apabila rekomendasi tim terpadu memutuskan untuk ditutup, paket wisata yang telah terlanjur dipasarkan tetap dapat dilanjutkan, kecuali di Pulau Komodo dan akan mulai berlaku pada Januari 2020. “Rencana penutupan memang hanya Pulau Komodo, jadi tidak semua kawasan TN Komodo,” ujar Wiratno.

Lanjut Wiratno, pengkajian tarif masuk juga akan segera dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Pariwisata dan para operator wisata dan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA). Sistem pengelolaan pengunjung, pusat informasi, serta penguatan kelembagaan masyarakat untuk konservasi dan ekonomi juga akan diatur secara menyeluruh. Peluang kerjasama penguatan fungsi dan perizinan jasa wisata alam dan sarana wisata alam juga dapat dijajaki sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku.

Kerjasama Dengan Ekuador

Sementara itu, Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan, Indonesia akan bekerjasama dengan Ekuador dalam bidang konservasi. Salah satu yang akan dikerjasamakan adalah pengembangan Pulau Komodo bersama dengan Pulau Galapagos di Ekuador. Kedua pulau eksotik dengan kekayaan hayati yang tinggi itu akan dikembangkan bersama dengan konsep sister island on the management of protected area.

Sebagai area yang sama-sama dikelola sebagai Taman Nasional, keduanya sangat dikenal di dunia karena keberhasilan penerapan konservasi ekosistem yang mendukung pariwisata. Pulau Galapagos di Ekuador sangat beruntung dalam bidang konservasi karena Ekuador merupakan negara pertama di dunia yang mengakui hak alam (nature right) dalam konstitusi yang disahkan melalui refendum pada 2008.

Hal ini mendorong konservasi ekosistem di Ekuador sangat tegas diterapkan oleh pemerintah Ekuador dalam pengelolaan hutan dan taman-taman nasionalnya. “Ekuador itu sangat maju konservasi dan perhutanan sosialnya, dalam waktu dekat ini saya rencana akan kesana untuk belajar terkait itu,” ujar Siti Nurbaya, saat menerima kunjungan Duta Besar (Dubes) Luar Bisa Berkuasa Penuh Indonesia untuk Ekuador Diennaryati Tjokrosuprihatono di ruang kerjanya, Rabu (6/2).

Galapagos memiliki keunikan satwa berupa kura-kura raksasa, pinguin, berbagai macam burung serta iguana. Kepulauan Galapagos juga memiliki karakteristik yang mirip dengan Krakatau di Indonesia karena tumbuh dari gunung api laut. Hal ini merupakan keunikan sekaligus karena memiliki karakteristik yang sama dengan di Indonesia, maka akan lebih memudahkan dalam pertukaran informasi dan pengetahuan didalamnya.

Untuk itu membangun kerjasama sister island ini akan meningkatkan pengetahuan kedua negara atas best practice pengelolaan taman nasional kelas dunia serta tentunya dapat meningkatkan pendapatan negara dari pariwisata alam.

Taman Nasional Komodo memiliki status Internasional, antara lain lain sebagai: Natural World Heritage Site, Cagar Biosfer, New 7 Wonder. Sedangkan Pulau Galapagos merupakan Taman Nasional dengan status Internasional antara lain World Heritage. Kepulauan Galapagos juga adalah lokasi yang menjadi dasar penelitian Charles Darwin untuk menemukan Teori Evolusi, satu abad silam.

Siti menambahkan, Indonesia melalui KLHK dan pemerintah Ekuador hingga saat belum memiliki kerjasama bilateral bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, padahal hubungan bilateral kedua negara telah terjalin selama 38 tahun. Ekuador juga merupakan mitra terbesar ke-lima dalam perdagangan Internasional Indonesia di wilayah Amerika Selatan. “Oleh karenanya kerjasama ini merupakan salah satu langkah strategis untuk meningkatkan hubungan kerjasama kedua negara kedepan,” ujar Siti.

Di sisi lain Diennaryati selaku Dubes di Ekuador menyatakan, konservasi ekosistem yang diterapkan sangat ketat di Taman Nasional Galapagos terbukti meningkatkan pendapat dari sektor pariwisata bagi Ekuador.

“Tindakan konservasi di Kepulauan Galapagos itu malah menaikan omset pariwisata disana, hal ini karena semakin memancing keingintahuan wisatawan apa isi Kepulauan Galapagos,” ujar Diennaryati.

Diennaryati menegaskan, tidak benar jika tindakan konservasi atas suatu kawasan akan menurunkan pendapatan pariwisata, yang terjadi justru sebaliknya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.