KLHK Terus Lanjutkan Upaya Penyelamatan Orangutan
|
Jakarta, Villagerspost.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terus melanjutkan upaya penyelamatan orangutan. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, KLHK Indra Exploitasia mengatakan, KLHK berupaya keras untuk mengatasi setiap permasalahan konflik satwa liar baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.
Dalam kurun waktu 2012-2017, kata dia, KLHK telah menyelamatkan lebih dari 250 orangutan Kalimantan ke pusat penyelamatan orangutan, maupun dipindahkan (translokasi) ke habitat yang lebih aman. “Hingga Desember 2017, jumlah orangutan yang sudah dilepasliarkan, maupun translokasi sebanyak 726 individu, sementara yang ada di pusat rehabilitasi sebanyak 1.059 individu,” ujar Indra dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, kamis (14/6).
Berdasarkan data Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) Orangutan tahun 2016, menunjukkan populasi orangutan kalimantan hampir 80% tersebar di luar kawasan konservasi. Sebanyak 57.350 individu Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) diperkirakan hidup pada habitat seluas 16.013.600 hektar, yang tersebar di 42 kantong populasi. Proyeksi viabilitas orangutan menunjukkan hanya 59-38% Metapopulasi diprediksi akan lestari (viable) dalam 100-500 tahun ke depan
Selain penyelamatan ekosistem gambut sebagai kawasan lindung, saat ini KLHK bersama-sama berbagai lembaga, pemerhati orangutan, akademisi dan pemerintah daerah, juga berupaya untuk mensinergikan kepentingan konservasi dengan kepentingan pembangunan ekonomi. Hal ini sejalan dan tertuang dalam Strategi Rencana Aksi Konservasi Orangutan (SRAK) 2018 – 2028, yang segera disahkan sebagai acuan pembangunan regional di wilayah metapopulasi orangutan.
Upaya penyelamatan habitat satwa liar di Indonesia, diperkuat dengan penerbitan Instruksi Presiden RI No. 6 Tahun 2017 tanggal 17 Juli 2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
Sebagai kelanjutan dari Instruksi Presiden tersebut, pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri LHK No. SK. 6559/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/12/2017 tanggal 4 Desember 2017, tentang “Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain (Revisi XIII)”.
Terkait video yang sempat viral terkait orangutan yang sedang melawan salah satu alat berat (excavator) di kawasan hutan gambut, Indra mengatakan, video tersebut merupakan video lawas yang berasal dari kegiatan penyelamatan (rescue) orangutan oleh lembaga International Animal Rescue (IAR) pada tahun 2013.
“Saat itu kegiatan rescue dilakukan terhadap tujuh individu Orangutan, di kawasan perkebunan kelapa sawit PT Arthu Energi Resources, Desa Pelang, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, akibat adanya kebakaran di kawasan konsesi kebun kelapa sawit tersebut,” jelas Indra.
Sebagaimana diketahui, video viral dimaksud disebarkan oleh salah satu media asing yaitu BBC, dengan link (https://www.bbc.co.uk/programmes/b0b2n9v0), kemudian BBC Indonesia merilis iklan (teaser) film tersebut bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, pada tanggal 5 Juni 2018.
Dalam video tersebut, tampak beberapa petugas IAR dari sedang mencoba mengevakuasi Orangutan. Sementara, lokasi yang terlihat di dalam video, merupakan lokasi perkebunan yang berada di lahan gambut. Terkait hal tersebut, KLHK telah menerbitkan Peta Indikasi Pembatasan Penerbitan Izin Baru (PIPPIB) yang moratorium di hutan primer dan areal bergambut.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno, menyampaikan, berdasarkan hasil overlay peta sebaran populasi orangutan dengan peta perusahaan, hampir semua wilayah habitat orangutan terokupasi dengan kebutuhan ruang untuk pembangunan ekonomi.
“Jumlah kebutuhan ruang habitat orangutan hanya sedikit, yaitu hanya 2,57% (dari luasan kebun sawit), dan 24,18% (dari luasan bukan kebun sawit), sehingga perlu ada kewajiban dunia usaha untuk mempertimbangkan habitat orangutan, sebagai salah satu parameter keberhasilan pengembangan usaha, yang berbasis pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.
Editor: M. Agung Riyadi