KNTI: Susi Melunak, Ada Tekanan Mafia Perikanan?

Aktivitas transshipment komoditas tuna (dok. greenpeace)
Aktivitas transshipment komoditas tuna (Dok. Greenpeace)

Jakarta, Villagerspost.com – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mulai mempertanyakan sikap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang mulai melunak terkait kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya, khususnya terkait transshipment. Susi yang sebelumnya ngotot memberlakukan larangan itu secara ketat, kini mulai “menegosiasikan” sikapnya dengan memperbolehkan transshipment untuk hal tertentu.

“Satu-persatu peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang awalnya ketat, sekarang mulai dilonggarkan. Ada apa?” kata Ketua Umum KNTI Riza Damanik kepada Villagerspost.com, Senin (9/2).

Terakhir, kata Riza, alih-muat ikan di laut (transshipment) yang sebelumnya dilarang kini kembali dibuka. “Bahkan, kapal asing diperbolehkan melakukan transshipment untuk satu tahun ke depan,” kata Riza khawatir.

Celakanya, tindakan untuk melonggarkan transshipment diambil tanpa didahului perbaikan sistem pengawasan perikanan. Belum terpapar jelas siapa sesungguhnya mafia perikanan yang merugikan bangsa puluhan tahun.

“Belum ada juga tindakan hukum yang berat yang dijanjikan akan memberikan efek jera terhadap para mafia yang pernah disebut bercokol di laut kita,” ujarnya.

Menurut Riza, membuka kembali transshipment oleh kapal asing, tanpa terlebih dahulu mengungkap dan menghukum mafia perikanan, ataupun tanpa terlebih dahulu memperbaiki skema pengawasan adalah keputusan ceroboh yang membahayakan masa depan pangan perikanan Indonesia.

“Patut diduga kelonggaran ini diberikan di bawah tekanan para mafia perikanan. Kita semua berharap ada konsistensi MenKP mengembalikan nelayan dan kapal Indonesia menjadi tuan rumah di lautnya sendiri,” kata Riza.

Sebelumnya, Susi memang menyatakan akan meninjau ulang beberapa kebijakannya yang dinilai terlalu ketat dan banyak mendapatkan protes khususnya dari pengusaha perikanan. Pihak KKP memberikan sinyal membuat peraturan baru untuk menambal “kekurangan” yang ada pada beleid sebelumnya.

Permen baru ini akan menjelaskan detail tentang hal-hal yang sebelumnya dianggap “pukul rata” kepada semua pelaku bisnis perikanan. Salah satunya adalah Permen No. 57 tentang transshipment yang melarang adanya bongkar muat kapal di tengah laut. Aturan ini diberlakukan bagi semua jenis kapal, sehingga kapal-kapal legal pun juga turut terkena imbasnya.

“Permen 56,57,58 tidak akan dicabut. Tapi saya ceritakan, transhipment boleh asal dengan cara-cara yang ketat. Jadi transshipment itu adalah pengecualian untuk ikan yang khusus kalau di RFMO (regional fisheries management organisation),” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Syarief Wijaya, beberapa waktu lalu.

Susi sendiri mengaku menyadari aturan seperti transshipment misalnya, berdampak langsung pada industri perikanan. Pengiriman ikan ke luar negeri menjadi terhambat. Khususnya pada mereka yang secara langsung tidak melakukan penangkapan ikan.

“Kita buat larangan transshipment 2014, memukul beberapa pemain perikanan yang sebetulnya tidak melakukan transshipment luar negeri,” ucap Susi dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Senin (2/2) pekan lalu.

Karena itu Susi kemudian merancang petunjuk teknis (juknis) untuk kondisi tertentu melakukan transshipment. Dalam juknis itu, Susi memberi kelonggaran bagi pelaku industri agar boleh bongkar muat ikan di fishing ground tengah laut.

“Kita tidak cabut pelarangan, tapi buat juknis untuk para pelaku penangkap untuk membawa hasilnya dari fishing ground ke pelabuhan, diperbolehkan dengan ketentuan mengikat diberi sanksi jika itu diselewengkan,” tegas Susi.

Adapun juknis yang dimaksud salah satunya soal pemberian vessel monitoring system (VMS) dan pendataan kapal yang boleh melakukan transhipment. “Juknis tadi akan dilengkapi restriksi, VMS, data kapal, dan sebaginya ,” tutupnya. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.