Komisi IV Pertanyakan Isu Impor Minyak Kayu Putih Senilai Rp1 Triliun
|
Jakarta, Villagerspost.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga mempertanyakan isu terkait impor minyak kayu putih senilai kurang lebih Rp 1 triliun setahun dari berbagai negara. “Kami mendapat informasi adanya Impor minyak kayu putih senilai Rp1 triliun setahun dari berbagai negara. Sehubungan dengan hal tersebut, kami ingin mendapatkan penjelasan,” kata Viva Yoga saat membuka Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR dengan Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hidup, Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi KLHK, serta Perum Perhutani, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (19/6).
Viva memaparkan, Komisi IV mendapat kabar, impor kayu putih itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan bahan baku industri minyak kayu putih dan minyak telon untuk keperluan pengobatan keluarga serta keperluan lainnya. Dalam kesempatan itu, Komisi IV DPR juga meminta Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta untuk memberikan testimoni terkait pengembangan usaha minyak kayu putih oleh masyarakat di sekitar hutan yang merupakan binaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta.
Terkait pertanyaan itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta menjelaskan, tanaman kayu putih merupakan salah satu jenis yang cukup berpotensi untuk upaya rehabilitasi lahan, baik dari aspek ekologis maupun aspek ekonomis. Terdapat keuntungan ganda yang diperoleh pada pada pengembangan tanaman kayu putih di lahan kritis antara lain untuk menunjang usaha konservasi lahan dan pemanfaatan lahan marginal menjadi lahan produktif serta memberikan kesempatan kerja.
Sehingga berimplikasi meningkatkan penghasilan kepada petani. Oleh karenanya penanaman kayu putih perlu lebih dikembangkan karena pertimbangan-pertimbangan itu.
Sementara itu, menanggapi pertanyaan komisi IV, peneliti dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemulihan Benih Tanaman Hutan Yogyakarta Anton Rimbawanto menjelaskan, sampai tahun 2014, kapasitas produksi minyak kayu putih secara nasional sebesar 650 ton/tahun yang berasal dari dua sumber utama, yakni Kepulauan Maluku, dan beberapa lokasi di Pulau Jawa. Kekurangan bahan baku yang cukup besar ini dipenuhi dengan melakukan impor minyak subsitusi (pengganti) berupa minyak ekaliptus.
“Minyak ekaliptus mengandung sineol 1,8 (sama dengan minyak kayu putih) dari Tiongkok sebesar 3000 ton/ tahun,” ujarnya.
Anton menjelaskan, rendahnya suplai produksi minyak kayu putih dalam negeri dan masih sangat tingginya jumlah minyak impor subsitusi menunjukan ada permasalahan serius dalam produktivitas minyak kayu putih dalam negeri. “Faktor penyebabnya antara lain rendahnya produktivitas tanaman akibat mutu genetik benih yang rendah dan luas kebun minyak kayu putih yang terbatas,” jelasnya.
Editor: M. Agung Riyadi