Komisi VII DPR: Kaji Ulang Kebijakan Zero Keramba di Danau Toba

Keramba apung di Danau Toba. Pemerintah akan tertibkan perikanan di Danau Toba (dok. wwf.or.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan meminta pemerintah mengkaji ulang rencana menjadikan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata yang zero (nol) keramba. Pasalnya selama puluhan tahun sebagian besar masyarakat Danau Toba menggantungkan kehidupan sebagai nelayan Keramba Jaring Apung (KJA). Artinya kebijakan zero keramba tersebut nantinya akan berpengaruh mematikan penghasilan dan kehidupan masyarakat sekitar.

Terkait adanya dugaan KJA menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan, politikus Partai Gerindra ini membenarkan telah terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan (air) di Danau Toba. Namun hal itu perlu diselidiki lebih jauh apakah disebabkan oleh KJA milik masyarakat atau bukan, mengingat ada beberapa perusahaan besar seperti PT Aquafarm Nusantara yang membuat KJA dengan jumlah yang sangat banyak dan besar.

“Saya sangat familiar dengan Danau Toba. Jadi kalau dikatakan ada tidaknya pencemaran air atau lingkungan di Danau Toba, saya meyakini bahwa itu benar ada pencemaran. Terbukti dengan warna air yang sudah tidak sejernih sebelumnya. Bahkan debit air pun menurun jauh. Tapi apakah itu disebabkan KJA yang dimiliki masyarakat atau karena perusahaan besar yang membuat KJA dengan jumlah yang sangat banyak dan besar seperti PT Aquafarm,” ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Jumat (24/8).

Gus Irawan yang merupakan putra asli Sumatera Utara itu mengaku, mengapresiasi perhatian pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo yang beberapa kali mengunjungi kawasan Danau Toba. Dia juga mengaku mengapresiasi rencana pemerintah menjadikan kawasan ini sebagai salah satu destinasi wisata unggulan. Namun, rencana itu menurut dia, harus tetap diikuti dengan kebijakan lain yang menyangkut hajat hidup masyarakat sekitar.

Pada Kamis (23/8) kemarin, Gus Irawan memimpin Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Danau Toba. Dari kunjungan itu, ada beberapa hal yang dia minta agar diperhatikan pemerintah. Salah satunya, dia meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membuat riset atau penelitian secara berkala untuk mengevaluasi dugaan pencemaran lingkungan Danau Toba.

Termasuk dugaan ikut andilnya PT Aquafarm dengan KJA-nya dalam proses pencemaran dan kerusakan lingkungan di Danau Toba. “Saya berharap LHK melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat Danau Toba bagaimana membuat KJA yang ramah lingkungan,” tambahnya.

Untuk diketahui pada tahun 2013 silam, dalam periode sebelumnya Komisi VII DPR RI sempat merekomendasikan KLHK untuk mencabut izin perusahaan asal Swiss tersebut dari Danau Toba. Namun sampai saat ini, perusahaan tersebut masih beroperasi. Meski demikian, kali ini Komisi VII DPR RI meminta KLHK untuk melakukan penelitian secara berkala terhadap kondisi air atau lingkungan di Danau Toba. Serta mencari solusi terhadap hasil riset tersebut nantinya.

“Kalau langsung dicabut izin PT Aquafarm, tentu saja ini akan berpengaruh terhadap masyarakat sekitar yang menjadi karyawan di perusahaan tersebut. Ini juga harus dipikirkan. Namun itu bukan berarti Aquafarm dapat terus beroperasi dengan tidak mempedulikan lingkungan atau terus melakukan pencemaran (jika itu nanti terbukti). Kami akan mendorong KLHK untuk segera melakukan riset dan melaporkan hasilnya untuk dicarikan solusi bersama. Yang jelas pencemaran lingkungan harus dihentikan,” tegas Gus Irawan

Sebelumnya, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP) juga telah membuat dan menyosialisasikan hasil kajian daya dukung dan penetapan zonasi untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung di Danau Toba. Kajian itu terkait dengan terbitnya Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/209/KPTS/2017 tentang Status Tropik Danau Toba.

SK tersebut menetapkan bahwa Danau Toba merupakan danau berstatus oligotropik atau danau dengan kandungan zat hara yang sangat rendah. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya untuk memperbaiki atau mengembalikan kesuburan Danau Toba. Berdasarkan surat keputusan yang sama pula, daya dukung danau untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung ditetapkan menjadi sebesar 10.000 ton per tahun.

BRSDMKP juga telah menggelar focus group discussion (FGD) yang dihadiri oleh berbagai pihak seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan CARE IPB, Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara (LP USU), Dirjen Budidaya Perikanan KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, dan Kementerian Koordinator Maritim.

FGD ini bertujuan untuk menyampaikan hasil penelitian dan kajian daya dukung dan penetapan zonasi untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) di Danau Toba yang dilakukan lembaga tersebut. Dari FGD itu juga lahir beberapa rekemendasi terkait danau Toba.

Sebelum mengajukan rekomendasi, BRSDMKP telah terlebih dahulu melakukan penelitian sejak 2017 hingga 2018 dengan 25 titik penelitian dan tiga titik kedalaman serta sungai yang masuk Danau Toba sebanyak 40 titik. Waktu pengambilan sampel berlangsung pada musim kemarau Agustus 2017, musim hujan Desember 2017, dan musim peralihan Maret 2018, dengan rentang waktu masing-masing selama 10 hari.

Terdapat enam hal yang menjadi rekomendasi yakni:

1. Mengubah visi dari SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran dan Daya Dukung Danau Toba untuk Budidaya Perikanan dan SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/209/KPTS/2017 tentang Status Tropik Danau Toba dari oligotropik menjadi mesotropik.

2. Menetapkan daya dukung perairan Danau Toba untuk budidaya perikanan KJA sebesar 45.000 hingga 65.000 ton ikan per tahun.

3. Menyesuaikan tata letak atau zonasi budidaya perikanan KJA di Danau Toba sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 81/2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya dan peraturan lain yang berlaku.

4. Memberi pedoman standarisasi budaya ikan KJA di Danau Toba sesuai dengan arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka budi daya perikanan yang rama lingkungan.

5. Menjalankan kemitraan antara KJA milik perusahaan dan KJA milik masyarakat dalam rangka pembangunan ekonomi kerakyatan.

6. BDRSM merekomendasikan agar pengalokasian kuota produksi (Jumlah KJA) agar dibahas kemudian oleh masing-masing pihak terkait.

“Kami berharap rekomendasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah dalam rangka pengelolaan Danau Toba secara berkelanjutan,” ujar Peneliti BRSDMKP Krismono.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.