Komisi VII Kawal Penuntasan Kasus Kerusakan Lingkungan Oleh PT Freeport

Aktivitas pertambangan di PT Freeport Indonesia (dok. jatam)

Jakarta, Villagerspost.com – Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan, Komisi VII akan terus mengawal persoalan kerusakan lingkungan akibat penambangan oleh PT Freeport Indonesia. Dari pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan ditemukan fakta adanya kerusakan ekosistem akibat penambangan oleh Freeport yang nilainya mencapai US$13,59 miliar atau sekitar Rp 185 triliun.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, Komisi VII juga akan mengawasi masalah divestasi saham PTFI yang hingga saat ini belum ada penjelasan lanjutan. “Berdasarkan keputusan rapat Komisi VII beberapa waktu yang lalu dengan pihak Kementerian ESDM, divestasi saham Freeport akan diselesaikan setelah persoalan lingkungan tersebut diselesaikan,” kata Gus Irawan, saat memimpin Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/2).

“Hal inilah yang kita kejar, seperti apa penyelesaian yang sudah dilakukan. Sepengetahuan saya, sampai sekarang belum ada penyelesaian sama sekali atas hal itu,” kata Gus Irawan menambahkan.

Dia mengatakan, saat ini divestasi 51 persen saham PTFI sudah terlaksana. Kalau memang belum ada penyelesaian terhadap masalah kerusakan lingkungan akibat penambangan PTFI, maka keputusan rapat Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM yang telah diputuskan beberapa waktu yang lalu tersebut telah dilanggar.

“Bagaimana logikanya, kita mengambilalih sebuah perusahaan dengan value 7,7 miliar dolar AS, tetapi perusahaan tersebut mempunyai kewajiban (yang harus diselesaikan) sebesar 13,59 miliar dolar AS. Padahal di tahun 2021 nanti (kontrak PTFI) juga sudah akan berakhir,” tegasnya.

Sebelumnya, dalam rapat tanggal 15 Januari 2019 lalu, Anggota Komisi VII DPR menegaskan akan membentuk panitia khusus (Pansus) terkait divestasi saham Freeport. Menurut anggota Komisi VII DPR Muhammad Nasir rencana pembentukan Pansus muncul karena DPR menilai banyak keganjilan dalam proses divestasi saham Freeport. “Kami dari Fraksi Demokrat minta dibentuk pansus karena ini kesannya dipaksakan. Saya enggak ngerti Freeport ini kepentingannya apa,” ujarnya.

Beberapa keganjilan yang terjadi menurut Nasir di antaranya soal isu isu lingkungan. Dalam persoalan ini, dia mempertanyakan sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menerbitkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) tanpa adanya sanksi pidana.

Padahal sudah ada temuan BPK soal total kerugian atas kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan Freeport. “Seharusnya, ada tindak lanjut dari pemerintah sebelum menerbitkan IPPKH untuk Freeport. Tapi kenapa banyak aturan yang ditabrak. Saya enggak ngerti kenapa harusnya dilelang tapi dibuat enggak lelang karena gabung dengan Inalum,” katanya.

Freeport, menurut Nasir, seharusnya dikenakan hukum pidana terkait dengan kerusakan lingkungan ini. Karena banyak kasus masyarakat yang berujung pidana ketika melanggar hutan lindung. “Tapi ini hutan lindung bisa diubah, bisa diperpanjang. Saya enggak ngerti aturan mana yang dipakai,” tegasnya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.