KPA: Anak Perusahaan Sinar Mas Rampas Tanah Petani Desa Lubuk Mandarsah
|
Jakarta, Villagerspost.com – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai, pemerintah dan salah satu anak perusahaan Sinar Mas Forestry Group yaitu PT Wira Karya Sakti tidak ingin petani Desa Lubuk Mandarsah, Kabupaten Tebo, Jambi, untuk mendapatkan kembali hak mereka atas tanahnya. Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan, hal itu terlihat dari tindakan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) yang merupakan salah satu anggota tim inver PTKH Provinsi Jambi bersama PT WKS.
BPKH dan PT WKS pada Senin (8/7) lalu, malah menetapkan batas kawasan hutan secara sepihak dan di luar dari jalur hukum yang seharusnya. Penetapan sepihak tersebut merugikan petani karna tidak sesuai dengan hasil Tim inver PTKH, tidak melibatkan petani dan melenceng dari objek yang seharusnya (pemukiman, tanah garapan dan sebagainya).
“Bahkan BPKH mengkonfirmasi dan mengakui bahwa kegiatan pemasangan tapal batas kawasan hutan dua hari yang lalu didanai oleh PT WKS,” kata Dewi dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Kamis (11/7).
Pihak KPA memaparkan, lima belas tahun yang lalu PT Wira Karya Sakti (WKS) salah satu anak perusahaan merampas tanah-tanah petani di Desa Lubuk Mandarsah, dengan alasan desa tersebut masuk ke dalam Izin Hutan Tanaman Industri (HTI) perusahaan. Berdasarkan izin KEMENHUT No. 346-Menhut//2004 yang luasnya 293.812 Hektare, PT WKS beroperasi di desa ini sejak tahun 2006.
Dalam perjuangannya, petani Desa Lubuk Mandarsah yang tergabung dalam Serikat Tani Tebo (STT) telah melakukan bermacam upaya advokasi untuk menyelesaikan konfliknya. Terbaru adalah proses pelaksanaan analisis data fisik dan data yuridis bidang-bidang tanah yang berada di dalam Kawasan Hutan serta pelaksanaan verifikasi lapangan oleh Tim Inver PTKH pada tanggal 19 Oktober 2018.
Pada proses di atas, tim inver PTKH dan STT sepakat bahwa desa beserta pemukiman, tanah garapan, fasilitas umum dan fasilitas sosial diusulkan sebagai objek pelepasan kawasan hutan. Namun, pihak BPKH dan PT WKS malah melakukan penetapan kawasan hutan.
Dewi menjelaskan, tindakan di atas mengindikasikan bahwa pemerintah dan perusahaan tidak rela tanah seluas lebih kurang 3.450 hektare tersebut dikeluarkan dari izin HTI. “Sekali lagi pemerintah dengan sengaja mengulangi kesalahan lima belas tahun lalu dengan tetap memasukan tanah-tanah petani dalam kawasan hutan,” tegasnya.
Berdasarkan fakta dan kondisi di atas, dengan ini Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan, pertama, mengecam tindakan manipulatif dan koruptif Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dalam proses Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan Provinsi Jambi. Kedua, meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menertibkan jajarannya agar taat pada aturan yang berlaku terkait Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan Provinsi Jambi.
Ketiga, meminta Gubernur Provinsi Jambi untuk segera mengusulkan pelepasan kawasan hutan di atas tanah-tanah yang sudah dikuasai masyarakat. Keempat, meminta pihak perusahaan dan pihak yang tidak berkepentingan lainnya agar menghormati proses proses Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan Provinsi Jambi.
“Terakhir, kami meminta Balai Pemantapan Kawasan Hutan tidak melibatkan perusahaan dalam Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan Provinsi Jambi,” jelasnya.
Editor: M. Agung Riyadi