KPA Mengutuk Keras Penggusuran Tanah Petani Tegalrejo

Aktivis dan petani menuntut penuntasan konflik agraria (dok. jatam.org)

Jakarta, Villagerspost.com – Konsorsium Pembaruan Agraria mengutuk keras aksi penggusuran tanah milik petani Tegalrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Penggusuran tersebut dilakukan oleh pihak PTPN XII Pancursari, Malang yang diwakili oleh 30 orang pegawainya yang dikawal oleh aparat Brimob dan aparat keamanan swasta dari pihak PTPN.

Dalam aksi penggusuran yang dilakukan Kamis (7/11) tersebut, pihak PTPN XII juga melakukan pengrusakan dan mencabut tanaman milik petani. Tindakan sepihak tersebut didasari klaim PTPN XII yang menyatakan tanah yang saat ini digarap oleh para petani berada di atas HGU mereka. Hal ini bertolak belakang dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen yang memenangkan gugatan perdata warga Desa Tegalrejo atas PTPN XII dengan nomor perkara 93/pdt.G/2019/PN Kpn.

Adapun putusan tersebut menyatakan, sertfikat HGU No. 2 Tahun 2010 di Desa Tegalrejo atas nama PTPN XII Pancursari Malang dinyatakan tidak sah. Putusan itu juga menetapkan, SK Mendagri No. 35/HGU/DA/88 tanggal 19 April 1988 telah batal berdasarkan SK Menteri Agraria Nomor 3 dan 4 tahun 1996 tertanggal 28 Maret 1996, di mana oleh PTPN XII, dijadikan sebagai dasar terbitnya HGU tahun 2010 di Desa Tegalrejo.

Putusan tersebut juga menetapkan, PTPN XII Pancursari Malang yang ada di Desa Tegalrejo secara sah melakukan perbuatan melawan perbuatan melawan hukum. “Tindakan penggusuran dengan melibatkan aparat brimob dan orang suruhan tersebut kami nilai sebagai bentuk intimidasi dan teror oleh pihak perusahaan dengan tujuan untuk mengusir petani dari tanah garapan mereka,” kata Korwil KPA Jawa Timur Muhammad Izzudin, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Jumat (8/11).

Izzudin mengatakan, perusahaan plat merah tersebut telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan merampas tanah-tanah petani dengan sewenang-wenang. Hal ini menjadi preseden buruk di tengah janji Presiden Jokowi untuk menjalankan penyelesaian konflik agraria, termasuk di wilayah-wilayah konflik agraria yang melibatkan PTPN dengan petani dan warga desa.

“Kami mengingatkan kembali Presiden Joko Widodo atas komitmennya untuk segera menyelesaiakn konflik antara petani dan masyarakat dengan PTPN dan Perhutani yang ia sampaikan saat menerima perwakilan petani dan aktivis di Istana Negara saat perayaan Hari Tani Nasional 2019, 24 September 2019,” tegas Izzudin.

KPA mencatat, konflik-konflik agraria antara PTPN dengan masyarakat tidak hanya terjadi di Malang. Saat ini, terdapat 27.589 Kepala Keluarga (KK) di atas lahan seluas 288.431,81 hektare berkonflik dengan beberapa PTPN, diantaranya PTPN II, PTPN III, PTPN IV di Sumatra Utara, PTPN VII di Sumatra Selatan dan Lampung, PTPN VIII di Jawa Barat, PTPN IX di Jawa Tengah dan Jawa Timur, PTPN XII di Jawa Timur dan PTPN XIV di sebagian besar Pulau Sulawesi.

Konflik-konflik tersebut tersebar di 137 kampung/desa dan 24 kabupaten. Data-data di atas telah diusulkan KPA kepada pemerintah sejak 2017 melalui Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) untuk diselesaikan konfliknya. Namun tidak ada pernah ada tindaklanjut hingga saat ini.

Konflik yang berlarut-larut telah mengakibatkan tingginya letusan konflik agraria di sektor perkebunan. Sejak 2015-2018, KPA mencatat telah terjadi 642 letusan konflik agraria di sektor ini, di mana sebagiannya disebabkan oleh klaim PTPN di atas tanah-tanah garapan masyarakat. Konflik ini menimbulkan ketidakpastian terhadap nasib para petani dan masyarakat yang berada di wilayah konflik tersebut.

“Seringkali mereka menjadi korban karena selalu mendapat intimidasi dan teror dari pihak perusahaan maupun aparat keamanan. Bahkan tidak jarang, PTPN mengkriminalisasi para petani dan masyarakat tersebut,” kata Kepala Departemen Kampanye KPA Benni Wijaya.

“Kami juga mengingatkan sekali lagi kepada Kementrian ATR/BPN mengenai pentingnya keterbukaan informasi HGU,” tambahnya.

Faktanya, ujar Benni, ketertutupan HGU tersebut selama ini justru dimanfaatkan secara manipulatif oleh perusahaan perkebunan, baik PTPN maupun perusahaan swasta untuk mengambil paksa tanah-tanah masyarakat. Selanjutnya, keterbukaan HGU menjadi salah satu syarat penyelesaian konflik agraria.

Atas fakta-fakta di atas, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) meminta beberapa pihak terkait, untuk melaksanakan beberapa langkah. Pertama, pihak PTPN XII Pancursari Malang agar mematuhi putusan Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen dan menghentikan tindakan-tindakan intimidasi dan teror terhadap warga Desa Tegalrejo.

Kedua, KPA mendesak Kepolisian Daerah Jawa Timur segara menarik aparat Brimob dari wilayah Desa Tegalrejo, Kecamatan Sumbermanjinng Wetan, Kabupaten Malang. Ketiga, mendesak Kapolri segera melakukan evaluasi terhadap keterlibatan aparat kepolisian di wilayah-wilayah konflik agraria yang selama ini sering menimbulkan korban di pihak petani dan masyarakat.

Keempat, mendesak Kementerian ATR/BPN segera membuka informasi HGU untuk menghindari cara-cara manipulatif yang sering dilakukan perusahaan perkebunan, baik PTPN maupun swasta untuk mengambil tanah-tanah masyarakat secara paksa. Berkordinasi dengan Kementrian BUMN untuk segera menyelesaikan konflik-konflik agraria yang melibatkan PTPN.

“Terakhir, kami meminta Presiden Joko Widodo secara tegas mengintruksikan para menteri terkait untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria antara masyarakat dengan PTPN,” pungkas Benni.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.