KTT ASEAN Kesempatan Menghentikan Masalah Kabut Asap Karhutla Lintas Batas

Kebakaran hutan di areal milik PT Globalindo Agung Lestari yang didata Greenpeace Indonesia (dok. greenpeace)

Bangkok, Villagerspost.com – Kabut asap lintas batas di Asia Tenggara terutama yang berasal dari Indonesia telah mengurangi kualitas udara ke level yang berdampak pada kesehatan serta kerugian ekonomi, dimana jutaan warga terkena dampak. Pada momen Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-35 di Bangkok, Thailand, pada 2 hingga 4 November 2019, pemimpin ASEAN mempunyai momentum besar mengakhiri persoalan kabut asap lintas batas untuk selamanya dengan mengambil tindakan nyata dan mengimplementasikan secara serius perjanjian regional yang telah ada.

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang masif di Indonesia pada Juli hingga Oktober 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut kebakaran mencapai 857.756 hektare antara Januari–September pada tahun ini. Luasnya mencapai hampir 12 kali ukuran wilayah Singapura. Kabut asap mencapai negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan bagian-bagian tertentu Thailand, menyebabkan kerugian ekonomi dan masalah kesehatan di daerah-daerah yang menjadi rumah bagi jutaan orang.

Greenpeace Indonesia menemukan setidaknya terdapat empat grup perusahaan yang berkantor di Malaysia dan Singapura terkait dengan kebakaran hutan yang menyebarkan kabut asap di kawasan Asia Tenggara. Mereka adalah IOI, Genting, Kuala Lumpur Kepong dan Bumitama. Meskipun sebagian besar kebakaran hutan terjadi di Indonesia, mengatasi masalah ini bukan hanya tanggung jawab Indonesia.

Dari kebakaran hutan 2019, telah terjadi peningkatan keluhan penyakit pernapasan dan mata di Malaysia sejak September. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPB) pada bulan September mengumumkan bahwa hampir satu juta orang terdiagnosis infeksi saluran pernapasan akut di daerah yang terkena dampak asap, anak-anak dan orang tua adalah kelompok yang paling rentan.

“Banyak dari kebakaran ini terjadi di dekat perkebunan kelapa sawit dan bubur kertas. Beberapa perkebunan kelapa sawit dan bubur kertas besar merupakan milik grup Malaysia dan Singapura,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Ratri Kusumohartono, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Sabtu (2/11).

Negara-negara ASEAN telah menyetujui Roadmap Bebas-Asap untuk ASEAN bebas asap lintas batas pada tahun 2020 untuk mengendalikan masalah kabut asap tahunan. Namun ketika tahun 2020 semakin dekat, masyarakat masih tidak melihat tindakan nyata, komitmen dan implementasi yang mampu mengatasi persoalan ini.

Pada 2015 para pemimpin ASEAN gagal menghasilkan implementasi yang kuat dari Perjanjian ASEAN tentang Polusi Asap Lintas Batas. “Hingga saat ini implementasi Perjanjian ASEAN masih lemah, bahkan setelah kabut asap yang berkepanjangan dan parah saat itu,” ujar Ratri.

Di tengah-tengah KTT ASEAN ke-35, para pemimpin ASEAN memiliki kesempatan untuk mengatasi masalah ini dengan melakukan tindakan nyata dan mengimplementasikan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. “Bersama-sama negara anggota perlu menegakkan hukum, dan menuntut mereka yang bertanggung jawab atas kebakaran, baik di tingkat anak perusahaan dan kelompok,” tegasnya.

“Terakhir tapi tidak kalah penting, semua peta konsesi perusahaan harus dipublikasikan dan informasi dibagikan kepada semua negara anggota ASEAN untuk meningkatkan transparansi dan penegakan hukum terkait kebakaran hutan,” pungkas Ratri.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.