Lisensi FLEGT Indonesia Tonggak Kemajuan Pengelolaan Sektor Kehutanan
|
Jakarta, Villagerspost.com – Indonesia telah berhasil menjadi negara pertama uang meraih lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). Acting CEO WWF-Indonesia Benja Mambai mengatakan, WWF menyambut baik capaian itu dan menilai, hal itu merupakan bagian dari upaya memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal.
Terkait hal ini, Uni Eropa dan Indonesia telah sepakat, sejak tanggal 15 November 2016, Indonesia sudah bisa menerbitkan lisensi FLEGT bagi produk kayu yang diekspor ke Uni Eropa. Dengan bermodalkan lisensi FLEGT, produk kehutanan Indonesia tidak lagi memerlukan uji tuntas untuk memasuki pasar Eropa.
“Kami mengucapkan selamat atas keberhasilan ini, hal ini mempertegas komitmen Indonesia dalam menjaga kelestarian hutan Indonesia melalui perbaikan tata kelola kehutanan serta sebagai negara yang hanya menjual produk kayu yang terjamin legalitasnya,” kata Benja dalam pernyataan tertulis yang diterima Villagerspost.com, Jumat (16/9).
Dalam rilis yang dikeluarkan oleh pihak Uni Eropa kemarin, disebutkan keputusan ini dibuat pada pertemuan Komite Implementasi Bersama (Joint Implementation Committee) yang ke-5 yang meninjau kesepakatan kemitraan sukarela FLEGT (FLEGT-VPA). Perjanjian ini secara mendasar menempatkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai salah satu instrumen penting untuk memastikan kayu-kayu Indonesia yang dipasarkan di Eropa adalah kayu yang bebas dari pelanggaran hukum serta berasal dari hutan yang dikelola secara legal dan bertanggungjawab.
Forest Commodity Market and Transformation Leader WWF-Indonesia Aditya Bayunanda mengatakan, proses membangun SVLK yang memakan waktu lebih dari 10 tahun, telah membuahkan hasil yang menggembirakan. Hal ini, kata dia, tentu tidak terlepas dari komitmen kuat Pemerintah Indonesia.
“Kami berharap sertifikasi ini terus diperkuat hingga dapat juga nantinya memberi jaminan kelestarian untuk seluruh produk berbasis kehutanan dari Indonesia,” ujar Aditya.
Sementara itu, Nursamsu dari Eyes on the Forest mengatakan, di tahun 2014, pihaknya bersama sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Anti-Mafia Hutan (KAMH) merilis laporan tinjauan terhadap kinerja SVLK. Lewat laporan itu, pihak koalisi mendesak pemerintah dan para pemangku SVLK untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan mendasar pelaksanaan SVLK di berbagai aspek, termasuk dari tingkat tapak.
“Kami sebagai bagian dari masyarakat sipil akan terus melakukan pemantauan penerapan SVLK di lapangan, sehingga kredibilitas sistem ini terjaga dan tidak ada kayu illegal yang masih tercampur kedalam sistem SVLK,” pungkas Nursamsu.
Ikuti informasi terkait SVLK >> di sini <<