Mafia Gula Ingin Matikan Industri Gula Rafinasi Nasional
|
Jakarta, Villagerspost.com – Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring Bin Firman Tresnadi mengungkapkan, saat ini tengah terjadi operasi senyap yang dilakukan mafia importir gula kristal putih untuk mematikan industri gula rafinasi nasional. Para mafia gula itu sengaja mengadu domba petani tebu dengan pabrik gula kristal putih dan industri gula rafinasi.
“Caranya dengan menggunakan usaha makanan dan minuman fiktif yang dipakai untuk membeli gula dari industri rafinasi, kemudian gula rafinasi tersebut dijual kembali atau dirembeskan ke pasar-pasar,” kata Firman dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Senin (11/4).
Motif itu, kata Firman, terungkap dari investigasi tim pencari fakta Serikat Tani Nasional ke daerah seperti di Cimahi ,Purwokerto, Banjarnegara, Gunung Kidul, Surabaya, Garut, Tasikmalaya, Bogor, Bekasi, Depok, dengan harga yang sangat murah bila dibandingkan gula pasir tebu. Hal serupa juga terungkap dari hasil investigasi Indonesia Development Monitoring ke pedagang pasar di kota- kota.
Investigasi itu mengungkapkan, terjadi rembesan gula rafinasi ke pasar-pasar. “Menurut pedagang mereka, membeli gula rafinasi yang dikemas dalam karung tanpa merk dari mobil yang berkeliling dan hal ini tentu sangat merugikan industri gula rafinasi nasional,” ujar Firman.
(Baca juga: Persoalan Kronis Gula Nasional)
Lewat modus ini, kata dia, para mafia berusaha menudur industri gula rafinasi menjual gula rafinasi langsung ke pasar. Dampaknya, petani tebu akan kesal dan menjadikan indstri gula rafinasi nasional sebagai musuh bersama.
“Patut diduga ini seperti operasi kontra intelijen yang dilakukan oleh mafia impor gula putih dan para penyelundup gula putih kristal untuk menghancurkan industri gula rafinasi yang masih sangat diperlukan untuk memasok industri makanan dan minuman,” terang Firman.
Di belakang semua ini, menurut Firman, perlu dicurigai ada upaya besar dari para mafia impor gula putih yang terkenal dengan sebutan “7 Samurai Gula” yang sudah dicabut izinnya saat pemerintahan SBY-Boediono. Izin para mafia gula itu dicabut karena akibat ulah “7 Samurai Gula”, saat itu menyebabkan harga gula tinggi. Akibatnya terjadi inflasi pangan .
Hal senada juga pernah disampaikan Menko Maritim Rizal Ramli enam bulan lalu. Rizal juga mensinyalir adanya gerakan “7 Samurai Gula” yang akan memasukkan gula putih impor ke Indonesia tanpa melalui proses rafinasi di Indonesia. Saat itu, Rizal Ramli berjanji akan menumpas “7 Samurai Gula” tersebut.
Atas fakta ini, Indonesia Development Monitoring mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo agar jangan sampai tertipu langkah licin para samurai gula itu. Firman mengaku melihat adanya benang merah antara pernyataan Wakil Ketua Panja Gula DPR Abdul Wahid yang meminta pemerintah mencabut 9 izin industri gula rafinasi. Pernyataan itu diduga Firman ditunggangi “7 Samurai Gula” yang ingin mendapatkan Izin impor gula putih kristal yang selalu merugikan masyarakat dan petani tebu.
IDM, kata Firman, menyayangkan sikap politisi Gerindra yang dinilainya kurang mengerti tentang tata niaga gula nasional dan tidak berpihak pada masyarakat yang menjalankan usaha kecil menengah di sektor makanan dan minuman yang membutuhkan produk industri gula rafinasi. “Sebaiknya Gerindra memanggil Abdul Wahid dan menariknya dari panja Gula DPR karena akan membuat simpati masyarakat menurun terhadap Gerindra,” tegas Firman.
IDM juga mendesak aparat penegak hukum untuk menindak para pengacau tata niaga gula di pasar yang didalangi oleh “7 Samurai Gula” yang diduga telah dengan sengaja merembeskan gula rafinasi ke pasar pasar untuk melakukan propaganda hitam kepadaindustri gula rafinasi nasional.
Untuk catatan, gula putih kristal yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik gula dalam negeri dari tebu perkebunan rakyat dan perkebunan perusahaan /BUMN hanya bisa mencapai 2 juta metrik ton untuk tahun 2016. Sedangkan kebutuhan konsumsi gula nasional mencapai 5,97 juta metrik ton .
Karena itu keberadaan industri gula rafinasi sangat dibutuhkan untuk menjaga angka inflansi nasional dari sektor harga komsumsi gula nasional. “Di sisi lain industri gula rafinasi jauh lebih memberikan trickle down effect terhadap konsumsi ekonomi nasional karena gula rafinasi atau raw sugar diproses di dalam negeri untuk dijadikan gula putih,” pungkas Firman. (*)
Ikuti informasi terkait komoditas gula >> di sini <<