Mandiri Pangan dengan Memanfaatkan Mikroba Buatan Indonesia
|
Bogor, Villagerspost.com – Guru Besar Ilmu Penyakit Tanaman IPB University Prof. Dr. Ir. Suryo Wiyono mengatakan, Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan pemenuhan kebutuhan pangan akibat ledakan hama penyakit. Suryo mengungkapkan, selama 20 tahun terakhir ini, di Indonesia telah terjadi penambahan jenis baru.
“Selama 20 tahun terakhir dilaporkan terdapat 14 hama dan penyakit baru pada tanaman pertanian. Hama dan penyakit ini tentu saja menurunkan kualitas dan kuantitas hasil yang berakibat pada kekurangan supply pangan dan melonjaknya harga produk pertanian,” papar Suryo, pada acara orasi ilmiah Guru Besar Pertanian, IPB yang bertempat di Graha Widya Wisuda, Kampus IPB Dramaga, Sabtu (17/9).
Ledakan hama penyakit menyebabkan kerugian seperti penurunan produksi dan penurunan pendapatan petani. Sebagai contoh pada serangan penyakit blas, kerugian sepanjang 2011-2019 sebesar Rp446 miliar per tahun. Sementara serangan wereng menyebabkan kerugian sebesar Rp1,32 triliun. Lebih jauh, hal ini bisa menyebabkan penurunan derajat ketahanan pangan dan meningkatnya ancaman kerawanan pangan.
Suryo menegaskan, salah satu upaya yang dapat dipilih untuk menekan risiko dan ancaman ledakan hama penyakit adalah dengan memanfaatkan mikroba langsung beserta turunannya baik berupa gen, maupun senyawa kimia yang dihasilkan. Penggunaan mikroba ini dikenal dengan istilah biosprospeksi.
“Penggunaan mikroba makin meluas dan penting karena tidak hanya mampu mengendalikan hama penyakit, namun dalam penyediaan unsur hara dan membantu tanaman dalam mengatasi cekaman abiotik seperti salinitas, suhu tinggi dan kekeringan menggunakan teknologi mikroba,” ungkap Suryo.
Dalam orasi ilmiahnya, Suryo juga mengemukakan, penggunaan mikroba dapat mengurangi penggunaan pestisida bahkan dalam beberapa kasus dapat menggantikan pestisida secara total. Misalnya pada kombinasi aplikasi Trichoderma, Plant Growth Promoting Rhizobakteri (PGPR), khamir Rodotorula minuta, dan Lecanicillium dalam paket teknologi mikrob-intensif mampu mensubstitusi 100% penggunaan pestisida kimia sintetik pada tanaman cabai.
“Rendahnya penggunaan pestisida tentu saja dapat memberikan dampak positif pada lingkungan dan juga kesehatan. Bahkan mengurangi risiko ledakan hama penyakit yang lebih luas. Seperti pada kasus hama wereng cokelat, penggunaan pestisida justru memicu ledakan yang lebih besar,” papar Suryo.
Selain itu, penggunaan mikroba juga dapat mengurangi dosis pupuk sintetik dengan cara meningkatkan ketersediaan hara tanah, efisiensi penyerapan hara oleh tanaman, dan mengurangi kehilangan hara. Menurut Suryo, hal ini sangat penting di tengah sulitnya memproduksi pupuk karena bahan baku yang tergantung negara lain.
Juga penting untuk membantu petani yang makin sulit mendapatkan pupuk. Selain itu juga penting untuk mengurangi larinya uang negara ke negara lain. Pada tahun 2021 saja sebesar US$2,12 miliar uang dibelanjakan ke negara lain untuk 8,1 juta ton bahan baku pupuk.
Menurut Suryo, penggunaan mikroba ini sangat penting untuk menjawab tantangan yang ada. Bioprospeksi mikrob merupakan komponen fundamental dalam mengembangkan pertanian yang modern, berproduksi tinggi, adaptif, dan berkelanjutan dengan bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya hayati nasional. Ancaman krisis pangan harus dijawab dan dimulai dengan penguatan produksi.
Penggunaan mikorba pada usaha budidaya menjadi salah satu cara yang penting. Dari banyak percobaan yang dilakukan peningkatan hama penyakit dan cekaman abiotic ini dapat dijawab dengan teknologi mikroba.
“Kita wajib memperjuangkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan. Pemanfaatan sumber daya hayati nasional berupa mikroba adalah salah satu cara mewujudkannya. Sudah saatnya kita meningkatkan produksi dengan lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, tidak lagi ditergantung pada input kimia,” pungkasnya.
Editor: M. Agung Riyadi