Marak Perompakan Nelayan, Indonesia Darurat Keamanan Laut

Nelayan beraksi menuntut keamanan di laut (dok. kiara)

Jakarta, Villagerspost.com – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai, Indonesia saat ini tengah berada dalam kondisi darurat keamanan laut. Keamanan di laut kerap mengalami gangguan akibat tindak kejahatan berupa perompakan. Yang terbaru, seorang petambak tradisional dan seorang nelayan mengalami perompakan di perairan Tanjung Selor, Kota Tarakan, Kalimantan Utara.

Peristiwa yang merenggut nyawa seorang nelayan bernama Adi (34 tahun) itu, ironisnya terjadi tepat pada peringatan Hari Nelayan 6 April 2017. Adi meninggalkan istri dan seorang anak yang masih berumur sekitar 10 tahun. “Pemerintah harus segera memastikan jaminan perlindungan keamanan laut yang menjadi ruang kehidupan nelayan dan petambak ikan laut,” kata Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata dalam pernyataan tertulis yang diterima Villagerspost.com, Rabu (12/4).

Kasus perompakan terhadap Adi, nelayan dan petambak asal Tarakan, Kaltara terjadi pada 6 April, jam satu siang. Saat itu, korban bersama 3 orang lainnya keluar dari wilayah tambaknya dengan memuat hasil tambak yaitu kepiting dan udang. Namun dalam perjalanan tiba-tiba di cegat oleh perahu yang memuat empat orang memakai topeng dengan membawa senjata rakitan laras panjang.

Korban dan tiga temannya dirampok muatan dan isi kapalnya. Para petambak itu kemudian diminta melompat namun sayangnya Adi tidak dapat berenang ke tepi sungai. Jenazah Adi baru ditemukan 2 hari kemudian pada 8 April 2017.

Marthin menjelaskan, kejadian ini bukan pertama kali namun terus terjadi setiap minggu dalam beberapa bulan terakhir ini dan secara aktif diabaikan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Padahal, kata Marthin, kebijakan nasional telah memerintahkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk bekerja memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi Nelayan.

Secara tegas Pasal 39 UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam memerintahkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab memberikan keamanan bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan dan Pembudidaya Ikan. Sebelumnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Kelautan memandatkan Pemerintah memastikan keamanan laut dengan membentuk Badan Keamanan Laut.

“Namun yang ada malah Pemerintah sibuk dengan upaya yang kurang strategis dalam pengawasan laut, bahkan terjebak dengan seremonial penenggelaman kapal asing yang harus dievaluasi,” tegas Marthin.

Dia menjelaskan, upaya melawan illegal fishing dan keamanan laut tidak dapat hanya dengan penenggelaman kapal pelanggar hukum tetapi harus melalui upaya menyeluruh yaitu mengenai tata kelola pengawasan laut yang masih lemah. “Konteks saat ini kebijakan pengelolaan laut masih menerapkan model multi agency, multi task yang tidak efektif,” kata Marthin.

Ini terlihat dari data penenggelaman kapal antara Tahun 2015 telah berlangsung proses hukum terhadap 157 kapal ikan ilegal (84 kapal ikan asing dan 73 kapal ikan Indonesia), 113 kapal asing dan 10 unik kapal bendera Indonesia ditenggelamkan. Sementara, tahun 2016 (22 November 2016): telah menangkap 151 kapal ikan ilegal (terdiri dari 128 kapal ikan asing, 23 kapal ikan Indonesia) dengan 115 yang telah ditenggelamkan.

“Ini menunjukkan upaya penyelesaian permasalahan pencurian ikan tidak hanya dapat diselesaikan dengan sekadar penenggelaman kapal,” ujar Marthin.

Marthin menambahkan, upaya memastikan keamanan laut seharusnya lebih bersifat strategis, dengan menyelesaikan tumpang tindih kementerian, badan dan lembaga yang bertugas mengawasi laut. Setidaknya saat ini terdapat 13 lembaga yang memiliki kewenangan di laut. “Pada akhirnya dukungan penganggaran pengawasan di laut cenderung lemah dan secara kuantitas patroli akan sangat terbatas,” pungkasnya.

Terkait kasus perompakan yang terjadi di Tarakan, Ketua KNTI Tarakan Rustan menyatakan, Kementerian Kelautan seharusnya bekerja menyelesaikan perompakan di laut dan menjamin keamanan nelayan dan petambak terhadap usaha kegiatan di laut. “Menteri Susi lebih baik berhenti melakukan upacara penengelaman kapal ilegal fishing, dan segera melakukan upaya strategis dalam menangkap perampok tambak nelayan, yang sudah meresahkan agar nelayan dan petambak dapat aman bekerja,” ujar Rustan.

“Pelaku perampokan bekerja di tempat yang seringkali sangat susah diawasi dan menjadi lumrah dilakukan malam hari dimana aparat pengawas di laut tidak melakukan patroli,” pungkasnya.

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.