Mashadi: Konsistensi Sang Pendekar Mangrove Pesisir Brebes

Mashadi bersiap untuk tampildi acara Kick Andy (dok. villagerspost.com/bangkit nugroho sylendra)

Brebes, Villagerspost.com – Julukan pria yang selalu tampil sederhana dengan mengenakan setelan pangsi hitam dan udeng batik ini memang keren: “Pendekar Mangrove”.  Namun julukan yang disematkan pada pria bernama Mashadi itu, bukan muncul dari kemampuannya melakukan olah kanuragan di lahan mangrove. Julukan “Pendekar Mangrove” lahir karena ketekunan dan tekad baja Mashadi dalam melestarikan kawasan mangrove di sepanjang pesisir Dukuh Pandansari, Desa Kaliwlingi, Kecamatan Brebes, Brebes, Jawa Tengah.

Ketekunan ini membuahkan hasil positif dimana kawasan mangrove di Brebes menjadi lestari dan ikut mengangkat perekonomian nelayan setempat, karena lestarinya mangrove terbukti mampu meningkatkan potensi perikanan di pesisir Brebes. Usaha pelestarian mangrove yang dilakukan pria kelahiran Brebes 1 Juni 1971 ini juga membawa dampak ekonomi lain yaitu berupa pemanfaatan jasa lingkungan untuk masyarakat.

Sejak 8 Mei 2016 lalu, lewat sebuah acara adat sederhana “Merti Bumi” kawasan Dukuh Pandansari memang telah diresmikan sebagai kawasan wisata mangrove. “Selain wisata mangrove, kami juga membentuk sekolah alam dengan tujuan untuk memberikan edukasi kepada anak-anak yang belum memahami soal lingkungan, seperti ekosistem wisata, kerusakan alam, siklus air, pembibitan kepiting soka dan lainnya,” papar Mashadi, kepada Villagerspost.com, Selasa (9/5).

Kawasan Pandansari sendiri, tadinya adalah kawasan pantai yang dulunya rusak terkena abrasi yang menghancurkan ratusan tambak milik warga. Namun berkat kerja keras warga yang diinisasi oleh tokoh masyarakat setempat Mashadi, kawasan itu perlahan diperbaiki dan ditata ulang dengan menanami mangrove untuk mengembalikan fungsi kawasan pantai sebagai tempat alami pembiakan ikan di laut. Mangrove juga berfungsi untuk menjaga kawasan pantai dari ancaman abrasi.

Dia berjuang bersama masyarakat sekitar untuk merehabilitasi hutan mangrove. Mashadi dan kelompoknya berhasil menanam ulang mangrove sebanyak 2.260.000 batang. Selain itu dia juga aktif memberdayakan masyarakat dan melakukan penguatan kelompok. Dia juga melakukan kampanye dan pendidikan penyadaran lingkungan bagi pelajar tentang pentingnya perlindungan kawasan mangrove.

Kini Pandansari bukan lagi kawasan pantai rusak yang tak menarik dipandang mata. Pandansari telah berubah menjadi kawasan wisata yang banyak diminati wisatawan dari berbagai daerah. Setidaknya ada dua objek atau tempat yang potensial dari Ekowisata Pandasari ini, yakni Pulau Pasir dan Hutan Mangrove.

Atas berbagai upayanya itu, Mashadi pun telah diganjar berbagai penghargaan. Mulai dari Adhi Bakti Mina Bahari, Gerakan Satu Miliar Pohon, Penghargaan dai Dompet Dhafa Republika, hingga yang tertinggi adalah penghargaan Kalpataru yang dia raih tahun 2015 lalu. Berbagai penghargaan itu tak lantas membuat Mashadi puas dan berhenti berkarya.

Dia terus berjuang melestarikan kawasan mangrove dan melakukan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya melestarikan mangrove. Mashadi tak lelah melestarikan berbagai jenis mangrove seperti api-api atau Avicennia marina dan bakau atau Rhizophora mucronata.

Tak heran jika tahun ini, dia kembali diganjar penghargaan dari “Panadol Pejuang Lingkungan”. Kiprah Mashadi sebagai pejuang mangrove sendiri baru-baru ini diulas dalam acara Kick Andy yang ditayangkan pada 19 Mei lalu.

Mashadi memang konsisten dengan gerakan pelestarian mangrove yang sudah dilaksanakannya sejak tahun 2006 lalu itu. “Sudah 11 tahun kami rutin melakukan penanaman mangrove sejak 2006 hingga 2015,” ujarnya.

Sejak tahun 2014, Mashadi mulai melakukan kegiatan penyadaran masyarakat dengan membuat paguyuban bernama Kelompok Mangrove Sari. Dalam tahapan penyadaran masyarakat ini, Ayah dari 4 anak ini, tak lagi sekadar melakukan kegiatan penananman, tetapi juga kampaye penyadaran, pemberdayaan dan pentas seni. “Karena ketika masuk dalam masyarakat yang paling mudah adalah melalui kegiatan adat,” ujar Mashadi.

Sintren, adalah salah satu jenis kesenian yang kerap digunakan Mashadi untuk menyebarkan de penyadaran soal pelestarian mangrove. Sintren sendiri adalah tarian dengan aroma mistis atau magis yang terkenal di masyarakat pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan.

Selain lewat kesenian, Mashadi juga mengajak masyarakat untuk belajar langsung dari alam. “Belajarlah dari kondisi, bahwa sokoguru ini dapat menentukan ide yang cemerlang, karena kondisilah yang mengubah manusia untuk berfikir,” katanya.

Laporan: Bangkit Nugroho Sylendra, Petani Muda, Anggota Gerakan Petani Nusantara, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.