Masyarakat Sulsel Tuntut Lonsum Kembalikan Tanah Ulayat Masyarakat Adat Ammatoa

Kawasan milik mayarakat adat Ammatoa (dok. iccas)

Jakarta, Villagerspost.com – Masyarakat Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Tanah untuk Rakyat mendesak PT London Sumatera (Lonsum) mengembalikan tanah ulayat Masyarakat Adat Kajang Ammatoa Bulukumba, yang dirampas perusahaan tersebut. “PT Lonsum diduga melakukan perampasan tanah ulayat Masyarakat Adat Ammatoa Kajang yang disertai dengan tindakan kekerasan. Tidak hanya itu, warga dan Masyarakat Adat Ammatoa Kajang yang berusaha mempertahankan tanahnya, tak terhindarkan dari kriminalisasi,” kata Arlan Solidaritas Usir Lonsum (Soul), dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Rabu (20/3).

Dia memaparkan, kejadian bermula pada 2 Maret 2018, saat PT Lonsum memobilisasi seluruh pekerja yang berada di bawah naungannya yang tergabung dalam PUK-SPSI Palangisang State dengan melibatkan aparat kepolisian dan TNI untuk melakukan penggusuran paksa rumah-rumah dan tenda-tenda yang didirikan Warga dan Mastarakat adat Ammatoa dalam aksi pendudukan yang telah dilakukan sejak September 2019.

Aksi masyarakat itu sendiri dilakukan untuk merebut tanah ulayat Mayarakat Adat Ammatoa Kajang, yang diduduki oleh HGU PT Lonsum, yang berada di Dusun Tamapalalo, Desa Tamotto, Kecamatan Ujungloe, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Dia mengatakan, selain melakukan kekerasan, juga terjadi kriminalisasi terhadap warga yang berusaha mempertahankan tanahnya. Arlan mengungkapkan, tercatat sejak November 2018, Polres Bulukumba melakukan kriminalisasi terhadap 15 masyarakat adat Ammatoa Kajang yang ditetapkan sebagai tersangka penyerobotan lahan HGU (Hak Guna Usaha) PT Lonsum.

Padahal, kata dia, berdasarkan Perda Bulukumba Nomor 9 tahun 2015 tentang pengukuhan, penguatan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang, justru PT Lonsum yang menyerobot tanah ulayat Ammatoa Kajang atau yang disebut Rembang Luara seluas 2.555,30 hektare.

“Ada juga masyarakat adat yang memiliki Sertifikat Hak Milik juga diserobot oleh HGU PT Lonsum. Dengan dasar tersebut, masyarakat Adat Ammatoa Kajang berjuang untuk mempertahankan tanahnya. Selain itu, terdapat pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan PT Lonsum dalam usaha perkebunannya,” kata Arlan.

Salman dari LBH Makassar mengatakan, PT Lonsum melakukan budidaya dan pengolahan hasil tanaman karet pada empat HGU, yang masing-masing berada di Kecamatan Kajang, Kecamatan Bulukumpa, Kecamatan Ujungloe dan Kecamatan Herlang. “Dari empat HGU itu, hanya satu kecamatan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP), yakni di kecamatan Kajang. Sedangkan di tiga kecamatan lainnya tidak memiliki IUP,” ujarnya.

Menurutnya, hal ini merupakan pelanggaran hukum yang nyata. Sebab, berdasarkan Pasal 47 Ayat (1) UU No.39 tahun 2014 tentang perkebunan, dinyatakan: “Setiap orang/perusahaan yang melakukan usaha budidaya dan pengolahan tanaman perkebunan wajib mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP)”.

Selanjutnya dalam Pasal 105 UU Perkebunan mengatakan: “Setiap perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan dan usaha pengolahan hasil perkebunan yang tidak memiliki IUP, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)”.

“Dengan fakta yang ada di atas, maka PT Lonsum justru telah melakukan pelanggaran undang-undang bidang perkebunan,” tegas Salman.

Selain tidak memiliki IUP, PT Lonsum juga hanya memiliki izin lingkungan di pabrik Ujungloe, sedangkan kegiatan budidaya di tiga kecamatan lainnya tidak memiliki izin lingkungan dan beberapa izin prinsip lainnya. “Aktivitas Lonsum pada area perbukitan telah merusak lingkungan hidup, yang menyebabkan gangguan pada 30 titik air yang merupakan sumber air kegiatan Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat-red),” tambahnya.

Hal ini pun, kata Salman juga merupakan pelanggaran hukum. Pasal 109 UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan: “Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Perampasan tanah/lahan yang dilakukan PT Lonsum terhadap tanah/lahan Masyarakat Adat Ammatoa Kajang berdampak pada pelangaran Hak Asasi Manusia (HAM), berupa hilangnya hak atas penghidupan yang layak, hilangnya hak atas pekerjaan, hilangnya hak atas pengembangan diri, hilangnya hak atas lingkungan hidup yang sehat dan hilangnya sumber penghidupan bagi kemakmuran rakyat. Hal itu merupakan pelangaran atas UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) dan Pasal 28 UUD 1945, UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, dan UU No. 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.

Bundu dari Konsorsium Pembaruan Agraria Sulsel mengatakan, berdasarkan fakta-fakta tersebut, Solidaritas Perjuangan Tanah untuk Rakyat, mengajukan tuntutan kepada pemerintah, Komnas HAM dan Polri untuk mengambil beberapa tindakan. “Pertama, kami meminta Presiden RI untuk segera menyelesaikan konflik dan ketimpangan agraria di Kabupaten Bulukumba,” ujarnya.

Kedua, mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan dan mengeluarkan surat rekomendasi terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan secara bersama-sama oleh PT Lonsum, Pemda Bulukumba, dan Kapolres Bulukumba. Ketiga, mendesak Kapolda Sulsel untuk menindak tegas PT Lonsum dan para pekerja PT Lonsum yang tergabung dalam Pengurus PUK-SPSI Palangisang karena telah melakukan intimidasi, kekerasan serta pengrusakan.

“Keempat, kami mendesak Kapolri melalui Kapolda Sulsel agar mencopot Kapolres Bulukumba dari jabatannya,” tegas Bundu.

Kelima, pihak Solidaritas juga mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI untuk membatalkan HGU PT Lonsum. Keenam, mendesak Polda Sulsel untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana perkebunan & kejahatan lingkungan hidup yang dilakukan PT Lonsum.

“Terakhir, kami juga mendesak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulsel untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan kejahatan lingkungan hidup yang dilakukan PT Lonsum,” pungkasnya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.