Maya Stolastika Boleng: Perbaikan Lahan dengan Pertanian Organik
|
Jakarta, Villagerspost.com – Lahir di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur 11 Juni 1985 silam, Maya Stolastika Boleng sudah sangat akrab dengan lahan pertanian yang kering atau lahan kritis yang sulit ditanami. Demikian pula ketika dia kemudian pindah dan menetap di Desa Trawas, Mojokerto Jawa Timur.
Selain lahan kritis, Maya juga kerap mendengar pandangan baik dari keluarga maupun masyarakat sekitar soal profesi petani yang dianggap sebagai pekerjaan remeh yang tidak memerlukan pendidikan tinggi. Petani dianggap sebagai kelompok masyarakat yang menempati strata sosial rendah jika dibandingkan profesi lain dalam tatanan masyarakat kita. “Saya sendiri tidak pernah terbayang sebelumnya untuk bercita-cita apalagi berprofesi sebagai seorang petani,” kata Maya.
Namun perjalanan nasib, ternyata membawanya meneuki profesi yang sebetulnya merupakan profesi mulia itu. Agustus 2007 adalah kali pertama Maya berkenalan dengan pertanian. Beruntung, dalam perkenalan pertamanya itu, dia langsung berkenalan dengan sistem pertanian organik. “Saat itu saya masih duduk dibangku kuliah semester lima,” ujarnya.
Dari belajar tentang pertanian organik itu pula, Maya mengetahui, semakin banyaknya lahan kritis yang tidak lagi dapat ditanami dengan mudah, justru akibat penggunaan pupuk sintetis dan pestisida kimia yang serampangan. Selain itu, dia juga belajar, tingginya angka kematian akibat penyakit yang dipicu oleh bahan makanan yang terpapar zat kimia berbahaya pada pupuk sintetis dan pestisida kimia.
“Kenyataan itu membuat saya tergerak untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Dan perubahan itu menuntun saya pada jalan menjadi seorang petani organik,” tegas Maya.

Dia mengatakan, ada dua faktor penting yang menjadi intisari dalam sistem pertanian organik, yaitu perbaikan lingkungan dan kesehatan. “Hal itu sesuai dengan cita-cita usaha saya yaitu menjadi agen perubahan untuk lingkungan dan masa depan bangsa yang lebih baik demi kesejahteraan dan kesehatan masyarakat serta kelestarian alam untuk anak cucu bangsa Indonesia,” ujar Maya.
Melalui usaha pertanian organik ini selain dapat membuka lapangan pekerjaan, Maya juga ingin ikut berpartisipasi dalam memperbaiki lahan pertanian yang mengalami ketergantungan pada pupuk sintetis dan pestisida kimia. Selain itu, ia juga ingin menyediakan pangan sehat melalui produk pertanian organik lokal yang tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan, tetapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
“Kemudian dengan memperluas wilayah pemasaran usaha, saya yakin akan semakin memacu semangat petani yang lain untuk ikut berpartisipasi dalam pola bercocok tanam organik,” kata Maya.
Kegiatan–kegiatan tersebut menjadi misi Maya dalam membangun usaha pertanian organik ini. Seperti halnya hidup yang penuh ujian, sebuah cita-cita juga harus menempuh ujiannya supaya dapat benar-benar terwujud dan melahirkan banyak kebaikan. “Dan ujian pertama yang harus saya hadapi adalah sulitnya mendapatkan tenaga petani karena kurangnya minat masyarakat terhadap profesi ini,” keluhnya.
Kemudian harus, Maya juga harus menghadapi pola pikir sebagian besar petani yang masih menerapkan pola bercocok tanam “instan” yang mengandalkan pupuk sintetis dan pestisida kimia untuk menggenjot hasil pertanian dan memperpendek waktu panen.
Sebagai jawaban atas ujian-ujian tersebut, Maya kemudian menerapkan sistem rolling kerja di setiap kebun, dan sistem paruh waktu, serta upah yang setara dengan pekerjaan konstruksi bangunan.
“Karena masyarakat didaerah pertanian saya lebih memilih untuk menjadi kuli bangunan yang pendapatannya lebih tinggi dibandingkan menjadi petani. Untuk mengatasi persoalan pola bercocok tanam yang instan saya memberikan kartu tanam dan panen sebagai indikator pengawasan kendali mutu hasil pertanian organik dikebun saya,” ujarnya.
Soal motivasinya mengikuti pemilihan Duta Petani Muda 2016, Maya mengaku, ingin menunjukan kepada kaum muda Indonesia bahwa menjadi petani bukanlah profesi yang remeh, melainkan profesi yang berpengaruh dalam masyarakat kita. Dengan menjadi petani kita memiliki tanggung jawab yang besar dalam ketahanan pangan keluarga, masyarakat dan bangsa kita. Sebagai seorang petani kita dibutuhkan oleh siapapun juga dan apapun profesinya.
“Melalui Duta Petani Muda 2016, saya berharap memperoleh wawasan, ilmu dan dukungan untuk dapat mengembangkan usaha pertanian organik demi terwujudnya cita-cita usaha saya,” pungkasnya.
Ikuti informasi terkait pemilihan Duta Petani Muda >> di sini <<