Mendag Temui Parlemen Prancis, Bahas Pajak Minyak Sawit

Industri pengolahan minyak sawit Indonesia (dok. agro.kemenperin.go.id)
Industri pengolahan minyak sawit Indonesia (dok. agro.kemenperin.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong berangkat menuju Paris, Prancis, Kamis (11/2) kemarin untuk menemui parlemen Prancis dan sejumlah pihak lain untuk membahas masalah pajak minyak sawit. Prancis berencana memberlakukan pajak progresif minyak kelapa sawit yang diatur dalam Amandemen No.367 dan diadopsi Majelis Tinggi Legislatif Prancis pada 21 Januari 2016.

Dengan aturan itu, produk minyak sawit di Prancis akan dikenakan pajak sebesar Eur300 mulai tahun 2017 nanti. Nilai pajak ini akan terus naik dan akan mencapai angka EUR900 pada 2020. Sebagai gambaran, harga minyak sawit dalam beberapa tahun terakhir berada pada kisaran EUR550 per ton.

(Baca Juga: Mendag: Pajak Sawit Langgar Aturan WTO)

Indonesia pun bereaksi keras atas rencana ini karena pengenaan pajak progresif hingga mencapai EUR900 per ton dapat berdampak buruk pada perekonomian Indonesia. “Kami secara resmi minta Pemerintah dan Parlemen Prancis membatalkan amandemen ini. Saya optimis Pemerintah dan Parlemen Prancis mau menjaga hubungan kerja sama perdagangan ini secara baik dan bersedia mendengarkan suara kami,” kata Mendag Thomas Lembong, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Jumat (12/2).

Rencananya Majelis Nasional Prancis akan memutuskan amandemen ini menjadi undang-undang pada 15 Maret 2016. Namun  Indonesia berpendapat, pemberlakuan pajak progresif pada kelapa sawit tersebut akan melanggar prinsip-prinsip national treatment dan non-discrimination sebagaimana diatur dalam WTO General Agreement on Tariffs and Trade 1994.

Pasalnya pajak tinggi ini ditujukan hanya pada produk minyak sawit tetapi tidak pada produk minyak nabati lainnya seperti minyak bunga matahari, minyak jagung, ataupun rapeseed oil. Dalam draf Amandemen No 367 disebutkan, produk yang mengandung palm oil, palm kernel oil, dan coconut oil akan dikenakan pajak yang akan meningkat secara progresif.

Langkah ini, menurut Thomas Lembong, merupakan sebagai langkah diskriminatif agar importir, pengguna, dan konsumen minyak kelapa sawit beralih ke minyak nabati lainnya yang diproduksi di Prancis dan negara Eropa lainnya. Thomas  mengungkapkan, Prancis telah menandatangani Amsterdam Declaration in Support of a Fully Sustainable Palm Oil Supply Chain by 2020.

Dengan menjadi bagian dari Amsterdam Declaration semestinya Prancis mendukung negara-negara eksportir minyak sawit untuk menerapkan sistem Sustainable Palm Oil sebagaimana sudah diterapkan Indonesia melalui Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). “Saya berharap pemerintah Prancis menunjukkan sikap tegas menolak amandemen ini,” tegas Thomas Lembong.

Sebelumnya, Thomas juga telah bertemu dengan Duta Besar Prancis untuk Republik Indonesia Corinne Breuzé pada 4 Februari 2016 lalu di Jakarta. Menurut Mendag, jika Amandemen No 367 terhadap Undang-Undang Tentang Keragaman Hayati dilanjutkan, maka akan berdampak pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia karena sektor ini menyumbang 1,6% terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kebijakan yang diskriminatif itu juga akan mempengaruhi kehidupan 16 juta pekerja langsung dan tidak langsung di sektor ini, dan sekitar 61 kota di Indonesia yang bergantung pada kegiatan di sektor sawit. “Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia terpenting dengan kontribusi sebesar US$19 miliar per tahun. Jika amandemen diberlakukan, dampaknya cukup besar bagi Indonesia,” ujar Mendag. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.