Menggagas Intelijen Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan

Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian. DPR mendapat masukan membentuk intelijen karantina dalam penyusunan RUU Karantina (dok. karantina.pertanian.go.id)
Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian. DPR mendapat masukan membentuk intelijen karantina dalam penyusunan RUU Karantina (dok. karantina.pertanian.go.id)

 
Jakarta, Villagerspost.com – Komisi IV DPR RI mendapatkan masukan berharga dari para pakar dan akademisi dari Universitas Gadjah Mada terkait upaya melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Fakultas Kehutanan UGM, Senin (7/9) lalu, DPR mendapat masukan soal perlunya membentuk intelijen karantina hewan dan tumbuhan untuk memperkuat lembaga karantina.

RUU Karantina ini sendiri, menurut Anggota Komisi IV DPR Ibnu Multazam sangat penting dan akan menjadi landasan atau payung hukum pembentukan Badan Karantina Nasional (BKN). “RUU Karantina menjadi isu strategis, terutama karena menyangkut gagasan Komisi IV DPR RI mengenai perlunya dibuat Badan Karantina Nasional yang langsung berada di bawah Presiden,” kata Ibnu seperti dikutip dpr.go.id, Rabu (9/9).

BKN, kata Ibnu, akan dirancang melindungi kelestarian keanekaragaman sumber daya alam hayati Indonesia. Badan itu dianggap sangat strategis untuk menangkal masuknya benih atau bibit hewan, ikan, dan tumbuhan impor yang tidak memenuhi syarat teknis kesehatan hewan dan tumbuhan sehingga membawa wabah virus atau bakteri berbahaya di dalam negeri.

Gagasan itu muncul karena saat ini lembaga karantina yang ada dinilai kurang maksimal bekerja, selain terbatasnya sumber daya manusia (SDM) juga karena dengan adanya dua lembaga karantina seperti yang selama ini bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan.

Usulan membentuk atau melibatkan intelijen dalam memperkuat lembaga karantina ini sendiri, kata Ibnu, datang dari pakar Sumber Daya Alam Hayati UGM Prof. Dr. Ir. Djoko Marsono. Dia mengatakan, keberadaan intelijen karantina sangat diperlukan dalam hal perlindungan hewan, ikan dan tumbuhan atau kekayaan hayati dalam negeri.

“Keterlibatan intelijen dalam UU Karantina diperlukan untuk mencegah pencurian spesies asli Indonesia. Pencurian kekayaan hayati dalam negeri sangat mungkin dilakukan oleh pihak asing untuk kepentingan pelemahan daya saing komoditas lokal,” kata Djoko.

Terkait upaya DPR mendapatkan masukan dari para pakar dan akademisi ini, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Satyawan Pudyatmoko menyampaikan apresiasinya. Dia mengataka, RUU Karantina memang menjadi sebuah kebutuhan demi melakukan perlindungan atas eksistensi tumbuhan serta satwa dalam negeri.

“Dengan begitu dapat menangkal masuknya spesies tumbuhan maupun satwa yang berpenyakit atau invasif terhadap satwa atau tumbuhan dalam negeri,” tuturnya.

Selain itu, pembentukan Badan Karantina Nasional juga diharapkan memiliki fungsi sebagai alat politik perdagangan internasional. “Dengan demikian, Indonesia juga memiliki daya tangkal terhadap serbuan produk impor yang memiliki dampak ekonomi nasional,” kata Satyawan.

Menyatukan Fungsi Karantina

Komisi IV memang berharap BKN nantinya akan mampu mengoptimalkan upaya karantina untuk melindungi kelestarian sumber daya alam hayati dengan mencegah masuk dan tersebarnya hama serta penyakit hewan, ikan serta tumbuhan ke dalam negeri. Anggota Komisi IV dari FPG Hardisoesilo mengatakan, BKN diharapkan akan dapat menyatukan fungsi perkarantinaan nasional.

“Dengan demikian nantinya institusi tersebut tidak hanya berperan mengefektifkan dan mengefisienkan koordinasi tetapi lebih dari itu bisa lebih solid lagi dengan adanya sejumlah gugus tugas operasional dalam perkarantinaan,” ujar Hardisoesilo saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) penyusunan RUU Karantina dengan sejumlah pelaku usaha di Gedung DPR Jakarta, Selasa (1/9).

“Dengan demikian nantinya institusi tersebut tidak hanya berperan mengefektifkan dan mengefisienkan koordinasi tetapi lebih dari itu bisa lebih solid lagi dengan adanya sejumlah gugus tugas operasional dalam perkarantinaan,” ujar Hardisoesilo.

Saat ini masalah karantina tersebar dalam sejumlah kementerian, yakni untuk karantina ikan di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sementara karantina hewan dan karantina tumbuhan berada di Kementerian Pertanian.

Lebih lanjut Hardisoesilo menuturkan bahwa BKN ini juga akan terintegrasi dengan keimigrasian dan bea cukai, sebagaimana lazimnya perkarantinaan di negara-negara maju, semisal di Amerika Serikat dengan lembaganya bernama ‘US Custom and Border Protection’.

Wakil Ketua Komisi IV Ibnu Multazam menambahkan, BKN ini menjadi salah satu substansi dalam RUU tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan yang tengah disiapkan sebagai RUU inisiatif DPR. “Karena itu kami membutukan masukan dari berbagai pemangku kepentingan sebelum melakukan pembahasan RUU ini bersama pemerintah,” ujarnya.

Dalam RDPU itu, Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyatakan dukungannya atas keberadaan BKN ini karena institusi tersebut bisa dijadikan bumper untuk melindungi kepentingan nasional, khususnya para petani dan nelayan dari gempuran produk pertanian dan perikanan impor.

Menurut dia, setelah diberlakukannya era perdagangan bebas masyarakat ASEAN dan juga global, maka satu-satunya instrumen penghambat non tarif produk untuk masuk ke Indonesia hanyalah karantina.

Hal senada disampaikan Ketua Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran, Khafid Siroituddin yang mengatakan bahwa hal terpenting dalam pembentukan infrastruktur baru di bidang perkarantinaan itu adalah adanya kejelasan aturan main dan transparansi.

“Yang dibutuhkan para pengusaha itu sederhana saja, yakni ada kepastian dalam hal waktu karantina maupun biayanya. Kepastian ini penting mengingat produk buah-buahan dan sayuran masa bertahannya singkat dan mudah rusak dalam perjalanan,” katanya. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.