Moratorium Program Bantuan Kapal, Momentum Evaluasi
|
Jakarta, Villagerspost.com – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai, kesepakatan moratorium bantuan kapal nelayan pada tahun 2018 adalah momentum untuk mengevaluasi dan memperbaiki kesalahan yang masih terulang dalam program bantuan kapal nelayan. “Momentum ini untuk mengevaluasi proses hulu hingga hilir kebijakan program bantuan kapal yang dicanangkan pemerintah. Khususnya karena proses pengadaan bantuan kapal untuk nelayan masih mengabaikan aspek partisipasi, transparasi dan akuntabilitas,” Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata, kepada Villagerspost.com, Selasa (24/10).
Secara mendasar, KNTI mendukung program bantuan kapal untuk nelayan karena saat ini membutuhkan revitalisasi kapal skala kecil hingga menengah untuk memanfaatkan kelimpahan ikan. “Namun, pemerintah perlu memperhatikan karakteristik geografis dan kebutuhan kapal untuk nelayan di masing-masing daerah,” tegas Marthin.
Sebagai contoh di Pulau Bunyu Kalimantan Utara yang diutarakan oleh Ketua KNTI DPD Bulungan di Pulau Bunyu Hamsah. Menurut Hamsah, dalam program bantuan kapal tahun 2016, Kalimantan Utara menerima 9 bantuan kapal dibawah 10 Gross Ton (GT) yang semuanya hingga detik ini belum beroperasi.
Bantuan kapal di Kalimantan Utara terbagi di Kabupaten Nunukan sebanyak 8 kapal dan di Kabupaten Bulungan satu kapal. “Kapal yang kami terima yaitu Kapal KM Nelayan 109 dimana kondisi kapal yang diterima tidak seperti bayangan nelayan sehingga mengharuskan adanya perubahan pada bagian tangki BBM, palka kapal dan bagian depan kapal,” papar Hamsah.
Nelayan menghabiskan dana koperasi nelayan sebesar Rp15 juta untuk perubahan itu. “Pemerintah juga belum menyediakan alat tangkap sebagai penunjang beroperasinya kapal,” tambah Hamsah.
Selain itu, hingga saat ini, izin melaut kapal nelayan di Pulau Bunyu sejak bantuan diberikan pada tahun 2016, belum juga diterbitkan oleh pemerintah. “Kami juga meminta evaluasi proses penunjukan galangan kapal dimana konstruksi kapal masih ada kekurangan. Sehingga kapal tidak dapat digunakan, sementara biaya perawatan bulanan terus berjalan yang hingga saat ini telah mengeluarkan biaya 5-6 juta sejak diterima nelayan,” tegas Hamsah.
Sebagai informasi, BPK telah mengeluarkan status “tidak memberikan komentar/disclaimer” terhadap laporan keuangan KKP tahun 2016. Hal ini berarti masih banyak masalah dalam pengelolaan anggaran KKP.
Salah satunya adalah pengadaan bantuan kapal nelayan tahun 2016 berjumlah 1.716, namun hanya terealisasi 754 kapal. Ini pun dengan catatan kapal belum terdistribusikan seluruhnya serta perizinan kapal yang belum diselesaikan yang akhirnya mangkrak.
Kapal yang sudah diserah terimakan berjumlah 509 dan 201 belum didistribusikan serta 44 masih proses pengerjaan. DPR menyetujui anggaran KKP tahun 2018 sebesar Rp9,27 triliun namun terdapat kesepakatan untuk moratorium anggaran bantuan kapal sebesar Rp501 miliar. (*)