Nelayan dan Masyarakat Tolak AMDAL Bodong Reklamasi Pulau C dan D
|
Jakarta, Villagerspost.com – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) secara tegas menolak pembahasan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Kelola Lingkungan (RKL), serta Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Reklamasi dan Pembangunan di atas Pulau C dan D oleh PT Kapuk Naga Indah di Kawasan Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Pihak koalisi menilai, pembahasan dokumen AMDAL diadakan oleh Komisi Penilai AMDAL Provinsi DKI Jakarta, hari ini, Kamis (30/3), di Aula Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta telah cacat prosedural, cacat substansi serta cacat partisipasi publik.
Marthin Hadiwinata dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengatakan, dasar penolakan ini adalah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor: SK.354/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016 Tentang Pengenaan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Berupa Penghentian Sementara Seluruh Kegiatan PT Kapuk Naga Indah Pada Pulau 2b (C) Dan Pulau 2a (D) di Pantai Utara Jakarta. Keputusan tersebut telah menjatuhkan sanksi administratif paksaan berupa penghentian seluruh kegiatan reklamasi dan/atau konstruksi PT.Kapuk Naga Indah atas beberapa pelanggaran izin lingkungan.
“Sampai saat ini, publik tidak mengetahui sampai sejauh mana pelaksanaan kewajiban pengembang terhadap sanksi administratif yang dijatuhkan KLHK,” kata Marthin dalam pernyataan tertulis kepada Villagerspost.com.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut memerintahkan PT Kapuk Naga Indah untuk melakukan perubahan dokumen lingkungan dan izin lingkungan yang mencakup Kajian Lingkungan Hidup strategis (KLHS). “Tetapi sampai saat ini dokumen KLHS tertutup dan tidak dapat diakses secara luas oleh publik dan diduga keras dokumen tersebut belum disusun,” tegas Marthin.
Koalisi juga mendasarkan penolakan pembahasan dokumen AMDAL, RKL, serta RPL Reklamasi dan Pembangunan bangunan di atas Pulau C dan D berdasarkan Dokumen Policy Brief dari Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2016 mengenai dampak Sosial Ekonomi dan kebijakan Reklamasi Teluk Jakarta. Dokumen tersebut menyatakan dampak buruk pembangunan reklamasi pulau C dan D yang telah dirasakan oleh nelayan dalam bentuk rusaknya mata pencaharian dan semakin rutinnya terjadinya air pasang atau rob di wilayah tempat tinggal komunitas nelayan.
Jika dahulu air pasang bisanya sering terjadi hanya pada musim angin timuran, namun kini hampir setiap hari terjadi. Dua hal tersebut berdampak pada ketidaknyamanan tempat tinggal nelayan di Teluk Jakarta. “Selain itu, pendangkalan juga sering terjadi di wilayah pintu keluar masuk kapal di belakang tempat pelelangan ikan (TPI). Akibatnya, alur keluar masuk kapal dari TPI menuju laut menjadi terganggu,” terang Marthin.
Dengan demikian, pembahasan dokumen Andal, RKL, serta RPL Reklamasi dan Pembangunan bangunan di atas Pulau C dan D penuh dengan kecacatan karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. “Kami tegaskan pembahasan sidang ini adalah omong kosong dan tidak memiliki makna apapun karena Pulau C dan D serta bangunan di atasnya telah terbangun. Sementara itu, pada saat yang sama banyak sekali aturan hukum yang dilanggar termasuk adanya dugaan pelanggaran pidana lingkungan hidup,” pung Marthin. (*)