Oxfam: Kegagalan Politik Dorong Terjadinya Krisis Kemanusiaan

Anak-anak pengungsi Suriah di kamp pengungsian (dok. oxfam america)
Anak-anak pengungsi Suriah di kamp pengungsian (dok. oxfam america)

Jakarta, Villagerspost.com – Kegagalan bayak pemerintahan di dunia untuk mengatasi penyebab terjadinya konflik dan bencana, serta kegagalan dalam menghadapi dampak dari dua kejadian itu telah menyebabkan jutaan orang di dunia mengalami penderitaan dan menyebabkan sistem bantuan kemanusiaan berada dalam posisi yang belum pernah dialami sebelumnya. Hal itu ditegaskan Oxfam dalam menjelang ajang pertemuan kemanusiaan atau Humanitarian Summit di Turki yang akan berlangsung pada 23-24 Mei mendatang.

“Pertemuan ini harus menghasilkan lebih ketimbang sekadar pasar pembicaraan berharga mahal dengan mengatasi berbagai kegagalan pemerintah untuk menyelesaikan konflik dan mengakhiri budaya kebal hukum dimana warga sipil terbunuh tanpa ada konsekuensi,” kata Kepala Eksekutif Oxfam Inggris Mark Goldring dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Jumat (20/5).

(Baca juga: Nelayan Aceh Masuk Nominasi Refugee Award)

Pertemuan tersebut yang merupakan ajang pertemuan pertama kalinya, bertujuan untuk meningkatkan cara bagaimana dunia merespons krisis kemanusiaan. Tetapi reformasi ini akan hanya berdampak terbatas jika pemerintah gagal untuk menemukan penyebab utama dari krisis dan pelanggaran sistematik atas hak asasi manusia dan hukum perang yang ditujukan untuk melindungi warga sipil.

Pertemuan itu juga dilakukan ketika 125 juta orang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan, lebih dari 60 juta orang melarikan diri dari perang, konflik dan hukuman serta perubahan iklim membuat bencana alam terjadi semakin sering dan semakin parah. Kurangnya respons dari Inggris dan pemerintah Eropa terhadap lebih dari sejuta pengungsi dan kaum migran lain yang tiba di Eropa sepanjang tahun kemarin semakin memperparah penderitaan

Dia mengatakan, pemerintah di dunia terus mementingkan kepentingan jangka pendek mereka termasuk penjualan senjata yang memanaskan konflik ketimbang stabilitas jangka panjang dan perlindungan kehidupan manusia. “Kegagalan untuk melindungi warga sipil dan membawa kedamaian adalah penyebab banyaknya penderitaan yang dihadapi para pengungsi dan mereka yang ditempatkan di perbatasan,” kata Goldring.

Negara kaya, tidak bisa cuci tangan begitu saja atas penderitaan yang juga menjadi tanggung jawab mereka dan harus bertindak lebih untuk melakukan bagian mereka kepada kaum yang rentan. Langkah baru-baru ini seperti perjanjian antara Uni Eropa-Turki dan rencana untuk mengalihkan kontrol perbatasan Uni Eropa ke tangan negara Afrika dengan catatan hak asasi manusia yang meragukan, merupakan langkah berbahaya, memperdagangkan hak pengungsi hanya untuk membiarkan mereka tetap di luar dan melalaikan kewajiban atas kesejahteraan mereka.

“Pekan lalu pemerintah Kenya memberikan contoh negara-negara Eropa menolak pengungsi Suriah dengan mengumumkan penutupan kamp pengungsi Dadaab,” kata Goldring.

“Pemerintah Inggris dipuji karena kebaikannya dan mengelola dana bantuan terlepas dari berbagai kritik yang terus tejadi, tetapi ini bukan permafaan untuk pertanggungjawaban mereka,” tambahnya.

Lebih banyak aksi harus dilakukan untuk membawa kedamaian, menerapkan hukum perang dan membalik arus pasang bencana terkait perubahan iklim. Oxfam mengakui juga perlu banyak berubah bersama lembaga swadaya masyarakat, agensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, di hadapan tuntutan bantuan kemanusiaan yang semakin meningkat–termasuk memberikan peran lebih besar dan pendanaan lebih banyak kepada organisasi lokal dalam merespons keadaan darurat.

Ikuti informasi terkait masalah pengungsi >> di sini <<

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.