Pakar IPB: Pengembangan Pangan non Beras Perlu Kebijakan Revolusioner

Ilustrasi diversifikasi pangan (cwsglobal.org)

Jakarta, Villagerspost.com – Pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr.Suryo Wiyono menyambut baik rencana pemerintah untuk memulai program diversifikasi pangan, khususnya pangan non beras yang berbasis pangan lokal. ” Pangan non beras sudah lama tidak diseriusi, kalau sekarang ada kebijakan serius perlu didukung,” ujarnya kepada Villagerspost.com, Senin (4/12).

Meski demikian, menurut Suryo, harus diingat pengembangan pangan non beras harus mencakup beberapa aspek. “Tidak hanya produksi, tetapi juga pengolahan dan konsumsi. Kelembagaan untuk pengolahan dan strategi meningkatkan konsumsi perlu dilalukan bersamaan dengan peningkatkan produksinya,” terang Suryo.

Tanpa kebijakan revolusioner, alias mengandalkan strategi konvensional, menurut Suryo, upaya pengembangan pangan non beras ini akan sulit berhasil. Salah satu upaya misalnya mendorong industri pengolahan pangan non beras dengan insentif kemudahan perizinan dan keringanan pajak bahkan subsid pada 5 tahun pertamai.

“Kemudian juga perlu diikuti dengan kampanye masif pemerintah untuk konsumsi pangan non beras,” tegas Suryo.

Dia mengatakan, Indonesia memiliki sumber penghasil karbohidrat selain beras yang cukup berlimpah dan mudah dikembangkan dengan ekonomis. “Contoh tanaman penghasil karbohidrat yang berinput rendah dan tidak membutuhkan lahan subur misalnya pisang berpati (plaintain) dan uwi (Dioscorea). Di negara-negara Afrika kedua tanaman itu menjadi pangan pokok,” ujar Suryo.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Pertanian menegaskan, akan menjalankan program diversifikasi pangan mulai tahun 2018 nanti. “Program ya, artinya akan berkelanjutan, pengembangan pangan lokal non-beras, non-terigu,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi, beberapa waktu lalu.

Peta jalan pun telah disiapkan. Dalam waktu dekat, kata dia, diversifikasi pangan ditargetkan terlaksana di16 provinsi. Provinsi tersebut memiliki potensi pangan lokal sehingga mudah dikenal oleh masyarakat. Dengan begitu, komoditas lokal tersebut akan kembali diangkat menjadi pangan pokok. Contohnya Nusa Tenggara Timur dengan jagung dan wilayah timur dengan komoditas sagu.

Ia menjelaskan, program diversifikasi merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan terigu. Namun, pengganti beras dan terigu tersebut harus bersumber dari komoditas lokal bernutrisi dan aman untuk dikonsumsi.

Beberapa komoditas lokal yang berpotensi mengkonversi beras dan terigu bersumber dari aneka umbi seperti gembili, ganyong dan garut sementara dari golongan serealia terdapat sagu, sorgum dan jagung. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.