Pelaku Perikanan di Sorong Minta Diizinkan Operasikan Pukat Udang hingga Transhipment
|
Jakarta, Villagerspost.com – Tim Analisis dan Evaluasi serta Satgas IUU Fishing Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin Wakil Ketua I Satgas KKP Yunus Husein dan Irjen KKP Andha Fauzie Miraza mengadakan pertemuan dengan Himpunan Pengusaha Penangkapan Udang Indonesia (HPPI) di Sorong, Papua. Tim diterima oleh 7 orang perwakilan HPPI di kantor Pelabuhan Perikanan Sorong.
Dari hasil dialog ditemukan bahwa para pengusaha pada dasarnya mendukung aturan kebijakan moratorium yang diterbitkan oleh KKP. Namun para pengusaha mengharapkan agar diperbolehkan menangkap udang dengan alat tangkap pukat udang. Hal ini karena menurut mereka alat tangkap tersebut masih tergolong ramah lingkungan dan tidak merusak terumbu karang karena alat tersebut tidak sampai mengeruk ke dasar laut.
“Hari ini Tim Anev dan Satgas IUU Fishing bertemu dengan para pelaku usaha perikanan yakni Himpunan Pengusaha Penangkapan Udang Indonesia (HPPI) di Kantor Pelabuhan Perikanan Sorong. Kita sudah mendengar langsung aspirasi dari para pelaku usaha,” ungkap Yunus Husein seperti dikutip kkp.go.id, Senin (4/5).
Selanjutnya HPPI menginginkan agar hasil udang yang sudah tersimpan dan dikemas di cool storage sebelum moratorium agar bisa keluar dikirim atau diekspor ke negara-negara tujuan di Asia seperti ke China, Jepang dan Taiwan. Menurutnya, bila terlalu lama tersimpan kondisi udang akan rusak dan mutu udang menjadi rendah atau tidak segar. Kemudian HPPI mengurungkan niatnya untuk bertemu langsung dengan Menteri Susi Pudjiastuti di Jakarta.
Selain berdialog dengan pengusaha udang, tim anev juga mengadakan kunjungan ke Unit Pengolahan Ikan (UPI) masing-masing di PT Alfa Kurnia Fish Enterprise Sorong, PT Dwi Bina Utama Sorong, dan PT Citaraja Ampat Scanning Sorong.
Dalam kunjungan ketiga perusahaan tersebut ternyata hanya satu perusahaan yang masih berjalan/ beroperasi yaitu PT Citaraja Ampat Scanning karena perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan/ proses pengalengkan ikan jenis cunang, tongkol dan baby tuna dengan tujuan ekspor ke China dan Taiwan.
“Tim Anev dan Satgas mengadakan pemeriksaan kelengkapan surat-surat izin penangkapan dan surat kelayakan berlayar kapal tangkap, serta berdialog dengan pelaku usaha,” tutur Yunus Husein.
Dari hasil dialog diketahui bahwa para pelaku usaha di bidang perikanan di Sorong mengharapkan pemerintah segera mencarikan solusi dan mengizinkan hasil tangkapan sebelum terkena moratorium bisa dikirim atau di ekspor ke negara tujuan.
Mereka juga menginginkan kapal-kapal penangkap ikan yang memiliki surat-surat izin yang lengkap bisa beroperasi kembali menangkap ikan karena banyak aktivitas perusahaan menjadi berhenti dan tidak berproduksi yang mengakibatkan terhadi PHK besar-besaran kepada ABK.
Tim Anev juga melakukan wawancara singkat dengan Hasan Suneth, selaku Manajer Koperasi di Koperasi Unit Bersama (KUB) Mina Mandiri di Sorong. “Sebelum ada aturan moratorium, rata-rata tangkapan ikan per 14 hari mencapai 10-20 ton, namun setelah ada aturan moratorium rata-rata hasil tangkapan nelayan mencapai sekitar 30-40 ton per 14 hari,” tutur Hasan Suneth.
Khusus untuk PT Citaraja Ampat Scanning masih beroperasi karena perusahaan tersebut mengumpulkan ikan tongkol dan baby tuna dari nelayan tradisional untuk di proses menjadi ikan kaleng. Untuk jenis ikan tongkol dan baby tuna perusahaan membeli ikan dari nelayan dengan harga Rp8.000/ kg. Para nelayan meminta agar transhipment berlaku bagi nelayan tradisional untuk memasok ikan ke kapal pengangkut milik perusahaan.
Pada kesempatan itu, tim anev dan Satgas IUU Fishing juga kembali melakukan verifikasi kapal eks asing. Ada 4 perusahan yang menjadi target verifikasi. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Dwi Bina Utama (BINAMA), PT Alfa Kurnia Fish Enterprise, PT Mina Tama, dan PT West Irian Fishing Industries.
Kapal milik PT Dwi Bina Utama yang diperiksa Tim Anev dan Satgas IUU Fishing adalah KM Binama 1, KM Binama 3, KM Binama 16 masing-masing dengan bobot 204 GT. Kapal tersebut merupakan kapal buatan Jepang tahun 1976 dengan menggunakan alat tangkap jenis Pukat Udang dengan hasil tangkapan utamanya adalah udang seberat 27 ton (dalam kurun waktu 60-70 hari). Saat ini kondisi kapal sedang doking di Pelabuhan Perikanan Sorong.
“Dalam verifikasi kami melakukan pengecekan soal ABK, kewajiban pendaratan, soal NPWP pajak bayar pajak atau tidak, soal pemindah tanganan kapal, tingkat pelanggaran mereka selama moratorium,” ungkap Yunus Husein.
Tim Anev juga telah memeriksa satu KM Kurnia 8 dengan bobot 145 GT milik PT Alfa Kurnia Fish Entreprise. Perusahaan tersebut memiliki 9 Kapal Motor (KM) penangkap udang buatan Amerika yang saat ini tidak bisa melaut karena adanya aturan Moratorium.
Selain itu, Tim Anev dan Satgas IUU Fishing juga telah memeriksa kapal angkut ikan eks Asing asal Filipina yakni KM Charl Henrich 18 dengan bobot 260 GT dengan daya angkut 60 ton per dua minggu. Kapal tersebut milik PT Mina Tama saat ini tidak bisa melaut. ABK terdiri dari 8 orang dimana 6 orang berasal dari Indonesia dan 2 orang berasal dari Filipina.
Tim Anev dan Satgas IUU Fishing juga telah memeriksa KM Udang 2 dan KM Aman 6 milik PT West Irian Fishing Industries. Adapun jumlah kapal penangkap udang milik perusahaan tersebut adalah 9 kapal dengan rincian 3 kapal masih beroperasi sedangkan 6 kapal masih docking. (*)