Pemerintah Diminta Tegas Tagih Ganti Rugi Rp18,9 Triliun Terkait Kasus Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan di Pelalawan, Provinsi Riau (dok. greenpeace/rony muharrman)

Jakarta, Villagerspost.com – Pekan ini kabut asap kebakaran hutan menyelimuti kota Dumai, Riau. Greenpeace Indonesia kemudian menganalisis data resmi pemerintah dari tahun 2012-2018, terkait sebelas perkara perdata kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan pembalakan liar dengan ganti rugi dan pemulihan lingkungan mencapai Rp18,9 triliun. Hasilnya, belum ada satu pun kasus karhutla yang dibayar oleh para perusahaan.

“Sebagai warga negara, jika kita tidak membayar pajak maka terancam hukuman. Lalu mengapa para pemilik perusahaan-perusahaan besar ini tidak dipaksa untuk membayar denda mereka atau menyita aset perusahaan,” kata Team Leader Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas.

Sepuluh dari sebelas kasus gugatan perdata pemerintah terhadap perusahaan perkebunan (kelapa sawit, sagu, dan bubur kayu) terkait kebakaran hutan antara 2012-2015, memerintahkan ganti rugi dan pemulihan lingkungan total senilai Rp2,7 triliun. Sementara perkara perdata kesebelas merupakan kasus terbesar dalam ganti rugi mencapai Rp16,2 triliun terkait dengan pembalakan liar dilakukan sejak tahun 2004 oleh perusahaan kayu Merbau Pelalawan Lestari.

Tabel Nilai Denda Terkait Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan

                                                                   sumber: Greenpeace

Tahun 2014, salah satu kasus kebakaran hutan yang digugat perdata oleh pemerintah adalah Bumi Mekar Hijau (BMH), pemasok untuk Asia Pulp and Paper, perusahaan bubur kertas terbesar di Indonesia. Konsesi BMH, yang terletak di Sumatera Selatan, kembali terbakar pada peristiwa kebakaran hutan terburuk tahun 2015.

Kebakaran hutan dan lahan 2015 yang terjadi di Sumatera, Kalimantan dan Papua, menyebabkan kabut asap yang mengganggu jutaan orang di Asia Tenggara. Bank Dunia memperkirakan Indonesia merugi sekitar Rp221 triliun terhadap sektor kehutanan, agrikultur, pariwisata dan industri lainnya.

 

Kabut asap membuat ratusan ribu orang jatuh sakit di seluruh wilayah terdampak. Sampai hari ini tidak ada satu perusahaan pun yang membayar kompensasi atas peran mereka dalam bencana tersebut.

“Ganti rugi yang harus dibayar sejumlah perusahaan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, dapat digunakan keperluan restorasi hutan dalam skala besar bahkan untuk biaya kesehatan dan infrastruktur darurat jika kebakaran terjadi lagi. Dengan tidak memaksa perusahaan-perusahaan tersebut untuk membayar, pemerintah terkesan mengirim pesan berbahaya yakni keuntungan perusahaan lebih penting di hadapan hukum, udara bersih, kesehatan dan perlindungan hutan,” kata Arie.

Emisi karbon yang dilepaskan dari hutan yang rusak dan gambut yang terbakar telah menjadi kontribusi terbesar Indonesia terhadap perubahan iklim, dengan efek mematikan. Pada Oktober 2018, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim menyerukan untuk segera mengakhiri penggundulan hutan untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5°C.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.