Pemerintah Jamin Komoditas Cabai dan Bawang Merah Stabil

Kebun cabai merah yang dikembangkan Kementerian Pertanian. Pemerintah jamin harga cabai dan bawang merah stabil (dok. pertanian.go.id)
Kebun cabai merah yang dikembangkan Kementerian Pertanian. Pemerintah jamin harga cabai dan bawang merah stabil (dok. pertanian.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Komoditas pangan khususnya cabai merah dan bawang merah tercatat sebagai dua komoditas dengan fluktuasi harga yang sangat tinggi. Kedua komoditas itu mengalami lonjakan inflasi tertinggi hingga 50 persen di tahun 2015 lalu. Karena itu, kedua komoditas itu akan menjadi perhatian pemerintah di tahun ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, kedua komoditi tersebut biasanya rentan mengalami kenaikan harga ketika musim hujan. Sementara dalam kurun waktu setahun ke belakang, Indonesia mengalami musim kemarau yang cukup panjang atau biasa disebut el nino.

“Sampai dengan pertengahan tahun inflasi cabai rendah, baru bulan-bulan terakhir dia mulai meningkat agak cepat. Jadi kecenderungan cabai dan bawang naik agak tinggi pada musim libur. Kita mau ajak Kemendag (Kementerian Perdagangan) mengecek apa sih di belakang itu,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (31/12)

Hanya saja, mengurai penyebab lonjakan harga cabai dan bawang merah tidaklah sederhana. Tidak bisa hanya dilihat dari pergerakan harga dalam 1-2 hari saja, namun harus dilihat dalam kurun waktu panjang. Kedua komoditas ini dalam waktu tertentu pernah jatuh dan petani menderita rugi.

Namun pada saat tertentu harga melonjak tinggi. Cabai merah dan bawang merah memang berbeda dengan komoditas lainnya. karakteristik cabai dan bawang merah yang mudah rusak (perishable) dan fluktuasi harganya berkontribusi terhadap inflasi, memang memerlukan perhatian khusus pemerintah.

Darmin juga menduga adanya keterkaitan dengan pola konsumsi masyarakat yang mengakibatkan harga kedua komoditas itu tak stabil. Menurutnya, bawang merah dan cabai merah memang menjadi kebutuhan pokok sebagian dari masyarakat Indonesia.

“Ini memang ada hubungannya juga dengan pola konsumsi, masyarakat kita senang dengan cabai dan bawang segar. Ini komoditi yang perlu kita pelajari bersama Kemendag,” terangnya.

Stabilitas harga cabai dan bawang merah di Jakarta dapat dengan mudah dideteksi dari jumlah pasokan ke Pasar Cibitung. Apabila tiap hari mampu memasok minimal 40 truk masuk ke pasar ini maka diyakini harga akan turun dan stabil, sebaliknya bila pasokan kurang dari 25 truk, maka harga akan merangkak naik.

Seperti dikutip dari situs pertanian.go.id, fluktuasi harga komoditas ini bukan karena kekurangan pasokan, melainkan karena pengaturan kontinuitas pasokan antar wilayah sentra cabai. Tiga jenis cabai memiliki karakteristik berbeda.

Pertama, jenis cabai besar untuk industri berkontribusi 20% dari total produksi, harganya relatif stabil. Kedua, cabai keriting berkontribusi 50% dari total produksi sedikit berfluktuasi. Ketiga, jenis cabai rawit kontribusi 30% dari total produksi ini harganya berfluktuasi.

“Kurva harga cabai berbentuk huruf U ini dimana harga rendah saat kemarau karena panen cabai berbarengan. Hal ini diatasi dengan pengaturan pola tanam, produksi dan rantai pasoknya,” demikian kutip situs tersebut.

Guna memenuhi pasokan cabai merah dan bawang merah secara cukup dan kontinu, Kementan harus secara cermat menghitung sebaran produksi berdasarkan geo-spasial dan dimensi waktu sehingga menjamin pasokan setiap hari. Kemudian juga merancang kesiapan produksi harian/mingguan sampai dengan akhir tahun 2016.

Seperti diketahui di 8 kota besar di Indonesia membutuhkan pasokan 48% dari total kebutuhan konsumsi nasional cabai merah besar; 24,8% cabai rawit dan 33% bawang merah. Untuk itu lokasi pengembangan sentra produksinya diarahkan tidak terlalu jauh dari pusat kota besar.

Berdasarkan siklus tahunan, harga bawang merah akan naik pada saat musim hujan wilayah sentra andalannya seperti Brebes dan Majalengka saat hujan sedang menyiapkan lahannya untuk tanam padi. Mengatasi hal tersebut, Kementan sejak 2015 secara sistemik dikembangkan bawang merah besar-besaran minimal 1.000 ha di wilayah sentra lain yang tersebar di Bima, Sumbawa, Tapin, Enrekang, Pesisir Selatan, Kampar, Nganjuk, Probolinggo dan lainnya.

Pengaturan pola tanam, panen dan rencana produksi secara bulanan selama 2016 dengan target luas 129 ribu hektar telah dipetakan, perkiraan produksi 1,29 juta ton tersebar di sentra produksi bawang merah di Pulau Jawa akan memasok 73% dari total kebutuhan, Bali Nusa Tenggara 15% dan sisanya di Sumatera, Sulawasi dan lainnya.

Demikian juga guna memenuhi kebutuhan cabai di Seluruh Indonesia sekitar 150 ribu ton per hari ini, bila selama ini produksi cabai bertumpu pada musimnya. Selama ini bulan November-Maret pasokan berkurang, maka kini Kementan membuat terobosan mengembangkan cabai di luar musim (off season).

Sistem ini dilengkapi dengan pompa air dan irigasi tetes, serta dipusatkan di Jawa Barat, dan Banten, diyakini akan mampu memasok kebutuhan Jabodetabek secara berkelanjutan. Pertimbangan geo-spasial dan waktu tanam dikembangkan cabai di sekitar Jabodetabek ini mengingat karakteristik cabai perishable dan konsumen menghendaki cabai segar sehingga cabai harus dipanen setiap pagi hari dan sore harinya sudah masuk ke pasar.

Direncanakan akan ditanam cabai besar 2016 seluas 152 ribu ha dn cabai rawit 188 ribu ha dengan perkiraan produksi 1,2 juta ton dan 940 ribu ton terdiri dari sentra di Pulau Jawa sebesar 51%; Sumatera 17%, Sulawesi 4% dan sisanya dipasok dari wilayah lainnya. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.