Pemerintah Rilis Tiga Kebijakan Dongkrak Harga Karet
|
Jakarta, Villagerspost.com – Pemerintah merilis tiga kebijakan sebagai bentuk komitmen untuk mengatasi harga karet alam yang saat ini berada di level rendah sepanjang 2018 hingga awal 2019. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, tiga kebijakan tersebut akan diterapkan dari sisi jangka pendek, menengah dan panjang.
Untuk jangka pendek, kata Darmin, pemerintah siap mengatur jumlah ekspor karet alam. Sedangkan, dalam jangka menengah, akan dibahas mengenai peningkatan penggunaan karet alam di dalam negeri. “Untuk jangka panjang, berbicara tentang replanting (peremajaan) karet alam,” ujar Darmin dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (25/2).
Tiga kebijakan ini sesuai dengan keputusan dari Special Ministerial Committee Meeting of the International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang diinisiasi Thailand, Indonesia dan Malaysia. Ketiganya merupakan produsen karet alam terbesar di dunia. Kesepakatan disampaikan dalam pertemuan ITRC di Bangkok, Thailand pada Jumat (22/2).
Pengaturan ekspor melalui mekanisme Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) akan membatasi ketiga negara untuk mengekspor karet alam dengan kisaran 200 ribu sampai 300 ribu metrik ton per tahun. Untuk pembagian persentasenya akan dibahas kembali pada pekan depan, tepatnya pada 4 Maret.
Darmin menjelaskan, implementasi AETS penting sebagai instrumen yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan harga, yakni mengatasi persoalan ketidakseimbangan stok di pasar global. Jangka waktu pembatasan diperkirakan berlangsung selama tiga bulan. “Untuk waktu mulainya, akan diputuskan pada pekan depan,” ujarnya.
Darmin menambahkan, pembatasan ekspor perlu dilakukan untuk menunjukkan kepada pasar bahwa supply karet alam di pasar global tidak banyak. Indonesia bersama Malaysia dan Thailand hendak menahan dengan jumlah tertentu, berharap harga di pasaran dapat membaik.
Implementasi AETS dilanjutkan dengan mekanisme Demand Promotion Scheme (DPS) untuk jangka menengah. Skema ini memungkinkan peningkatan penggunaan domestik secara signifikan di tiap negara. Menurut Darmin, di Indonesia, utilisasi difokuskan pada proyek infrastruktur seperti jalan provinsi dan kabupaten.
Darmin mengatakan, makna dari dampak jangka menengah di sini bukanlah implementasi akan dilakukan dua hingga tiga tahun mendatang. Waktu pelaksanaannya akan dimulai dalam hitungan bulan ke depan, namun hasilnya baru efektif pada dua sampai tiga tahun mendatang.
Pihaknya akan mendorong kementerian di bawahnya untuk menggunakan produksi lokal. Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah melakukannya dengan memanfaatkan karet sebagai bahan baku aspal.
Untuk jangka panjang, Darmin menambahkan, pemerintah akan melakukan penanaman kembali atau replanting. Dalam kurun waktu setahun, setidaknya akan dilakukan peremajaan hingga 500 ribu hektare per tahun. “Ini dampaknya baru terasa lima hingga tujuh tahun lagi,” katanya.
Editor: M. Agung Riyadi